Presiden Joko Widodo harus memperhatikan kritik yang disampaikan oleh mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), yaitu bersikap netral dan tidak ikut campur dalam urusan penggantinya. JK ingin Jokowi meniru sikap negarawan Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di akhir masa jabatan.
- Firli Bahuri Resmi Lantik 55 Jaksa jadi Penuntut Umum KPK
- Bakal Calon Kepala Daerah Wajib Jalani Test Kesehatan Sebagai Syarat Maju Pilkada 2024
- Simulasi Pengamanan Pemilu 2024 di Kabupaten Mappi: Meningkatkan Kesiapan Aparat untuk Suksesnya Pesta Demokrasi
Baca Juga
"Kritik JK untuk Jokowi harus diperhatikan oleh Jokowi. Publik tahu di akhir masa jabatan Megawati dan SBY tidak terlihat turut campur dalam urusan siapa penggantinya," ujar Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (7/5).
Sementara Jokowi, sambungnya, malah terlihat langsung dan menggunakan Istana sebagai pusat konsolidasi capres. Apalagi, pertemuan beberapa waktu lalu di Istana tanpa mengundang Partai Nasdem, padahal Nasdem hingga saat ini masih partai koalisi pemerintah. Sehingga pertemuan itu menyiratkan adanya pembahasan masalah politik.
"Semestinya Jokowi tidak lakukan itu. Karena dia masih kepala negara, harusnya merangkul semua. Sikap Istana tidak undang Nasdem itu sikap politik, bukan sikap negarawan. Peringatan JK harus segera direspon oleh Istana (Jokowi). Jika tidak, Istana dianggap tebar kebencian," pungkas Muslim.
JK sempat mengingatkan Jokowi agar tidak terlalu ikut campur dalam kontestasi politik jelang Pemilu 2024 di akhir jabatannya. Pernyataan itu disampaikan JK dalam merespon langkah Jokowi yang tidak mengundang Ketua Umum Nasdem Surya Paloh dalam pertemuan Parpol Koalisi Pemerintah di Istana Merdeka, Selasa (2/5) kemarin.
"Karena ini di Istana membicarakan tentang urusan pembangunan atau apa itu wajar saja. Tapi kalau bicara pembangunan saja mestinya NasDem diundang. Berarti ada pembicaraan politik," ujarnya.
Jusuf Kalla lantas meminta Jokowi meniru langkah presiden sebelumnya seperti Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono yang dinilai dapat menjauhkan diri dari politik pada saat akhir jabatannya.
"Presiden seharusnya seperti ibu Mega, SBY, ketika itu akan berakhir maka tidak terlalu jauh melibatkan diri, suka atau tidak suka dalam perpolitikan. Supaya lebih demokratis," tegasnya.
- Sekum KONI Papua Apresiasi dan Terima Saran Waketum KONI Pusat
- Demokrat Resmi Usung Mathius D Fakhiri (MDF) dan Aryoko Rumaropen Maju Pilgub Papua 2024
- Willem Wandik-Aloysius Giyai Unggul Jauh dari Pesaing Pilkada Papua Tengah