Pemilik Hak Ulayat Pulau Gag Pertanyakan Hak-haknya di Pemda Raja Ampat

Yonas Gotta Ayello yang di dampingi oleh Kuasa Hukumnya, Markus Souissa dan Anggota MPR Papua Barat Yulianus Tebu saat mengelar konferensi pers terkait hak-hak pemilik ulayat tempat PT. Gag Nikel yang belum terbayarkan oleh pemerintah daerah Raja Ampat
Yonas Gotta Ayello yang di dampingi oleh Kuasa Hukumnya, Markus Souissa dan Anggota MPR Papua Barat Yulianus Tebu saat mengelar konferensi pers terkait hak-hak pemilik ulayat tempat PT. Gag Nikel yang belum terbayarkan oleh pemerintah daerah Raja Ampat

Pemilik hak ulayat pulau Gag, Suku Kawei Marga Ayello mempertanyakan hak-haknya yang selama ini belum di bayarkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Raja Ampat.


Dengan didampingi oleh kuasa hukumnya, Yonas Gotta Ayello tengah berupaya agar hak masyarajat adat khususnya marga Ayello yang merupakan pemilik hak ulayat tempat PT. Gag Nikel berada di realisasikan oleh Pemda Raja Ampat.

Marga Ayello terkesan dilupakan, oleh Pemerintah Kabupaten Raja Ampat, padahal tanah dimana tempat perusahaan bekerja adalah hak ulayatnya.

“ Kami berharap Kuasa Hukum dapat memperjuangkan apa yang menjadi hak kami. baik itu hak dasar dan hak kepemilikan, ” kata Yonas Gotta Ayello, Rabu 17 Mei 2023.

Ia menegaskan lahan tersebut merupakan miliknya, ada bukti lisan dan tertulis. Ada tanaman tumbuh dan dusun sagu yang yang menjadi milik marga Ayello

Yonas menambahkan sampai hari ini, marga Ayello belum mengetahui secara pasti berapa sumbangsih pendapatan daerah dari perusahaan Gag Nikel mendapatkan hasil.

Sejak tahun 2018 sampai dengan 2023 sudah sekian banyak hasil yang diambil dari tanah hak ulayatnya, namun ia tidak mengetahuinya pasti besarannya. 

Yonas Ayello mengatakan hak pemerintah dan adat sudah dibayarkan sejak tahun 1973, menurut kakeknya yang menyurat kepada PT Pasifik Nikel saat itu. Untuk PT Gag Nikel saat ini membayar ganti rugi tanah tempat perusahaan nikel itu beroperasi sampai hari ini belum di bayarkan

Yonas Ayello ungkapkan pemerintah belum membayar ganti rugi. Pernah dilakukan pembayaran, tapi itu hanya uang permisi.

” Jumlahnya kami tidak tahu, tapi setelah di kroscek oleh kuasa hukum kami baru tahu ada sekitar 550 Miliar,” ujar Yonas Ayello

Sementara anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) asal kabupaten Raja Ampat, Yulianus Tebu mengatakan telah mendapat laporan terkait permasalahan di PT Gag Nikel sejak 3 sampai 4 tahun lalu

Yulianus Tebu mengakui telah berkoordinasi dengan Kementrian ESDM untuk mencari tahu aktivitas PT Gag Nikel.

“ Kami juga membangun komunikasi dengan PT Gag Nikel juga DPR kabupaten Raja Ampat,” kata Yulianus Tebu.

Semuanya data-data telah ia dapatkan. Namun saja sesampainya di Kementrian ESDM, MRP tidak mempunyai kewenangan mengurus masalah pendapatan daerah maupun belanja daerah.

“ Kita hanya bisa menyarankan kepada pemda dan DPRD untuk melihat hak-hak masyarakat adat,” kata dia.

DPRK Raja Ampat telah menyetujui dikeluarkannya Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur hak-hak masyarakat adat.

Sebelum Perda itu dikeluarkan, Lanjut Yulianus Tebu katakan Bupati harus terlebih dulu membuat Peraturan Bupati (Perbub).

“ Nyatanya, sampai sekarang masyarkat belum menikmati haknya,” kata dia

Selama ini, Kata Yulianus Tebu perjuangan  apa yang dilakukan masyarakat sudah cukup, termasuk menyampaikannya ke pemda, MRP sehingga MRP langsung berkoordinasi dengan Kementrian ESDM juga DPR Raja Ampat serta Dinas Pertambangan Raja Ampat.

” Masyarakat bukan mencari-cari kesalahan pemda dan perusahaan melainkan menuntut hak mereka. Saya pikir itu hal yang wajar,” kata Yulianus.

Menurutnya, upaya-upaya untuk mendapatkan haknya, apa yang dilakukan masyarakat cukup baik. Mereka hanya menuntut haknya dengan cara-cara yang cukup baik, tak perlu melakukan pemalangan yang pada akhirnya merugikan negara.

” Saya dengan ibu Chistina Ayello berusaha menjaga agar tambang yang ada di kabupaten Raja Ampat tetap berjalan untuk investasi ke depan,” kata Yulianus.

Pemerintah daerah harus menanggapi serius apa yang disampaikan oleh masyarakat.

“ Jangan sampai masyarakat sudah tidak percaya lagi, akhirnya menggunakan cara-cara yang dapat merugikan semua pihak,” kata dia.