Romanus Mbaraka Refleksikan Kepemimpinan dan Masa Depan Merauke dalam Peringatan HUT ke-123

Merauke - Bupati Merauke, Romanus Mbaraka, menyampaikan refleksi kepemimpinannya dalam peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-123 Kabupaten Merauke. Dalam pidatonya, ia menyoroti berbagai capaian selama dua periode kepemimpinannya serta tantangan yang dihadapi masyarakat lokal di tengah perkembangan daerah yang kini menjadi ibu kota Provinsi Papua Selatan.


Dalam acara yang dihadiri pejabat daerah, tokoh agama, perwakilan Forkopimda, serta masyarakat, Romanus menegaskan pentingnya keberlanjutan pembangunan yang tetap berpihak pada masyarakat asli Merauke. Ia menekankan bahwa pembangunan harus berjalan seiring dengan perlindungan hak-hak masyarakat adat agar tidak terpinggirkan di tanah sendiri.

Dalam pidatonya, Romanus juga menyoroti transformasi Merauke dari kota pelabuhan menjadi ibu kota provinsi. Perubahan ini, menurutnya, membawa peluang sekaligus tantangan bagi masyarakat lokal untuk bisa bersaing di berbagai sektor, terutama ekonomi dan pendidikan. Ia menegaskan bahwa pendidikan merupakan faktor utama dalam meningkatkan daya saing, dengan menargetkan lebih banyak anak Merauke menjadi dokter, pilot, dan profesional di berbagai bidang.

Terkait sektor ekonomi, Romanus menyoroti luas lahan pertanian di Merauke yang mencapai 63.000 hektare, tetapi belum termanfaatkan secara optimal. Ia juga menekankan pentingnya sektor perikanan sebagai sumber ekonomi yang potensial, namun belum dikelola secara maksimal oleh masyarakat lokal.

Dalam refleksi masa jabatannya, Romanus mengisyaratkan bahwa dirinya akan segera mengakhiri masa kepemimpinan sebagai bupati. Ia menyampaikan rasa syukur telah mengabdi selama dua periode dan berharap pembangunan yang telah dimulai dapat terus berlanjut demi kemajuan daerah.

Menutup pidatonya, Romanus mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tetap menjaga persatuan dan mendukung pembangunan yang inklusif serta berkelanjutan. Ia menegaskan bahwa kemajuan Merauke harus melibatkan semua pihak tanpa mengesampingkan hak-hak masyarakat asli, agar mereka tetap menjadi bagian dari perubahan dan perkembangan daerah.