Bencana Sapura

Najib Razak dan Anwar IbrahimNet
Najib Razak dan Anwar IbrahimNet

"JADI debat?"


“Jadi," jawab Datuk Anwar Ibrahim.

Anda sudah tahu: saya bertemu beliau dua hari lalu. Ngobrol hampir satu jam. Di kantor pribadinya di PJ –nama beken untuk Petaling Jaya.

Kantor itu berupa rumah tinggal. Rumah besar. Dua lantai. Ada ruang terbuka bundar di lantai bawah. Dengan sofa sekelilingnya. Ada lagi ruang terbuka besar. Dengan 20 kursi ''kantor''.

Ada tangga besar naik ke lantai atas. Tangga melengkung yang gagah.

Saya tiba di rumah itu 30 menit lebih awal. Saya menunggu di sofa setengah lingkaran itu. Ada dua kursi utama di tengahnya. Satu untuk beliau, satu lagi untuk saya. Saya pikir saya akan diterima di situ.

Ternyata beliau mengajak saya pindah ke bagian depan. Ke kursi yang lebih sederhana.

Penampilan Anwar masih seperti dulu: sangat sederhana. Dengan kemeja lama. Lengan panjang. Bagian bawahnya tidak dimasukkan ke celana.

Geraknya masih gesit. Di umurnya yang 74 tahun. Badannya tetap langsing. Bicaranya masih tetap bersemangat. Dengan gerak tangannya yang hidup.

Raut wajahnya pun segar. Seperti tidak ada beban. Dari wajah itu saya menilai Datuk Anwar terlihat lebih muda dari lima tahun lalu. Juga lebih muda dari umur sebenarnya.

Tentu saya bertanya bagaimana bisa terlihat lebih muda seperti itu. Basa-basi. Jawabnya pun terlihat seperti bercanda. "Gingseng... Hahaha," katanya.

"Rumah ini besar sekali...," kata saya sambil memutar mata ke sekeliling.

"Ini rumah teman. Saya hanya diminta menempati. Rumah saya sendiri 20 menit dari sini," katanya.

Penampilan Anwar masih seperti dulu: sangat sederhana. Dengan kemeja lama. Lengan panjang. Bagian bawahnya tidak dimasukkan ke celana.

Geraknya masih gesit. Di umurnya yang 74 tahun. Badannya tetap langsing. Bicaranya masih tetap bersemangat. Dengan gerak tangannya yang hidup.

Raut wajahnya pun segar. Seperti tidak ada beban. Dari wajah itu saya menilai Datuk Anwar terlihat lebih muda dari lima tahun lalu. Juga lebih muda dari umur sebenarnya.

Tentu saya bertanya bagaimana bisa terlihat lebih muda seperti itu. Basa-basi. Jawabnya pun terlihat seperti bercanda. "Gingseng... Hahaha," katanya.

"Rumah ini besar sekali...," kata saya sambil memutar mata ke sekeliling.

"Ini rumah teman. Saya hanya diminta menempati. Rumah saya sendiri 20 menit dari sini," katanya.

Lokasi rumah ini di dalam sebuah kompleks real estate kelas menengah. Hanya posisinya lebih baik. Di ujung perumahan. Di bagian yang lebih tinggi. Ujung perumahan ini memang sebuah bukit kecil –ukuran 28.

Debat nanti malam itu akan berlangsung dua jam. Terbuka. Disiarkan langsung oleh TV. Juga live streaming.

Lawan debatnya adalah mantan Perdana Menteri Najib Razak. Yang kini berstatus tahanan luar dengan jaminan uang. Ia sudah dijatuhi hukuman 12 tahun. Dalam skandal korupsi terbesar di dunia.

Perkara itu sudah diputus oleh pengadilan pertama. Najib naik banding. Putusan pengadilan tinggi pun sama. Lalu Najib kasasi ke Mahkamah Agung. Kini masih menunggu putusan pengadilan tertinggi di negara itu.

"Tema debatnya tunggal? Soal Sapura saja?" tanya saya.

"Ada dua. Satunya soal masa depan Malaysia," jawab Anwar.

Pemicu debat ini adalah Najib. Dua minggu lalu Najib mengeluarkan usul kontroversial. Yakni agar pemerintah menyuntikkan dana ke Sapura Energy Bhd.

Sapura adalah perusahaan minyak dan gas terbesar di Malaysia. Di lingkungan swasta. Kini keuangan Sapura dalam keadaan seperti komorbid kena Covid. Parah. Pun kenaikan harga minyak dunia yang begitu drastis. Tidak juga mampu membantunya.

Harga minyak sekarang, di mata Sapura, ibarat es krim di depan mulut. Tidak bisa menghilangkan haus. Sapura tetap saja kehausan likuiditas.

Najib ingin populis. Alasannya: di Sapura bekerja 10.000 karyawan.