Studi Implementasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022: Perlindungan Terhadap Produk UMKM

Pemerintah Indonesia telah melangkah tegas dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 yang mengatur larangan impor pakaian bekas. Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mendukung dan melindungi industri tekstil dalam negeri. 


Dalam kerangka yang sama, Kementerian Keuangan meresponsnya dengan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 24/KM.4/2022 yang mencantumkan barang-barang yang dilarang diimpor, termasuk pakaian bekas.

Berlandaskan pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 141/PMK.04/2020 tentang Pengawasan terhadap Impor dan Ekspor Barang Larangan dan/atau Pembatasan, pengawasan terhadap implementasi larangan impor ini jatuh di bawah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Namun, di Kota Merauke, perdagangan pakaian bekas impor, atau yang lebih dikenal sebagai "thrifting," masih tetap marak di beberapa area kota. Oleh karena itu, Tim Peneliti dari Universitas Musamus, dipimpin oleh Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Okto Irianto, SE, M.Si, Ak, telah melakukan studi mendalam tentang dampak perdagangan pakaian bekas impor ini terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal di Merauke. 

Selain itu, mereka juga mengkaji mekanisme pengawasan yang dijalankan oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Merauke.

Penelitian ini, yang telah dikemas sebagai Penelitian Unggulan Tingkat Fakultas, melibatkan dosen dari berbagai bidang keahlian serta mahasiswa Jurusan Akuntansi. Penelitian dimulai pada bulan Agustus dan diharapkan akan selesai pada bulan November 2023. 

Untuk mengumpulkan data, tim peneliti telah menyebarkan angket kuesioner kepada pemilik usaha "thrifting" dan pemilik toko oleh-oleh khas Merauke di Kota Merauke dan sekitarnya. Selain itu, mereka juga melakukan wawancara dengan pihak Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Merauke.

Hasil dari angket kuesioner dan wawancara kemudian dianalisis dan didiskusikan dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan di Hotel Care Inn, Merauke. 

Dalam FGD ini, narasumber utama adalah Nasri Wijaya, SH, S.Sos, MH, seorang akademisi di Jurusan Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Musamus, yang juga seorang pengajar Hukum Tata Negara. 

Dalam pemaparannya, Nasri Wijaya menyatakan bahwa maraknya perdagangan pakaian bekas impor di Indonesia, khususnya di Merauke, mencerminkan krisis nasionalisme di kalangan generasi muda.

Generasi muda cenderung memilih untuk membeli pakaian bekas yang masuk secara ilegal daripada mendukung produk lokal asli Merauke atau asli Indonesia. Situasi ini juga diperparah oleh kurangnya pengawasan dan penindakan oleh instansi terkait, yang membuat pakaian bekas tetap tersedia di pasaran.

Dalam sesi diskusi yang berlangsung, Ragil Yudy, SE, Kepala Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai serta Dukungan Teknis pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Merauke, memberikan respons yang sangat relevan. 

Ia menekankan pentingnya kerja sama antara berbagai instansi terkait dalam mengawasi dan menegakkan regulasi yang ada. Dalam konteks ini, Kantor Bea Cukai menjadi pemain kunci karena wilayah kerjanya yang berbatasan langsung dengan batas negara, baik darat maupun laut.

Oleh karena itu, kerja sama yang efektif dan koordinasi antara pemangku kepentingan menjadi sangat penting untuk mengatasi tantangan perdagangan pakaian bekas impor ini dan menjaga integritas industri dalam negeri.

Studi yang dilakukan oleh Universitas Musamus ini diharapkan akan memberikan wawasan yang berharga bagi pemerintah dan pemangku kepentingan dalam menghadapi tantangan perdagangan pakaian bekas impor, sambil tetap memastikan perlindungan yang adil terhadap produk-produk UMKM lokal. 

Lebih dari itu, penelitian ini juga menyoroti pentingnya memahami konsep nasionalisme di kalangan generasi muda dan mendukung tindakan nyata dalam mendukung produk lokal untuk membangun ekonomi yang berkelanjutan.