Memahami Perjuangan dan Ekistensi DPRK Berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2021 dan PP No.106 Tahun 2021

Burhanuddin Zein
Burhanuddin Zein

Perjuangan Menghadirkan Kursi DPRK.

Kajian terhadap eksistensi atau keberadaan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Propinsi Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten, telah kami mulai sejak tahun 2017 sebagaimana terurai dalam Media Jubi Online tanggal 17 Agustus 2017. Ketika itu Gubernur Papua belum juga mau menghadirkan Anggota DPRP dengan mekanisme pengangkatan, padahal ini wajib dilakukan karena perintah pasal 6 UU Nomor 21 Tahun 2001, yang mengatur “ bahwa keanggotan DPRP terdiri dari 2 ( dua ) unsur yaitu, Unsur Keanggotaan yang dipilih melalui Pemilihan Umum Legislatif dan Unsur Keanggotaan yang diangkat, yang mana mekanisme pemilihannya akan diatur secara tersendiri, dengan regulasi teknis pelaksana yaitu Peraturan Daerah Khusus Propinsi Papua. Kepada Gubernur Papua kami menyampaikan, bahwa seharusnya sejak tahun 2002, atau setidak-tidaknya sejak DPRP Periode 2004 – 2009 telah diangkat Anggota DPRP dari Unsur Pengangkatan yaitu dikhususkan dari Orang Asli Papua (OAP), namun dalam kurun waktu 2002 sampai dengan tahun 2017, pemerintah belum beri’tikad untuk menghadirkan keanggotaan jalur afirmasi bagi OAP.

Pembahasan dan Kajian terkait Pengangkatan Anggota DPR Papua juga menjadi Kajian Utama kami dan dinyatakan lulus dalam Ujian Kualifikasi Doktor kami pada Program Doktor Ilmu Hukum (PDIH) Universitas Brawijaya Malang 18 Nopemner 2018, dengan Judul “ Politik Hukum Pengangkatan Anggota DPRP Berdasarkan UU Nomor.21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Kkhusus Bagi Propinsi Papua”.  

Dari sisi kajian Hukum Tata Negara khsusunya Hukum Administrasi Negara dan Hukum Pemerintahan Daerah, maka ketidak beradaan Anggota Pengangkatan dalam Komposisi DPRP Periode 2004 - 2009, 2009 - 2014,dan 2014 – 2019, sangat berpengaruh kepada legitimasi setiap Produk Hukum Legislatif Daerah, ambil contoh, dalam menetapkan Perdasus tentang APBD Propinsi, sidang DPRP hanya terdiri dari satu unsur keanggotaan, dan kekosongan ini berjalan bertahun - tahun, sikap pembiaran ini masuk dalam tindakan melawan dan atau melanggar hukum oleh Pemerintah atau Penguasa atau Onrechtmatige Overheidsdaad.

Akhirnya melalui perjuangan panjang dari aktifis pejungan otsus, yaitu Bapak Jhon Gobay dan teman-teman, termasuk Saudari Terkasih Almarhum Namuk Maria Maglena Kaize, terwujudlah Pengangkatan Anggota DPRP Unsur OAP melalui jalur afirmasi atau pengangkatan ditahun 2018 untuk pertama kalinya.

Perjuangan ini pun berlanjut, ketika Pemilu Legislatif 2019, banyak anak-anak malind dan OAP lainnya yang kemudian harus menerima kanyataan kalah dalam pileg, dan mereka menyadari betul bahwa perjuangan untuk menjadi  menjadi anggota DPRD itu sangat berat, karena bukan hanya bermodal kemauan dan luasnya lingkup pergaulan, tetapi harus memiliki kesiapan mental dan finansial yang cukup, untuk membiayai setiap kegiatan sosialisasi dan kampanye caleg, termasuk transportasi caleg untuk sampai ke daerah pemilihannya, dan itu pembiayaan yang bukan sedikit.

Atas dasar situasi after pileg tahun 2019 itulah maka beberapa Tokoh Malind menemui Bupati Merauke dan meminta dukungan atas beberapa langkah postif yang akan dilakukan oleh Para Tokoh Malind dan Pemuda Malind, yang mana beberapa dari tokoh ini juga termasuk caleg yang tidak lolos dalam pileg 2019.           

Ketika tahun 2019 itu kami menyusun satu konsep pergerakan yang berbasis kultural, yaitu dengan menggelar Tikar Adat Suku Malind,  Kegiatan ini langsung dibawah tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Merauke dan LMA Papua. Dari hasil Sidang Adat 4 Golongan Suku Bangsa Malind 3 Juni 2019, maka tercetuslah beberapa tuntutan yang ditujukan kepada Pemerintah Negara Republik Indonesia. Salah satu dari tuntutan tersebut adalah, meminta Presiden Republik Indonesia Ir.H. Jokowidodo untuk membentuk regulasi dalam bentuk Peraturan Presiden  (Perpres) yang mengatur tentang Penambahan Jumlah Kursi pada DPRD Kabupaten dengan mekanisme Pengangkatan dari unsur OAP yang berbasis bukan pada Partai Politik tetapi berbasis pada Masyarakat Adat, persis seperti  Anggota DPRP Unsur dari Pengangkatan.

