Kuasa Hukum Klarifikasi Aksi Pemalangan SMA Negeri 3 Merauke: “Ini Soal Ganti Rugi yang Tak Diselesaikan Selama 9 Tahun”

Merauke — Kuasa hukum dari pihak yang mengklaim kepemilikan tanah di lokasi SMA Negeri 3 Merauke, Petrus Wekan, memberikan klarifikasi atas aksi pemalangan yang terjadi pada Kamis pagi, 15 Mei 2025. Menurutnya, aksi tersebut dilakukan oleh pemilik hak ulayat secara adat, dan bukan atas inisiatif kuasa hukum. Ia menegaskan bahwa pihaknya hanya mendampingi dalam proses mediasi bersama pemerintah daerah.


“Pemalangan dilakukan oleh pihak adat, bukan kami sebagai kuasa hukum. Kami hanya mendampingi dalam mediasi di ruang Kabag Hukum. Masalah utamanya adalah ganti rugi yang tidak diselesaikan selama sembilan tahun,” jelas Petrus Wekan.

Petrus menyebutkan bahwa pemerintah merespons secara positif dalam mediasi tersebut. Namun, proses penyelesaian terkendala karena aset sekolah tersebut hingga kini masih tercatat sebagai milik Provinsi Papua dan belum diserahkan ke Provinsi Papua Selatan. “Setelah proses penyerahan aset selesai, pemerintah akan mengundang kami untuk membicarakan penyelesaian lebih lanjut,” katanya.

Terkait tuntutan ganti rugi, Petrus menjelaskan bahwa nilai yang diminta mengacu pada NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) sebesar sekitar Rp12,7 miliar. “Kalau masuk pengadilan, nilainya bisa puluhan miliar. Tapi kami sepakat untuk mencari solusi bersama agar tidak sampai ke jalur hukum,” ujarnya.

Menanggapi informasi bahwa SMA Negeri 3 telah memenangkan gugatan di pengadilan, Petrus menegaskan bahwa hal itu tidak benar. “Putusan pengadilan bukan menyatakan mereka menang, tetapi menyatakan gugatan kami tidak dapat diterima karena cacat formil. Jadi bukan soal kalah atau menang, tapi karena alasan administrasi,” tegasnya.

Ia juga menyoroti bahwa berdasarkan surat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), tanah yang ditempati oleh SMA Negeri 3 belum memiliki sertifikat hak milik atas nama pemerintah. “Berdasarkan data BPN, tidak ada nomor hak atas bidang tanah itu. Artinya, bukti kepemilikan pemerintah belum ada. Ini yang kami pertanyakan,” tambahnya.

Mengenai pembukaan pemalangan, Petrus menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak dimaksudkan untuk mengganggu proses belajar-mengajar. “Pagi tadi memang sempat dipalang, tapi sudah dibuka sekitar pukul 09.30 WIT. Aksi ini murni untuk mendapatkan perhatian pemerintah, bukan untuk menghentikan kegiatan belajar,” pungkasnya.

Aksi pemalangan sebelumnya juga pernah terjadi dengan pihak yang sama, dan hingga kini belum ada penyelesaian yang tuntas. Pihak kuasa hukum berharap ke depan ada penyelesaian menyeluruh melalui dialog dengan pemerintah tanpa harus kembali menimbulkan gangguan di lingkungan pendidikan.