Keluhan Orang Tua Peserta Tes IPDN di Asmat: Mempertanyakan Transparansi Pengumuman Hasil

Febrian Reynaldo Kambu, salah satu peserta tes penerimaan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dari Kabupaten Asmat, Provinsi Papua Selatan, baru-baru ini mengikuti serangkaian ujian seleksi yang berakhir pada 30 Agustus 2024.


Namun, hasil yang diterima menimbulkan berbagai pertanyaan dari pihak keluarga terkait transparansi dan proses penilaian.

Maria, ibu dari Febrian, menyatakan bahwa meskipun putranya memiliki nilai akademik yang tergolong baik, termasuk skor Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) yang mencapai 301—jauh di atas ambang batas minimum 230—ia merasa hasil akhir pengumuman tidak sesuai harapan. “Anak saya telah masuk dalam ranking enam besar Orang Asli Papua (OAP) di Kabupaten Asmat yang mengikuti tes tersebut. Namun, hasil pengumuman terakhir menempatkan peserta lain yang sebelumnya di bawah anak saya, naik ke posisi atas,” ungkap Maria.

Maria menyoroti ketidakjelasan dalam hasil pengumuman yang hanya dapat diakses melalui tautan daring yang disediakan oleh panitia. “Tidak ada nilai yang dipublikasikan secara transparan, terutama sejak tes kesehatan pertama. Kami tidak tahu apa yang menjadi acuan penilaian kesehatan, sehingga ada kecurigaan akan adanya potensi kecurangan,” tambahnya.

Menurut catatan keluarga, Febrian mencatatkan nilai sebagai berikut:

  • SKD: 301 (melebihi target minimum 230)
  • Kesehatan 1: 50
  • Psikotes 1: 61
  • Kesehatan 2: 50
  • Tes Kesehatan Jasmani: 72
  • Penampilan: 62,90

Meskipun nilai-nilai ini tergolong baik, Maria mempertanyakan standar penilaian kesehatan yang digunakan oleh panitia seleksi, yang tidak dijelaskan secara detail. “Ini merupakan kali kedua anak saya mengikuti tes IPDN. Kami sudah mempersiapkan dengan baik, bahkan mengirimnya ke bimbingan belajar khusus. Namun, hasil ini sangat mengecewakan,” katanya.

Sebagai orang tua, Maria menyatakan akan menempuh langkah lebih lanjut dengan melibatkan teman-teman media untuk menanyakan secara langsung kepada panitia penyelenggara terkait proses dan kinerja mereka. “Kami berharap ada kejelasan dan transparansi dari pihak penyelenggara, karena pengumuman hasil kali ini tidak seperti tes sebelumnya, di mana hasil langsung diumumkan secara terbuka,” tutupnya.

Pihak keluarga juga merujuk pada surat pengumuman yang mereka terima, di mana tertulis bahwa jika terdapat kekeliruan dalam Surat Keputusan (SK) tersebut, maka akan dilakukan perbaikan.

Peristiwa ini menjadi penanda akan pentingnya transparansi dalam proses penerimaan perguruan tinggi ikatan dinas, khususnya bagi calon peserta dari daerah terpencil seperti Papua Selatan.

Keberatan Maria mencerminkan harapan besar masyarakat terhadap seleksi yang adil dan terbuka, terutama dalam memfasilitasi akses pendidikan berkualitas bagi putra-putri daerah.