Protes pelarangan jilbab yang diberlakukan Kementerian Pendidikan India terus meluas. Reaksi keras pun terus bermunculan dari dunia internasional, termasuk Indonesia.
- Temuan Dinamika Survei: 86,70 Persen Publik Tak Setuju Pemilu Ditunda
- Kerukunan Tanimbar Dan Kawanua Provinsi Papua. Beridukungan Kaka Besar PW Sebagai Gubernur Papua
- Diperiksa Puspomad 12 Jam, Pelapor Jenderal Dudung Jawab 40 Pertanyaan dan Serahkan Bukti Pendukung
Baca Juga
"Kami mengutuk keras atas tindakan negara bagian di India sana yang melarang wanita muslimah berpakaian sesuai dengan keyakinan agamanya," tegas Ketua GNPF Ulama Binjai, Ustaz Sani Abdul Fatah, kepada Kantor Berita RMOLSumut, Senin (14/2).
Menurut Sani, sikap yang dikeluarkan Pemerintah India itu akan memancing reaksi dan sentimen agama di dunia internasional. Mengingat, selama ini, hubungan mesra di komunitas-komunitas warga keturunan Hindu India dan warga muslim sudah terjalin.
"Ini provokasi! Kami sampaikan kepada si presiden India itu, si Narendra Modi, bahwa warga negara Hindu India juga ada bertempat tinggal di negara-negara lain khususnya juga di Indonesia ini," kata Sani.
Sani berpendapat, tindakan pelarangan itu akan merusak upaya perdamaian dunia, di mana eskalasi kekerasan yang melibatkan dunia Islam di komunitas internasional beberapa tahun ini semakin menajam.
"Tindakan biadab mereka itu akan memicu konflik besar antaragama. Kebayang enggak kalau hal yang sama juga dilakukan oleh umat Islam di Indonesia dengan melarang nilai-nilai yang hidup di masyarakat keturunan India Hindu?" lanjut Sani.
Untuk itu, Sani mendesak agar Pemerintah India segera menghentikan kebijakan pelarangan menggunakan jilbab di lingkungan sekolah.
"Dunia sedang menunggu niat baik Pemerintah India untuk menghentikan potensi kerusuhan semakin luas," demikian Sani.
- KPK Menyambut Baik Inisiatif JMSI, ikut Kampanyekan Pemberantasan Korupsi di Tanah Air.
- Empat Kampung Bori Raya Siap Menangkan Calon Bupati dan Wakil Bupati Maybrat Murafer-Sollosa Periode 2024-2029
- Ketua KPU: Untuk Pemilu Serentak 2024, Opsi Kami Masih Februari