Menjaga Netralitas dari Hulu: Peran Masyarakat dalam Rekrutmen PPD

 Dahlan, Komisioner Bawaslu Kabupaten Biak Numfor atau Dosen IISIP Yapis Biak
Dahlan, Komisioner Bawaslu Kabupaten Biak Numfor atau Dosen IISIP Yapis Biak

Proses seleksi PPD yang saat ini tengah berlangsung menjadi ujian awal atas komitmen semua pihak dalam menjaga kedaulatan rakyat. Di sinilah peran masyarakat menjadi krusial: memastikan bahwa calon yang terpilih adalah sosok yang profesional, netral, dan berintegritas tinggi.

Netralitas penyelenggara pemilu bukan semata isu etik kelembagaan, melainkan persoalan legitimasi dan kepercayaan publik. Penelitian David Gill dan Ferrín (2020) dalam konteks demokrasi global menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap lembaga pemilu sangat ditentukan oleh persepsi publik terhadap tahap-tahap awal, terutama rekrutmen penyelenggara yang bebas dari konflik kepentingan dan intervensi politik.

Di Biak Numfor, laporan masyarakat sebelumnya menunjukkan adanya ketidaktransparanan dalam seleksi PPD, termasuk dugaan afiliasi politik calon terhadap peserta pemilu tertentu. Hal ini tentu menjadi alarm bagi kita semua bahwa pembenahan harus dimulai dari tahap rekrutmen, bukan setelah pelanggaran terjadi.

Teori procedural fairness yang dikembangkan Tyler (2021) menegaskan bahwa persepsi keadilan dalam proses mempengaruhi kepatuhan dan partisipasi warga negara. Dalam konteks ini, keterbukaan dan akuntabilitas rekrutmen badan ad hoc menjadi penentu apakah masyarakat merasa dilibatkan atau justru dimarginalkan. Tanggapan dan masukan masyarakat terhadap calon anggota PPD pada 10–11 Mei 2025 bukan sekadar formalitas administratif, tetapi momentum pengawasan partisipatif yang harus dioptimalkan oleh seluruh elemen warga.

Komitmen KPU untuk menyelenggarakan rekrutmen berdasarkan prinsip imparsialitas dan meritokrasi patut diapresiasi. Namun, dalam konteks Papua yang bercorak geografis kepulauan dan kaya akan struktur sosial adat, dukungan masyarakat lokal menjadi sangat penting. Pengalaman tokoh adat, pemuda, tokoh agama, dan perempuan seringkali lebih akurat dalam menilai latar belakang calon dibandingkan penilaian administratif semata.

Partisipasi masyarakat ini juga sejalan dengan pendekatan democratic accountability dalam tata kelola pemerintahan lokal. Warren (2022) menekankan bahwa institusi demokratis hanya akan efektif jika warga diberdayakan sejak awal, termasuk dalam seleksi personel teknis seperti PPD. Oleh karena itu, ruang-ruang partisipatif yang dibuka melalui masa tanggapan masyarakat, pengisian kekosongan, hingga klarifikasi terhadap calon, harus benar-benar dimanfaatkan bukan hanya oleh lembaga pengawas, tetapi juga oleh masyarakat sipil.

Momentum PSU ini harus dijadikan kesempatan untuk memperbaiki praktik pemilu kita dari hulu, bukan hanya menambal di hilir. Bila badan ad hoc yang disiapkan sejak awal memiliki standar etika yang kuat, maka potensi pelanggaran dapat dicegah sebelum terjadi.

Sebaliknya, bila proses ini diabaikan atau didominasi oleh elit politik tertentu, maka seluruh proses demokrasi berpotensi ternodai. Karena itulah, menjaga netralitas dari hulu berarti membangun pondasi demokrasi yang tidak mudah retak oleh intervensi kekuasaan maupun uang.

Pemilu adalah instrumen kedaulatan rakyat. Bila penyelenggaranya tidak netral, maka yang dikorbankan bukan hanya hasil politik, melainkan kepercayaan dan kehormatan rakyat itu sendiri. Maka dari itu, mari kita jadikan rekrutmen badan ad hoc ini sebagai tanggung jawab kolektif untuk memastikan PSU Papua nanti benar-benar menjadi pesta demokrasi yang bersih, adil, dan bermartabat.