Dasar pemikiran kami adalah, kalau OAP tidak diberikan pintu selain mengikuti pileg untuk masuk dalam DPRD di Kabupaten, maka DPRD akan dikuasai atau didominasi oleh para Legislator Non OAP, dan hal ini telah terbukti dengan menurunnya grafik jumlah keanggotan OAP di DPRD Kabupaten Merauke, yang mana sesuai data, pada periode tahun 2004 - 2009 jumlah OAP di dalam DPRD Kabuapen Merauke berjumlah 11 orang, pada tahun 2009 – 2014 jumlah OAP dalam DPRD Kabupaten Merauke berjumlah 9 orang,  pada tahun 2009 – 2014 jumlah OAP dalam DPRD Kabupaten Merauke berjumlah 9 orang, pada tahun 2014 – 2019 jumlah OAP dalam DPRD Kabupaten Merauke berjumlah 7 orang, dan pada tahun 2019 – 2024 jumlah OAP dalam DPRD Kabupaten Merauke tersisa 3 orang.

Dasar pemikiran lainnya yaitu, kalau di DPR Papua dapat diadakan Pangangkatan Anggota di DPR Papua, mengapa di Kabupaten tidak diadakan, padahal kalau kita berbicara otonomi itu ada pada daerah yaitu Kabuapten dan Kota, karena rakyat negara ini berada di daerah, atas dasar inilah maka perjuangan untuk menghadirkan kursi tambahan dalam kerangka otonomi khusus pada DPRD Kabupaten dan Kota mulai bergerak.      

Tuntutan kepada Presiden RI untuk membentuk Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tentang Penambahan Jumlah Kursi pada DPRD Kabupaten dengan mekanisme Pengangkatan dari unsur OAP tersebut, kemudian Draf Rancangan Pepres diserahkan oleh Sekretaris LMA Papua Bapak Paskalis Netep kepada Bupati Merauke untuk ditindaklanjuti penyampaiannya bersama – sama DPRD Kabupaten Merauke kepada Presiden Republik Indonesia melalui Staf Khusus Presiden RI Bapak Lenis Kogoya yang juga sebagai Ketua LMA Papua. Draf Rancangan Pepres tersebut juga di serahkan kepada Rektor Universitas Cenderawasih yaitu Dr. Apollo Safanpo, yang hadir dalam Gelar Sidang Adat – Tikar Adat Suku Bangsa Malind tanggal 3 Juni 2019 di Halaman Kantor Bupati Merauke, untuk selanjutnya Draf Rancangan ini akan dikaji secara ilmiah dalam bentuk Naskah Akademik, untuk disampaikan secara bersama-sama Bupati kepada Presiden RI.   

Adapun hasil dari perjuangan Tikar Adat Suku Bangsa Malind 3 Juni 2019 ini, adalah denan lahirnya Pasal 6A  UU Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Perubahan Kedua dari UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua. 

Kita patut memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Presiden RI, karena Hasil Sidang Adat – Tikar Adat Suku Bangsa Malind dijawab dengan pasal 6A dalam Undang- Undang Otsus, bukan dengan Perpres, ini artinya Presiden dan DPR RI, atas nama Negara Republik Indonesia sangat menghormati Hasil Sidang Adat dan sangat memahami permasalahan politik khususnya minimnya jumlah OAP yang duduk sebagai Anggota DPRD Kabupaten dan Kota termasuk DPR Propinsi.   

Berikut kutipan Pasal 6A Undang – Undang Nomor 2021, Tentang Perubahan Kedua dari UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua :

(1). DRK terdiri atas anggota yang: 

a. dipilih dalam pemilihan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 

b. diangkat dari unsur Orang Asli Papua. 

(2). Anggota DPRK yang diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berjumlah sebanyak % (satu per empat) kali dari jumlah anggota DPRK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.    

Berkah dari Perjuangan menghadirkan Pasal 6A ini, saat ini akan ada 255 OAP yang akan diangkat sebagai Anggota DPR Kabupaten / Kota setanah papua Periode Tahun 2024 – 2029, khusus untuk Kabupaten Merauke ada 8 Orang Asli Malind yang akan duduk sebagai representatif Masyarakat Adat Malind di DPR Kabupaten Merauke.

Perjuangan yang besar ini tentunya didukung oleh orang – orang yang peduli, yaitu orang – oang yang mampu berpikir jauh kedepan, yang mampu memproteksi peran aktif dan peran terdepan OAP dalam setiap pengambilan keputusan demi masa depan Tanah Papua dan Kesejahteraan OAP dalam Kerangka Negara Republik Indonesia.     

