DENDANG politik mulai disuguhkan para elite politik yg berkumpul di partai-partai politik (parpol) besar. Masing-masing parpol sedang mencari frekuensi dan tone yang sama terutama dalam merebut kemenangan pemilihan Presiden-Wapres 2024.
- Bahlil dan Agus Kartasasmita Diduga Punya Masalah yang Mirip Airlangga Hartarto
- Makna Teologis Integrasi Papua
- Memahami Perjuangan dan Ekistensi DPRK Berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2021 dan PP No.106 Tahun 2021
Baca Juga
Bagi publik, kita perlu berkaca pada Pilpres 2019, energi publik diperas dan diseret pada keterbelahan politik akibat pilihan yang berbeda. Dan residunya hingga saat ini masih mengakar di benak publik, kendati para aktor-aktor elite politik pada 2019 sudah akur “bercumbu”, tertawa terbahak-bahak bersama. Para elite politisi itu tidak perduli, apakah residu itu masih bersamayam atau tidak.
Saat ini, 2023, publik dipertontonkan lagi dengan agenda setting yang sama, Keterbelahan laten pun mulai menyeruak. Di pelbagai grup WA, Twitter, dan medsos lainnya, simptom itu mulai berkabar ke publik.
Saling sumpah serapah mulai menonjol, saling mengerdilkan dan menghina anginnya sudah terasa menguat.
Identitas suku, etnis, agama, trah, dan lainnya mulai dieksploitasi dan diseret-seret sebagai “bahan bakar empuk” pemantik untuk saling menjatuhkan. Padahal di grup-grup medsos itu, tampaknya belum ada yang resmi sebagai afiliator pasangan calon pilpres, karena memang belum ada yang resmi dideklarasikan.
Memang, publik yang cerdas tentu harus berkaca pada masa lalu. Kita tidak ingin kembali sebagai “keledai yang jatuh ke dalam lubang yang sama dua kali”. Dan galibnya, keledai itu hanya dijadikan kuda tunggangan.
Apakah kita ingin kembali menjadi keledai yang bodoh alias globlok? Aktor-aktor penunggangnya saat ini belum banyak berubah. Bohir alias penyandang dana alias investor politiknya belum banyak berubah. Oligarkinya sama. Semua masih menggunakan topeng2 kepalsuannya.
Janganlah mendaur-ulang kebodohan lagi! Sudahilah saling caci-maki.
Saya teringat ucapan filsuf Spanyol George Santayana (1863-1952): “...Mereka yang tidak mengambil pelajaran dari sejarah, maka mereka ditakdirkan untuk mengulanginya,”
Tentu, saya ingat pula pesan Nabi: “Seorang mukmin tidak akan masuk ke dalam lubang yang sama dua kali.” (Shahih Muslim No. 5317).
*Penulis adalah Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD)
- Ketum JMSI: Mudah Mengetahui Media Kredibel, Bisa Cari di Website Dewan Pers
- Pencawapresan Gibran Bertentangan dengan Putusan MK No 141
- Harmoni Hukum untuk Pemuda Berkarya di Kabupaten Merauke: Membangun Kesadaran Hukum dan Kepemimpinan Generasi Berintegritas