Pemertahanan Bahasa serta  Budaya Marori dan Kanum 

Agustinus Mahuze/ Budayawan
Agustinus Mahuze/ Budayawan

Perlu tulisan ilmiah yang mengakar untuk mengidentifikasi vitalitas bahasa Kanum khusus di daerah Pesisir   yang disebut dengan Kanum Baddi yakni dua kampung Onggaya dan Tomer .Dua kampung dengan karakteristik wilayah dan pertumbuhan yang berbeda bagi kepentingan pemertahanan bahasa dan Budaya.

A. Vitalitas dalam konsep sederhana 

Membandingkan soal vitalitas bahasa dari dua kampung ini dengan Orang Marori yang berada di kampung Wasur berbeda . Karena  didasarkan pada asumsi yang belum masih terbentuk dalam hipotesis sederhana tentang Arus Manusia dari Orang Kanum dan Marori yang berbeda .

Pertumbuhan dari arus demokrasi juga pada akhirnya mempengaruhi sikap orang -orang lokal terutama anak-anak serta orang tua Paruh Baya untuk bertindak dan mempelopori pemertahanan Bahasa . Apakah tingkat ketersesatan bahasa mereka saat  ini dalam kondisi yang baik merupakan suatu hal yang perlu digali berdasarkan gali lebih lanjut .Perlu pendalaman lebih lanjut terkait dengan identifikasi yang diberikan oleh Para ahli terkait  kesehatan suatu Bahasa. 

B. Pendekatan untuk Identifikasi vs Kebijakan Kampung

Pendekatan identifikasi untuk kehilangan sumber daya melalui kebijaksanaan terstruktur dari kampung, peran ini telah dijalankan dengan baik oleh satu kepala kampung yakni Onggaya . Senang berdiskusi dengan dia beberapa waktu yang lalu terkait dengan kunjungan Badan Bahasa Nasional bagi kepentingan Pemerintahan.

Kebijakan sederhana dari kampung pada akhirnya menggugah kesadaran orang Kampung sendiri untuk memanfaatkan resources  yang ada di kampung tersebut untuk masyarakatnya sendiri bagi kepentingan mereka sendiri .

Polanya terbawa baik jika melihat konteks komunikasi adat wilayah kanum . Jadi sebenarnya orang Kanum pada akhirnya didorong untuk mempertahankan bahasa dan adat mereka dengan cara sendiri . 

Pendekatan penelitian linguistik khususnya dokumentasi bahasa pada akhirnya merupakan upaya yang nyata untuk menyamakan persepsi terkait dengan pemertahan bahasa dan budaya dengan kebijakan kampung . Saya rasa untuk konsep pemertahanan Bahasa dan Budaya kanum Marori diarahkan untuk lahirnya semacam pusat linguistik /linguistik center di tiap kampung .

Mengingat karakteristik geografis dan situasi kampung serta aspek vitalnya maka setiap kampung khususnya daerah Onggaya dan Tomer serta wasur kampung. Linguistik center pada akhirnya adalah media belajar khusus bagi Orang-orang di kampung untuk meningkatkan literasi mereka terhadap bacaan -bacaan yang telah disusun berdasarkan hasil dokumentasi budaya melalui Teknologi digital video dan bacaaan .

C. Linguistik Center dan sosiolinguistik Bahasa. 

Pusat linguistik adalah cerminan dari kebijakan kampung untuk mempertahankan bahasa dan budaya mereka sendiri .  kehadiran ini pada akhirnya merupakan suatu bentuk tanggung jawab terhadap peningkatan kapasitas kelembagaan di kampung terutama lembaga masyarakat ada .Dengan penyediaan sarana serta peningkatan sumber daya lokal bagi kepentingan pemertahanan.

Dalam konteks tradisi Marori (kampung wasur ) Tomerau serta onggaya , rawa biru ,tomer , sota serta yanggandur maka kehadiran linguistik center pada akhirnya merupakan pendekatan baru untuk kepentingan pemertahanan. Jika linguistik center hadir maka sinergitas itu bisa dibangun melalui institusi pendidikan yang sudah ada . 

Model  yang paling baik bagi kebijakan kebijakan Pendidikan Muatan lokal mengambil sampel pada jenjang Pendidikan Satu atap Integrasi Wasur kampung .Institusi ini secara lengkap melaksanakan pendidikan berbagai jenjang .Jadi ini paling tepat untuk melaksanakan pilot project untuk kepentingan literasi bahasa asli.

Modelnya pada akhirnya  merupakan jawaban terhadap kehadiran pendidikan yang dibawah oleh Penutur asli  melalui kebijakan kepala kampung dengan lahir linguistik center dan ketersediaan lembaga pendidikan untuk menaungi kebijakan ini. Pilot project ini pada prinsipnya merupakan usaha sinergi untuk mendorong lahir kemelekan bahasa asli .Masih jauh bagi kita untuk menyiapkan perangkat hukum .Itu belakangan setelah konsep jadi .Saya pikir rekonstruksinya adalah menciptakan skema pemertahanan dulu.

D. Pendidikan satu atap Wasur kampung dan Geopolitik Bahasa. 

Jika lembaga pendidikan Satu atap terintegrasi wasur kampung menjadi pilot project untuk  pengembangan ajar lokal merauke maka pendekatan awal yang mesti kita terjemahkan adalah berbicara tentang aspek geopolitik bahasa artinya dengan bahasa apa yang dapat kita gunakan untuk kepentingan pengajaran berbasis kearifan lokal di Sekolah .Asumsinya adalah dipastikan untuk kepentingan Pilot project kita menggunakan Bahasa diantara dua ini untuk kepentingan pembelajaran Yakni kanum atau Marori .

Perlu kesepakatan yang bersinergi untuk menciptakan kepentingan pemertahanan bahasa khususnya di wilayah kanum dan Marori sehingga ada upaya untuk meningkatkan kapabiltas orang-orang lokal . Ketika pilot project ini berhasil maka upaya secara hukum adalah tanggung jawab moral yang mesti kita pikirkan dalam kerangka PERDA . Saya pikir PGRI punya kapasitas untuk berbicara dalam konteks ini .Naskah akademik disiapkan dan pilot Project didesain untuk kebijakan lebih lanjut.