Layangan Putus dan Pelajaran bagi Partai Politik

Poster layangan putus/Net
Poster layangan putus/Net

HEBOH! Para penonton menyaksikan akhir miniseri “Layangan Putus” dengan penuh perasaan. Serial yang ditanyangkan platform digital ini mengundang banyak perhatian.


Cerita yang diangkat dari kisah nyata yang lebih dulu viral di media sosial, kemudian meledak ketika diangkat ke layar kaca.

Bagi sebagian kalangan kisah Kinan, Aris, dan Lidia merupakan bentuk relasi yang terjadi dalam kehidupan keseharian. Motif asmara segitiga, kisah perselingkungan dan romansa pasangan dalam pernikahan menjadi bagian yang tidak terpisahkan.

Jelas tulisan ini berupaya mengambil analogi dari perumpamaan yang terdapat di dalam cerita tersebut menjadi inspirasi pembelajaran manajemen produk maupun merek, termasuk bagi partai politik. Tentu tanpa bermaksud untuk mencoba menyederhanakan persoalan cinta yang rumit tersebut.

Ketatnya Kompetisi

Pada realitas yang terjadi di dunia produk maupun merek, maka kesetiaan pelanggan adalah hal yang mahal harganya. Tidak mudah berhadapan dengan selera konsumen yang selalu mengalami perubahan. Tren pola konsumsi terjadi secara fluktuatif, terlebih di era disrupsi digital saat ini.

Pilihan pemilih dalam konteks politik bersifat cair, tidak bisa diformalisasi menjadi bentuk yang lebih rigid. Memastikan tema yang menjadi kepentingan utama publik adalah hal utama. Partai politik tidak bisa melepaskan diri dari fitrahnya sebagai agregasi dan kanalisasi kehendak publik itu sendiri.

Demikian pula kesetiaan mas Aris mahal, berbayar penthouse mewah bagi Lidia dibandingkan Kinan. Satu hal yang harus dipahami dalam konteks produk maupun merek, upaya mempertahankan pelanggan adalah kunci bagi keberhasilan mendapatkan pangsa pasar dan merawat eksistensi dari produk/ merek.

Di ranah partai politik, upaya untuk dapat mempertahankan pemilih dengan memastikan kesepahaman pada ideologi perjuangan adalah hal tersulit, tetapi efeknya jangka panjang, sementara itu strategi vote buying adalah kebiasaan yang dilakukan dalam perilaku mencari angka dukungan bersifat mahal dan short term.

Di sisi lain, kita beroleh pengetahuan bahwa produk maupun merek baru yang bertindak selaku pendatang, akan selalu menggoda konsumen. Menyandingkan dirinya dengan produk sekaligus merek lama yang bisa jadi terlihat tidak lagi menarik.

Dilema mas Aris berjumpa Lidia, sementara dalam relasi pernikahan dengan Kinan adalah gambaran hal tersebut.

 

Oleh karena itu partai dan aktor politik, tidak hanya harus merawat basis dukungan tetapi juga mencermati keberadaan partai-partai lain termasuk partai baru yang membawa persepsi dan harapan baru ditengah kejenuhan publik akan politik nasional.

Pemaknaan my dream -mimpi yang dimiliki oleh produk maupun merek, seharusnya berubah dalam orientasi konsumen menjadi our dream -mimpi bersama, bahkan dituntut untuk bisa melampaui harapan yang diinginkan konsumen.

Di sini perspektif produk/ merek harus berada dalam sudut pandang kebutuhan dan kepentingan konsumen -customer’s perspective.

Dalam hal ini, partai politik harus mampu menjaga reputasi dalam memenuhi kepentingan publik, sekaligus tidak bertindak sebagai bagian dari musuh publik, semisal memastikan partai bebas korupsi atau mengusung agenda yang selaras opini publik.

Dalam kehidupan digital, pola perilaku konsumen berubah. Pelanggan menjadi bagian penting dari perkembangan daur hidup produk ataupun merek. Skemanya berubah tidak hanya dari produsen ke konsumen tetapi sekaligus menjadi kolaborasi produsen-konsumen (prosumer).

Suara dan aspirasi publik tidak hanya perlu didengar, tetapi juga diartikulasikan. Hal ini yang kerap menjadi blunder dari partai politik dalam level kekuasaan eksekutif adalah merumuskan sebuah kebijakan, yang justru meniadakan penjaringan suara publik.

Pelanggan adalah tujuan yang ingin dicapai, dan untuk itu tidak ada hal lain yang perlu dilakukan kecuali berupaya memahami dan mengerti bagaimana konsumen ingin dipuaskan melalui produk maupun merek yang kita miliki.

Kita adalah Kinan dalam industri yang semakin kompetitif penuh persaingan. Begitu pula dalam kajian politik.

Pentingnya Komunikasi Produk dan Merek

Pada akhirnya, hal terpenting yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana pasangan Aris dan Kinan kemudian menyikapi permasalahan yang dihadapi, seiring dengan keterlibatan Lidia dalam kisah percintaan mereka.

Hal ini terjadi juga pada manajemen produk dan merek, karena itu dibutuhkan komunikasi yang baik dalam mempertahankan mahligai pernikahan antara produsen dan konsumen. Persoalan komunikasi juga perlu mendapatkan perhatian khusus dari partai politik.

Sebuah pesan politik harus tersampaikan efektif terlebih bagi kerangka internal struktur kepartaian agar terdengar serempak dan utuh. Di samping itu, alur komunikasi politik pada audiens eksternal perlu disusun dengan fokus yang tearah untuk tidak hanya mendapatkan popularitas, tetapi juga penerimaan -akseptabilitas hingga keterpilihan -elektabilitas.

Pola komunikasi dibangun dengan memperhatikan apa saja yang menjadi umpan balik -feedback dari konsumen. Sikap jujur dan terbuka produsen, menjadi bagian yang tidak terpisahkan untuk membangun kepercayaan -trust sehingga dapat mempertahankan loyalitas. Prinsip dasar ini juga wajib menjadi syarat komunikasi partai politik.

Meski kemudian pada akhirnya produsen ataupun merek sangat mungkin ditinggalkan oleh konsumen, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah evaluasi produk. Perlu dicatat apa saja yang menjadi fokus konsumen, mungkin sudah saatnya melakukan perbaharuan -renewal product-brand.

Partai politik adalah produk sosial yang luwes, serta beradaptasi dengan periode masanya. Karena itu pula, maka upaya reposisi dan pembentukan ulang citra partai perlu dibenahi secara berkelanjutan. Tidak hanya melakukan pencitraan dalam kerangka retorika, tetapi memastikan bentuk formulasi yang riil bagi solusi problematika publik.

Di era digital, di mana banjir informasi terjadi, maka hal-hal yang perlu dipastikan tidak hanya aspek rasional untuk menjaga pelanggan dari gempuran produk baru, tetapi juga membutuhkan jalinan dan ikatan emosional.

Upaya retensi pelanggan dan komunikasi menjadi mutlak diperlukan. Partai dan aktor politik perlu memastikan hal tersebut.

Dibagian akhir, catatan ini sekali lagi bersifat ilustrasi atas hype kisah Layangan Putus dan tidak terkait secara personal pada aspek kisah kasih antarmanusia di dalam ceritanya.

Tentu saja dalam kisah kompetisi produk dan merek, kita akan selalu bertindak selayaknya Kinan, Aris dan Lidia. Semoga saja ini bisa menjadi catatan bagi para aktor dan partai politiknya.

"Penulis tengah menempuh Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid