Gerakan Tanam 2.000 Mangrove di Pantai Payum Merauke oleh PT BIA dan FKIP Universitas Musamus

Merauke – Suasana pagi di Pantai Payum tampak hening. Puluhan orang dengan khusyuk menancapkan bibit mangrove ke tanah berlumpur. Tanpa seremoni berlebih, mereka bekerja penuh semangat. Terlibat dalam kegiatan ini adalah mahasiswa, dosen, warga lokal, hingga perwakilan dari perusahaan sawit.


Gerakan Tanam 2.000 Mangrove yang digagas PT Bio Inti Agrindo (PT BIA) menjadi simbol nyata dari kepedulian terhadap ekosistem pesisir yang semakin rentan.

Pantai Payum bukan hanya tempat wisata, tetapi juga benteng alami terhadap abrasi. Menurut Dinas Lingkungan Hidup Papua Selatan, beberapa kawasan pesisir Merauke mengalami penyusutan garis pantai signifikan dalam lima tahun terakhir. Faktor alih fungsi lahan dan pembangunan memperburuk kondisi ini, menjadikan hutan mangrove sebagai pertahanan penting yang harus dijaga.

PT BIA melakukan langkah tidak lazim bagi perusahaan kelapa sawit: menggagas penanaman 2.000 bibit mangrove bersama Universitas Musamus. Program ini dilakukan dalam dua tahap—1.000 bibit ditanam Mei lalu dan 1.000 lainnya dijadwalkan pada Oktober. Menurut Kim Won Ill, Pimpinan PT BIA, kegiatan ini mencerminkan komitmen perusahaan terhadap keseimbangan antara bisnis, lingkungan, dan manusia.

“Keberlanjutan tidak hanya soal keuntungan, tapi juga menyentuh ekosistem dan komunitas. Menanam mangrove adalah langkah sederhana yang punya dampak besar,” ujar Kim.

Universitas Musamus mendukung penuh kegiatan ini. Mahasiswa dan dosen turut aktif, menjadikan pantai sebagai ruang belajar nyata tentang ekologi, konservasi, dan kerja sama lintas sektor. Salah satu dosen mengungkapkan, pengalaman ini jauh lebih berharga dibanding teori di kelas.

Manfaat gerakan ini juga dirasakan langsung oleh masyarakat. Seorang warga yang membantu pembibitan menyatakan ia merasa diberdayakan dan bertanggung jawab terhadap alam sekitar. “Bukan soal dibayar saja. Ini tanah kami, laut kami. Anak-anak kami harus melihat pohon ini nanti,” ujarnya.

Namun tantangan tetap ada. Bibit yang ditanam harus dirawat agar bisa tumbuh—menghadapi ancaman dari air pasang, hama, hingga sampah plastik. Pemerintah daerah diharapkan tidak hanya hadir sebagai pengawas, tetapi juga menjadi fasilitator keberlanjutan program ini, serta menggencarkan replikasi di wilayah pesisir lainnya.

Gerakan ini membuktikan bahwa konservasi tidak selalu dimulai dari proyek besar. Ia bisa berawal dari gerakan kecil, ditanam dengan niat baik, di atas lumpur dan di bawah cahaya mentari. Di Pantai Payum, akar mangrove mulai tumbuh—bersama harapan untuk masa depan yang lebih lestari.