Sejarah Buruk Dua Tahun Tanpa Wakil Bupati Biak Numfor

Mores Kbarek (Kordinator GRAK Papua)
Mores Kbarek (Kordinator GRAK Papua)

Belakangan ini media sosial di ramaikan oleh berita dan status medsos kekosongan jabatan Wakil Bupati Biak Numfor. Politis, Akademisi, pejabat di tingkat provinsi hingga masyarakat awam turut mempertanyakan kapan kursi kosong wakil Bupati Biak terisi?

Bagaimana tidak, posisi Wakil Bupati di Biak ini sudah dua tahun terjadi kekosongan. Inikan presenden atau SEJARAH BURUK yang terjadi di masa kepemimpinan sekarang di Biak Numfor.

Herannya, kekosongan jabatan nomor dua di kabupaten ini terlalu sering dipertanyakan dari berbagai elemen masyarakat tetapi yang berwenang untuk melakukan proses tahapan dan pemilihan dalam hal pengisian kekosongan wakil bupati ini seperti bertelinga tebal.

Padahal, Regulasi yang mengatur tentang pengisian kekosongan wakil bupati sudah jelas, salah satunya dalam UU No. 10 tahun 2016 pasal 176 ayat 2 yang menyatakan bahwa Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung mengusulkan 2 (dua) orang calon Wakil Bupati kepada DPRD melalui Bupati untuk dipilih dalam rapat paripurna DPRD.  Sehingga jelas yang bertanggung jawab dalam mengisi kekosongan Wakil Bupati Biak Numfor adalah Partai Pengusung (PDI-P, Golkar dan Hanura), Bupati Biak Numfor, Herry Ario Nap dan DPRD Biak Numfor.

Namun realita saat ini kekosongan masih terjadi. Bupati Biak Numfor Herry Ario Nap pernah menyampaikan bahwa hingga saat ini Partai Pengusung belum mengusulkan nama kepada Bupati untuk dipilih dua orang. Hal ini bertolak belakang dengan Peryataan Partai pengusung yang menyatakan bahwa sudah ada sebelas nama yang telah mendaftarkan diri jadi cawabub di partai koalisi.

Seperti di lansir,  https://www.ceposonline.com/2020/10/09/11-nama-mendaftar-jadi-cawabup-di-parpol-koalisi/.  Ada 11 nama yang mendaftar di Koalisi BDHKN (koalisi yang mengusung pasangan Bupati Herry A. Naap dan Wakil Bupati terpilih Almarhum Nehemia Wospakrik)

yang di antara lain adalah  Harada Jimmy Adams Hegemur, Mulyana Andi Rifai, Calvin Masnembra, Alexander Baransano, John G. Morin, Josef O. Korwa, Melkiadek Mambiew, Anwar Akbar, Abdul Kadir, Markus W. Boekorsyom dan Jimmy Carter Rumbarar Kapisa.

Masyarakat dibingungkan karena Bupati melempar “bola panas” ini kepada koalisi sedangkan disatu sisi koalisi juga telah melaksanakan tahapannya. Mungkin lebih tepatnya seperti yang dikatakan oleh Sekda Papua bahwa “Semua itu dibawah kendali Bupati, karena kepala daerah yang punya hak kendalikan sistem pemerintahan dan bupati itu pembina politik. Jika bupati tidak mendorong Parpol, ya begitu, itu yang patut di curigai karena bupatilah yang harus mengatur sistem itu, sehingga menunda rekruitmen wakil bupati,” kata Sekda menjawab pertanyaan Kawat Timur, Kamis (07/01/2020).

Sekda Papua juga menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi telah menyurati Bupati Biak Numfor sudah empat kali namun belum direspon secara positif sehingga beliau menyampaikan bahwa hal ini patut “dicurigai”.

