Pendampingan Membuat Pop Up Book Mace (Membaca Asyik dan Ceria) Oleh Dosen Unmus ke Guru di SLB Anim Ha

"Aku bisa karena aku luar biasa” . Bertempat di SLB Negeri Anim Ha, dosen Universitas Musamus Anis Munfarikhatin, S.Pd., M.Pd. dan Rachmat, S.Kom., M.Kom. bersama tim melakukan kegiatan pendampingan membuat media pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) khususnya autisme berupa Pop Up Book yaitu buku tiga dimensi dengan menampilkan tokoh Mace sebagai narrator dalam setiap konten. Kegiatan ini berjalan bukan tanpa alasan. Minimnya media pembelajaran khususnya bagi ABK sangat mendorong tim untuk membuat media dengan visualisasi objek yang menarik. Perhatian pemerintah yang masih minim bagi PLB (Pendidikan Luar Biasa) diharapkan tidak menyurutkan motivasi bagi bapak ibu guru dan pemerhati pendidikan lain bagi anak-anak Indonesia, khususnya di Merauke untuk lebih berinovasi sesuai dengan kebutuhan siswa.  Jum’at (03/09).


Sesuai dengan prinsip teori humanistik bahwa pendidikan harus memanusiakan manusia, yang mengisyaratkan pendidikan harus memiliki kesejajaran bagi semua siswa, maka stigma masyarakat perlu diubah bahwa anak berkebutuhan khusus juga harus memiliki masa depan yang cerah, memiliki hak yang sama dalam memperoleh pekerjaan dan kehidupan yang layak.

Salah satu gangguan mental (mental disorder) yang banyak dijumpai adalah autisme. Autisme merupakan suatu gangguan dalam perkembangan yang berpengaruh pada gangguan komunikasi verbal, non verbal, serta interaksi sosial (Winarno, 2013) (Maulana, et al., 2020). Anak-anak penderita autisme pada dasarnya memiliki kesulitan dalam berkomunikasi terutama masalah bahasa, berbicara dan berinteraksi dengan orang lain (Nursita, et all., 2020). Permasalahan tersebut dapat ditangani dengan media yang tepat terutama media untuk melatih fokus atau konsentrasi untuk siswa autisme. Salah satu terapi yang bisa digunakan adalah dengan terapi visual (Martono, et. al., 2020). Visualisasi objek berupa objek-objek tiga dimensi yang dikemas dalam bentuk bacaan dalam buku sesuai dengan karakteristik siswa autisme, selain bisa melatih fokusnya juga dapat meningkatkan kemampuan literasinya dengan bantuan objek-objek tiga dimensi tersebut sehingga pembiasaan dalam berliterasi juga dapat dilakukan.

Peran guru dalam hal menangani anak autis sangat penting, sehingga diperlukan suatu pendampingan dalam menyusun suatu strategi, metode maupun media yang sesuai untuk melatih konsentrasi dan meningkatkan literasi siswa autis. Pentingnya literasi telah digiatkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sejak tahun 2016 sebagai bagian dari peraturan Nomor 23 tahun 2015 dalam menumbuhkan budi pekerti diantaranya menjadikan sekolah sebagai tempat yang menyenangkan, menumbuhkembangkan kebiasaan yang baik dan pendidikan karakter, menjadikan pendidikan sebagai kegiatan yang melibatkan berbagai pihak, menumbuhkembangkan lingkungan dan budaya belajar yang serasi antara sekolah, keluarga dan masyarakat melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS) khususnya bagi anak berkebutuhan khusus autisme.

Minimnya literasi siswa pada masa sekarang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kurangnya buku-buku berkualitas yang ada di Indonesia dan kurangnya keterlibatan masyarakat dalam mendukung program pemerintah. Literasi yang ditekankan oleh mendikbud diantaranya adalah literasi membaca, literasi matematika dan literasi sains. Proses berliterasi lebih bermakna apabila dikaitkan dengan budaya setempat atau kearifan lokal daerah khususnya Merauke. Yuliani (2011) mengemukakan kearifan lokal sebagai pengetahuan setempat yang menjadi dasar identitas kebudayaan. Kearifan lokal dapat meliputi bahasa, kebiasaan, sudut pandang, ikon daerah, dan sebagainya yang menjadi ciri khas suatu daerah tertentu.

Menghadapi permasalahan tersebut perlunya diadakan pelatihan mengenai pembuatan media pembelajaran khususnya untuk anak autisme yang menarik sebagai upaya meningkatkan kemampuan literasi mereka. Salah satu media untuk menjawab kebutuhan mitra adalah dengan pembuatan pop up book . Whiteney, et.al (2011) mendefinisikan pop up book sebagai media pembelajaran berupa buku yang memuat objek tiga dimensi. Banyak hal yang dapat dibuat dengan media pop up book untuk memvisualisasikan objek secara langsung. Safri (2017) mengemukakan penggunaan pop up book sebagai media pembelajaran memberikan respon yang positif dari siswa. Penggunaan pop up book sebagai media pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus terutama autisme juga pernah dilakukan oleh Dammaratih (2019) untuk melatih kemampuan geometris dan mengatasi kejenuhan siswa dalam belajar. Penggunaan pop up book dinilai akan lebih tepat diterapkan di SLB Anim Ha sebagai sekolah mitra apabila diintegrasikan dengan kearifan lokal.

Integrasi kearifan lokal pada pembuatan media sangat diperlukan agar siswa dekat dengan budaya tempat tinggal mereka yaitu Merauke. Sehingga kegiatan pengabdian ini berfokus pada guru-guru di SLB Negeri Anim Ha untuk dapat membuat suatu media pembelajaran terintegrasi kearifan lokal dengan visualisasi berupa pop up book Mace (Membaca asyik dan ceria) yang mampu meningkatkan kemampuan literasi anak autis.