Kampung Boha, Distrik Muting, Kabupaten Merauke, Papua Selatan – Di tengah dominasi figur kepala desa yang cenderung konvensional, muncul sosok-sosok baru dengan gaya kepemimpinan yang segar dan berani tampil beda.
- Mencegah Konflik Sosial Masyarakat, Korem 174/ATW Gelar Pembinaan Binkom AGHT
- THR PNS 2025, Target Cair 3 Minggu Sebelum Lebaran
- Sambut HUT Bhayangkara ke 78 Polres Boven Digoel Bantu Pembangunan Pon-Pes Hidayatullah
Baca Juga
Di Jawa, publik mengenal Hoho Alkaf, kepala desa bertato dari Banjarnegara. Di ujung timur Indonesia, hadir Dedy Richardus Sirait, Kepala Kampung Boha, yang juga membawa semangat serupa. Ia adalah anak muda bertato yang memilih pulang dan membangun kampung sendiri.
Dedy menjabat sebagai Kepala Kampung Boha sejak tahun 2022, setelah terpilih dalam pemilihan kampung tahun 2021. Lahir pada 1986, Dedy adalah putra dari ayah berdarah Batak dan ibu asli Kampung Boha. Meski besar di lingkungan yang jauh dari pusat kota, ia tumbuh dengan semangat ingin melihat perubahan di tanah kelahirannya.
Sebelum menjabat, Dedy pernah bekerja sebagai tenaga honor di Dinas Perhubungan Bandar Udara wilayah Okaba sejak 2008. Setelah mengundurkan diri pada 2016, ia bekerja di perusahaan kelapa sawit ACP dari tahun 2019 hingga pelantikannya sebagai kepala kampung.
Penampilannya mencolok dan menyegarkan pandangan tentang sosok seorang kepala kampung. Dengan topi terbalik, kacamata di atas kepala, tato di sepanjang lengan, serta tas selempang kulit khas pekerja lapangan, Dedy menunjukkan identitas kepemimpinan yang tidak dibuat-buat. Ia hadir sebagai dirinya sendiri, tanpa meninggalkan akar budaya dan kedekatan dengan warganya.
“Dari kecil saya lihat kepala kampung ganti-ganti, tapi tidak ada perubahan. Itu yang mendorong saya maju,” ujarnya. Ia mengaku bahwa keputusannya untuk mencalonkan diri juga didorong oleh permintaan masyarakat sendiri.
Tatonya dibuat semasa muda oleh teman-temannya di Merauke, jauh sebelum ia memimpin. “Waktu kerja di perusahaan, saya buat saja. Tidak ada makna khusus, tapi tetap jadi bagian dari saya,” ungkapnya.
Kini, ia ingin menjadi contoh bagi generasi muda lain. “Jangan gengsi membangun kampung sendiri. Kalau bukan kita, siapa lagi? Jangan tunggu orang luar datang,” pesannya.
Kisah Dedy Sirait adalah potret nyata dari perubahan paradigma kepemimpinan lokal. Anak muda dengan gaya apa pun, bahkan dengan tato di tubuhnya, bisa menjadi pemimpin yang amanah dan membumi. Seperti halnya Hoho Alkaf di Jawa, Dedy di Papua menunjukkan bahwa cinta kampung halaman bisa menjadi kekuatan besar untuk membangun dari pinggiran.
- Lakukan Penanaman Mangrove, Lantamal XI Merauke juga Sosialisasikan PON XX Papua 2021
- Komunitas TKSCI dan HNI Laksanakan Baksos di Kampung Mimi Distrik Jagebob
- Rayakan HUT Ke 35, Pemuda GPI Papua Merauke Gelar Ibadah Syukur