Mekanisme keserentakan di dalam pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) tahun 2024 mendatang diprediksi menimbulkan persoalan yang sama seperti tahun 2019 silam.
- KPU Tuntas Laksanakan PSU, PSL, dan PSS di 1.113 TPS
- Hasil Uji Kelayakan Anggota KPU-Bawaslu Diputus Malam Ini, DPR RI Diingatkan Penuhi 30 Persen Keterwakilan Perempuan
- Jokowi Setuju Jumlah Penonton MotoGP Naik Jadi 100 Ribu
Baca Juga
Pada Pemilu Serentak 2019 lalu, terdapat lima jenis pemilihan yang harus dijalani masyarakat, yakni pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, serta DPRD kabupaten dan kota.
Akibatnya saat itu ada sebanyak 894 petugas KPPS yang meninggal dunia karena kelelahan menjalani tugas kepemiluan.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustiyanti memandang, sistem keserentakan dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia tidak sempurna.
"Memang idealnya tidak pemilu serentak lima kotak seperti saat ini," ujar Khoirunnisa Nur Agustiyanti kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (3/2).
Ninis, sapaan Khoirunnisa ini menyayangkan dasar hukum pelaksanaan pemilu, yakni UU 7/2017 tentang Pemilu tidak dilakukan perbaikan. Padahal UU ini pula yang menjadi dasar pemilu dengan korban jiwa terbanyak di 2019.
Atas dasar itu, Ninis tak bisa menutup mata kemungkinan korban jiwa dari kalangan petugas KPPS di Pemilu Serentak 2024 mendatang.
"Tetapi tidak ada revisi UU Pemilu untuk Pemilu 2024 nanti. Sehingga nanti di 2024 akan sama dengan Pemilu 2019," demikian Ninis.
Protes keserentakan pemilu ini juga sebelumnya disampaikan mantan Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah. Dia mendorong agar Pemilu 2024 tak diadakan secara serentak.
Fahri mengusulkan, pemilihan anggota DPRD kabupaten dan kota digeser dari yang sebelumnya bersamaan dengan pemilihan DPR, menjadi bersama Pilkada.
- Gerakan Politik Nasionalis Ala Prabowo Berpeluang Menangkan Pilpres 2024
- Besok Giliran Demokrat Bakal Temui Nasdem
- Ketua KPUD Boven Digoel Imbau Jangan Ada Provokasi dalam Kampanye Terbuka