COVID – 19 DAN MASA DEPAN MANUSIA

Sejak awal kemunculannya Covid – 19 telah menjadi fenomena baru dunia modern saat ini. Betapa tidak, kemunculan virus ini telah meluluh lantahkan semua sektor dan sendi kehidupan tanpa terkecuali.


Sebut saja di negeri asal virus ini berada, telah memaksa ribuan warga tiongkok untuk mendekap di dalam rumah. Segala aktivitas yang berpotensi menghasilkan massa dihentikan untuk sementara waktu.

Entah sampai kapan, yang jelas tujuannya adalah agar penyebaran virus ini dapat dikendalikan untuk sementara waktu.

Dunia pun mulai khawatir akan dampak berkepanjangan yang dihasilkan oleh virus mengerikan ini.

Dunia percaya bahwa cara satu – satunya untuk mencegah penyebaran wabah ini adalah dengan menekan arus globalisasi. Akan tetapi, hal ini akan memicu dampak lain yakni terjadinya pelemahan
ekonomi yang sistemik.

Saat ini, negara – negara adidaya pun tidak mampu membendung ganasnya penyebaran Covid – 19 yang menjadi hantu dunia.

Di Amerika serikat, terkonfirmasi ada 102.396 kasus, dimana 1.607 meninggal dunia, dengan total kesembuhan 2.471 orang.

Diikuti oleh Italia yang merupakan negara dengan fasilitas kesehatan kelas wahid pun tidak luput
dari serangan Covid – 19. Terkonfirmasi ada 86.498 kasus, 9.134 orang meninggal dengan total
kesembuhan 10.950 orang.

Sedangkan Tiongkok juga tidak jauh lebih baik. Data yang terhimpun dari negeri tirai bambu ini
sendiri ada 81.340 kasus, 3.292 orang meninggal dunia dengan total kesembuhan 74.588 orang.

Setelah semua ini, apa yang diajarkan sejarah kepada kita?

Dari data diatas memberikan suatu gambaran kolektif kepada kita bahwa manusia tidak dapat
menutup diri dari kehadiran pandemik ini, karena wabah penyebaran pandemik telah menyebar
cepat di abad pertengahan jauh sebelum interaksi globalisasi seperti saat ini.

Pertanyaanya sekarang adalah bagaimana masyarakat dunia mampu untuk berlindung dari
pandemik semacam ini dimasa – masa yang akan datang? Sebuah jawaban yang pasti adalah dengan pengetahuan, yaitu kerjasama dan berbagi informasi ilmiah serta keterlibatan solidaritas dunia.

Disisi lain, Covid – 19 bukanlah wabah terakhir yang akan dihadapi ummat manusia dimasa yang
akan datang. Akan ada banyak wabah, dan akan ada lebih banyak pandemik dimasa depan.

Lima tahun lalu, Pendiri Microsoft Bill Gates telah memberikan peringatan kepada dunia tentang
pandemik yang lebih besar yang akan ditemui oleh manusia modern.

Bill melihat, bahwa adanya wabah seperti Zika, Ebola, Sars dan Mers yang pernah dihadapi
sebelumnya mengingatkan bahwa ketika orang berpindah tempat dan bepergian, suatu wabah
penyakit akan dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan kehancuran.

“Dan apa yang saya katakan sebelumnya, saya sebenarnya ingin mengatakan bahwa kita mungkin tidak siap menghadapai pandemik berikutnya, tetapi dengan kemajuan sains kita dapat melawan pandemik tersebut. Kita bisa siap,” kata Bill.

Di Indonesia sendiri penanganan wabah Covid – 19 terkesan lambat, hal ini baru terkonfirmasi pada 2 Maret 2020, setelah presiden Joko Widodo membenarkan dua kasus pertama di Indonesia dalam sebuah pernyataan yang disiarkan televisi.

Lemahnya penanganan Covid – 19 ini terbukti dengan terjangkitnya salah seorang menteri beliau, menteri perhubungan, Budi Karya Sumadi yang saat ini dinyatakan positif.

Berita ini sontak membuat geger wartawan yang sering melakukan peliputan terhadap beliau dan
khawatir menjadi pembawa virus tersebut sehingga menyebar kemana-mana.

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada 2017 ketersediaan dokter di Indonesia memiliki perbandingan 4 : 1000 orang. Hal ini menjadi sudut pandang tersendiri bahwa saat ini tanah air berada di tepi jurang dalam mengatasi pandemik Covid – 19.

Saat ini, Indonesia mengalami defisit yang signifikan dalam hal ketersediaan tempat tidur rumah sakit, staf medis, dan fasilitas perawatan intensif. Padahal, para pakar ksehatan dunia telah
memperingatkan bahwa Indonesia akan menjadi episentrum baru pandemik virus global ini.

