Dewan Kehormatan PWI Ingin Wartawan Taat Kode Etik dan Menjaga Perilaku

Pemahaman kode etik jurnalistik wartawan yang masih rendah menjadi sorotan dalam pertemuan Dewan Kehormatan PWI (DK-PWI) se-Indonesia yang berlangsung di Hotel Zahra, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/2).


Hal ini lantaran masih banyak perilaku wartawan di lapangan yang belum mencerminkan sikap  profesional sesuai amanah Kode Perilaku Wartawan PWI. Tidak jarang masih ada yang mencampuradukkan antara kepentingan profesi, organisasi, dan kepentingan pribadi.

Pertemuan yang digelar di tengah penyelenggaraan Hari Pers Nasional (HPN) Kendari ini dilaksanakan secara hybrid, sebagian luring dan sebagian lain daring.

Acara dipimpin langsung Sekretaris DK-PWI, Sasongko Tedjo secara langsung di Kendari dan dibuka oleh Ketua DK, Ilham Bintang secara daring dari Jakarta. Turut hadir juga Asro Kamal Rokan dan Tri Agung Kristanto, serta 40 pengurus DK-PWI dari 26 provinsi yang hadir secara fisik, selebihnya lewat aplikasi Zoom.

Dalam sambutannya, Ilham Bintang menekankan bahwa media sosial adalah keniscayaan dengan lebih 200 juta pengguna. Angka tersebut melebihi jumlah pemilih Pemllu 2019 atau sekitar 80 persen populasi Indonesia.

Artinya, akan banyak informasi cepat dan menarik bisa diperoleh dari media sosial. Dalam informasi itu, tentu ada yang bermanfaat untuk rakyat ketahui, tapi banyak juga yang justru bisa menimbulkan kerusakan di tengah masyarakat.

“Justru itu menjadi tantangan wartawan, harus menerapkan prinsip kerja jurnalistik yang taat kode etik. Sesungguhnya itulah martabat dan mahkota wartawan yang beritanya dapat dipercaya publik,” tegasnya, yang disampaikan kembali kepada redaksi, Rabu (9/2). Dikutip dari Kantor Berita RMOL.

Lebih lanjut, Ilham Bintang berharap peran Dewan Kehormatan PWI, baik di pusat dan daerah, semakin diberdayakan. Dewan Kehormatan harus selalu berkoordinasi pengurus harian PWI dalam mengawasi penegakan kode etik dan kode perilaku yang dilakukan anggota maupun pengurus.

“Pemberdayaan yang dimaksud termasuk upaya pencegahan penyalahgunaan profesi dengan melakukan pendidikan dan sosialisasi kode etik dan kode perilaku wartawan secara masif di seluruh Indonesia baik internal maupun external,” sambungnya.

Sementara itu, Tri Agung Kristanto mengatakan bahwa pemahaman wartawan terhadap kode etik dari dulu masih rendah. Hal itu terbukti dengan masih banyaknya pengaduan masyarakat terkait dengan pelanggaran kode etik.

"Pengaduan itu bahkan lebih banyak terkait soal judul dan hal hal lain yang melanggar Pasal 1 dan pasal 3  kode etik jurnalistik misalnya mengenai itikad buruk," kata Tri yang baru terpilih sebagai anggota Dewan Pers periode baru.

Dia turut berpesan bahwa pengaduan pelanggaran kode etik pasti akan naik menjelang tahun politik. Untuk itu, wartawan harus mampu menjaga akurasi.

“Jangan terpancing kecepatan media sosial dengan mengabaikan proses jurnalistik yang seharusnya dilakukan. Kutip mengutip atau multi level quoting yang kerap terjadi tanpa konfirmasi juga sangat berbahaya,” pesannya.

Senada itu, anggota DK PWI, Asro Kamal Rokan ingin agar wartawan memahami dan menaati kode etik jurnalik. Tidak boleh lagi terjadi ada wartawan yang tidak membaca kode etik professinya.

Pesan ini disampaikan lantaran hasil survei Dewan Pers beberapa tahun tercatat sekitar 70 persen wartawan tidak menahami kode etik wartawan.

“Padahal, itulah kompetensi tertinggi wartawan sebenarnya. Itu di atas segala-galanya. Uji Kompetensi Wartawan yang diadakan harus selalu mengacu hal itu. Jangan sampai ada penguji yang malah tak paham kode etik,” tutupnya.