Bahkan DPRD Biak Numfor telah membentuk Panitia Pemilihan (Pansusli) dua kali dan telah dibubarkan karena habis masa kerja sehingga akan membentuk panitia pemilihan (Pansusli) yang ketiga kalinya lagi. Ini kan namanya pemborosan, karena setiap Pansusli yang terbentuk pasti biaya operasionalnya dibebankan pada keuangan daerah sedangkan target kerjanya tidak tercapai. DPRD sebagai representative rakyat Biak yang terpilih dari berbagai partai politik seharusnya juga memberi ketegasan-ketegasan tertentu untuk mendorong percepatan proses pemilihan wakil bupati Biak, namun hingga saat ini kelihatan bahwa DPRD Biak Numfor juga seperti ikut arus saja. Harapan kami, DPRD Biak Numfor bisa melakukan tindakan tegas, misalnya ketika Partai Pengusung atau Bupati belum mengusulkan dua calon maka DPRD Biak Numfor dapat menyurati ke tingkat atas dalam hal ini ke Mendagri atau Pimpinan Partai tingkat Pusat agar ada perintah tegas ke pimpinan Partai tingkat daerah dan Bupati sehingga proses ini tidak berlarut-larut. Namun sayangnya, DPRD Biak Numfor tidak mampu mengambil langkah-langkah tegas.

 Untuk menjadi perhatian bahwa tugas dan wewenang wakil bupati sangat vital dalam menjalankan roda pemerintahan. Dalam UU No. 23 Tahun 2014 jo UU No 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah di situ menguraikan tugas wakil kepala daerah. Khususnya UU No. 9 Tahun 2015 pasal 66 menyatakan: (1) Wakil Kepala Daerah mempunyai tugas: a. membantu kepala daerah dalam: 1. memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah; 2. mengoordinasikan kegiatan Perangkat Daerah dan menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan; 3. memantau dan  mengevaluasi   penyelenggaraan Pemerintahan Daerah  yang  dilaksanakan  oleh Perangkat Daerah  provinsi  bagi  wakil  gubernur; dan 4. memantau   dan   mengevaluasi   penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Perangkat Daerah kabupaten/kota,   kelurahan,   dan/atau Desa bagi wakil bupati/wali kota; b.  memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam pelaksanaan Pemerintahan Daerah; c. melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara; dan d. melaksanakan  tugas  lain  sesuai  dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.

Dasar Undang-Undang di atas ini memberi alasan betapa pentingnya ada wakil bupati, dan ketika tidak ada wakil bupati secara otomatis tugas fungsinya akan dilakukan oleh Bupati dan para asistennya. Hal ini mengakibatkan tidak maksimalnya kinerja pemerintah dan  terjadi kepincangan dalam menjalankan roda pemerintahan karena adanya  penambahan tugas. Yang dikuatirkan adalah hasil kerja tidak maksimal tetapi pembiayaan maksimal (ini juga namanya pemborosan). Tentu dengan adanya Wakil Bupati akan lebih baik dan maksimal kinerja pemerintah dan perlu diingat bahwa wakil bupati adalah kebutuhan pemerintah daerah dalam menjalankan tugas fungsi bukan sekedar jabatan. Alangka baiknya, Bupati dan Partai Pengusung lebih mengedepankan efek manfaat  adanya wakil Bupati Biak dari pada saling melempar “bola panas”, agar kekosongan ini dapat terisi.

Namun belum ada Wakil Bupati Biak Numfor hingga dua tahun ini, muncul pertanyaan, ada apa sebenarnya? Jangan karena kepentingan elit politik kemudian pelayanan kepada masyarakat dikorbankan. Sehingga baik Bupati Biak Numfor, Partai Pengusung dan DPRD Biak Numfor khususnya Panitia Pemilihan menurut saya telah membuat sejarah buruk di Biak Numfor pada periode ini. Dan untuk memperbaiki kondisi ini ya harapannya dalam waktu secepatnya Bupati bersama Partai Pengusung serta DPRD Biak Numfor  bisa bekerja sama secara professional dan proporsional untuk melaksanakan tahapan pengisian kekosongan wakil bupati ini sehingga posisi wakil bupati Biak Numfor dapat terisi. Terakhir yang perlu dipertanyakan adalah dalam dua (2) tahun ini DPRD selalu menganggarkan anggaran untuk Wakil Bupati Biak, kira-kira anggaran itu digunakan untuk apa? Siapa yang menggunakannya?

Penulis merupakan Alumni Sekolah Antikorupsi Indonesia (SAKTI)