Disisi lain, sistem kesehatan Indonesia yang sangat terdesentraisasi, sehingga sulit bagi pemerintah pusat untuk melakukan koordinasi di negara kepulauan yang terdiri dari 19.000 pulau dan membentang sepanjang 5.100 km.

Akan tetapi ada fakta lain yang menurut penulis sangat berkesan dalam peristiwa penanganan
pandemik mematikan Covid – 19 ini. Sekaligus Fakta yang akan membuka dan membuktikan
gambaran tentang seberapa matang daerah – daerah di Indonesia menangani pandemik ini ditengah keterbatasan yang ada saat ini.

Per hari ini, dua tokoh yang penulis anggap sangat sigap dalam membuat keputusan penanganan Covid – 19. Pertama Gubernus Papua, Lukas Enembe dan Gubernur Ibukota Indonesia Anis
Baswedan.

Di Papua, Gubernur Lukas mengambil langkah tepat dengan melakukan peningkatan status
pandemik Covid-19 yang tadinya berstatus pada level siaga darurat menjadi tanggap darurat yaitu
dengan menutup jalur transportasi manusia yang masuk maupun keluar dari Papua selama 14 hari,
baik udara maupun laut.

Sehingga, mata rantai penyebaran virus covid-19 akan lebih mudah terputus. Walaupun demikian, keputusan ini juga mendapatkan perlawanan balik dari mendagri, Tito karnavian yang tidak sepakat tentang keputusan beliau.

Pertimbangan mengapa Papua melakukan kebijakan ini diantaranya adalah luas wilayah yang sangat besar yang tidak didukung oleh fasilitas dan petugas kesehatan saat ini serta kesadaran masyarakat yang masih rendah. Sehingga dikhawatirkan akan memudahkan menjalarnya pandemik mematikan ini.

Selain itu juga, pola hidup masyarakat Papua yang memiliki kultur hidup berkelompok dalam sebuah rumah besar akan menjadi pintu utama penyebaran Covid – 19.

Sedangkan di Jakarta, pelayanan prima diberikan oleh Anis Baswedan. Sejumlah 220 kamar berisi 414 tempat tidur telah disiapkan. Dalam waktu dekat tiga hotel milik BUMD DKI juga akan segera
menyusul, dengan jumlah total 261 kamar tambahan dan 361 tempat tidur. Semua berjibaku tanpa kenal lelah dalam menghadapi pandemik ini.

Di Merauke sendiri, peran sentral langsung diambil alih oleh bupati Fredy Gebze. Senada dengan kebijakan yang dilakukan gubenrnur Lukas Enembe, dalam himbauanya beliau menyampaikan agar masyarakat Merauke senantiasa bahu-membahu secara bersama – sama dalam membantu pemerintah menghadapi pandemik Covid – 19 ini dengan senantiasa tinggal di dalam rumah jika tidak ada kegiatan penting dan selalu melakukan sosial distancing atau menjaga jarak sosial.

Praktis pandemik ini menyebabkan aktivitas manusia secara umum akan lebih banyak dilakukan dari rumah.

Sebagai kesimpulan, tragedi wabah virus Covid – 19 adalah momentum kita untuk merefleksikan
kembali siapa kita sebenarnya dihadapan tantangan zaman yang terus berubah dengan begitu cepat.

Filsuf Tiongkok yang hidup sekitar 3000 tahun yang lalu, Konfusius pernah mengajak semua ummat manusia untuk jangan pernah berhenti menjadikan diri sebagai junzi, pribadi yang terus berusaha untuk mengembangkan sifat – sifat baik dan berperilaku dengan kebaikan dan kebijaksanaa serta berbelas kasih bagi orang lain.

Tentunya dibalik musibah merebaknya wabah covid – 19 ini ada hikmah dan pelajaran besar bagi ummat manusia. Diantara pelajaran besar itu, sains kesehatan ditantang untuk lebih berinovasi
dalam hal penemuan baru dibidang vaksinasi pandemik yang sewaktu – waktu bisa datang kapan saja dan kembali menjadi ancaman.

Sedangkan dibidang ekonomi, manusia dimasa depan ketika akan melangsungkan transaksi tidak harus dengan tatap muka lagi. Transaksi akan dipermudah dengan sarana daring secara menyeluruh.

Dan terakhir, sebagai manusia yang dihidup di era globalisasi ini kita pun dituntut dan dituntun oleh alam untuk menjadi manusia yang arif dan bijaksana dengan selalu memperhatikan semangat solidaritas terhadap sesama.

Oleh: Zulfajar

Penulis adalah Pimpinan Yayasan Musfirah Merauke Papua