Ada sejumlah Tokoh Adat Malind, Tokoh Malind, Tokoh Inteletual Malind yang terlibat dalam Pergerakan Gelar Tikar Adat secara aktif, antara lain : Drs. Yohanes Gluba Gebze, Burhanuddin Zein, S.HM.H., Yohanes Mb. Mahuze, Gervasius Wane Mahuze, Kasimirus Kaize,  Ir. Leonardus Mahuze, Frederikus Mahuze, Yoseph Albin Gebze, Hendrikus Hengky Ndiken, H. Ahmad Waros Gebze, S.H., Hary Ndiken, Matheus Liem Gebze,  S.H., Rafael Ndiken, Vinsen Gebze, Romanus Benggo Gebze, Johan Gebze, Timotius Gedy, Rendy Ndiken, Yerima Mahuze, Margaretha Mahuze, Herland Gebze, Boby Rumangun, Frederikus Deky Salima dan lainnya yang tak tersebut satu persatu.       

Pengaturan DPR Propinsi dan DPR Kabupaten Lebih lanjut. 

Setelah di atur Pasal 6A UU Nomor 2 Tahun 2021, maka untuk pengaturan lebih lanjut, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua. PP itu mengatur pengisian anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK) oleh orang asli Papua (OAP).

Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2021 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua.

Ada empat ruang lingkup yang dijelaskan dalam PP ini sebagaimana diatur di Pasal 3, yaitu :

a. Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;

b. Pengisian anggota DPRP dan DPRK yang diangkat dari unsur OAP;

c. Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua; dan

d. Pemekaran daerah.

Aturan mengenai anggota DPRP dan DPRK yang diangkat dari unsur orang asli Papua dijelaskan di BAB III. Pasal 32 menjelaskan DPRP terdiri dari dua elemen. Pasal 32 

DPRP terdiri atas anggota yang:

a. dipilih dalam pemilihan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

b. diangkat dari unsur OAP.

Masa jabatan anggota DPRP yang diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah selama 5 (lima) tahun dan berakhir bersamaan dengan masa jabatan anggota DPRP yang dipilih melalui pemilihan umum.

Anggota DPRP yang diangkat menduduki salah satu unsur wakil ketua DPRP.

Penugasan salah satu anggota DPRP yang diangkat menjadi wakil ketua DPRP ditetapkan berdasarkan musyawarah dan/atau mekanisme pengambilan keputusan lainnya oleh anggota DPRP yang diangkat.

Unsur wakil ketua DPRP yang diangkat melalui mekanisme pengangkatan tidak mengurangi jumlah unsur pimpinan yang berasal dari partai politik hasil pemilihan umum.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan DPRP.

Dalam Pasal 34, diatur mengenai, Kedudukan, susunan, tugas, wewenang, hak dan tanggung jawab, keanggotaan, pimpinan, dan alat kelengkapan DPRP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Anggota DPRP yang diangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b berjumlah 1/4 (satu per empat) kali dari jumlah anggota DPRP yang dipilih melalui pemilihan umum. Peresmian pengesahan pengangkatan dan pemberhentian keanggotaan DPRP yang diangkat dilakukan dengan Keputusan Menteri. 

Sedangkan ketentuan mengenai pengangkatan anggota DPRK dijelaskan di bagian selanjutnya. Susunan keanggotaan DPRK dijelaskan di Pasal 42.

(1) DPRK terdiri atas anggota yang:

a. dipilih dalam pemilihan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

b. diangkat dari unsur OAP.

Masa jabatan anggota DPRK yang diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf b adalah selama 5 (lima) tahun dan berakhir bersamaan dengan masa jabatan anggota DPRK yang dipilih melalui pemilihan umum.

Anggota DPRK yang diangkat menduduki salah satu unsur wakil ketua DPRK

Penugasan salah satu anggota DPRK yang diangkat menjadi wakil ketua DPRK ditetapkan berdasarkan musyawarah dan/atau mekanisme pengambilan keputusan lainnya oleh anggota DPRK yang diangkat. Unsur wakil ketua DPRK mekanisme pengangkatan tidak mengurangi jumlah unsur pimpinan yang berasal dari partai politik hasil pemilihan umum.

Khusus untuk Daerah Otonomi Baru seperti Propinsi Papau Selatan, pengaturan lebih lanjut yang bersifat teknis mengenai Proses atau Mekanisme Pengangkatan Anggota DPR Papua Selatan dan DPR Kabupaten Merauke, Mappi, Asamat dan Boven Digoel, menunggu terbitnya Peraturan Gubernur sebagai Produk Hukum Pemerintah Propinsi selama belum terbentuknya DPR Papua Selatan yang berwenang menatapkan Perdasus.  ( Penulis : Dosen Hukum Tata Negara FH Unmus – Merauke, 23 Maret 2024)

Penulis: adalah Burhanuddin Zein, Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unmus