Majelis Rakyat Papua Barat Daya (MRPBD) melaporkan lima komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua Barat Daya ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Papau Barat Daya.
- DPRP dan KONI Merasa Heran, Kogres Asprov PSSI Papua Jalan Diam-diam Ada Apa ?
- Kenius Kogoya Unggul Versi Survei TBRC, Pemilihan Bupati Keerom 2024
- Pesan Kenius Kogoya Jelang Pilkada 2024, Masyarakat Tidak Terprovokasi Isu Politik Adu Domba, Sara Dan Politik Identitas
Baca Juga
Laporan tersebut melaporkan ketua KPU Papua Barat Daya, Andarias Kambu sebagai terlapor I, beserta anggota KPU Papua Barat Daya, Muhammad Gandhi Sirajudin terlapor II, Jefri Obet Kambu terlapor III, Fatmawati terlapor VI dan Alexander Duwit terlapor V.
Menurut kuasa hukum MRPBD, Muhammad Syukur Mandar mengatakan MRPBD keberatan dengan hasil putusan KPU Papua Barat Daya nomor 78 tahun 2024 tentang penetapan pasangan calon peserta pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur provinsi Papua Barat Daya.
Syukur Mandar menambahkan MRPBD mengadukan kelima komisioner KPU PBD ke Bawaslu terkait dugaan pelanggaran kode etik dan menganggap putusan nomor 78 tahun 2024 itu cacat dan batal demi hukum.
“ Karena itu kami menempuh jalur hukum dengan pertama melaporkan pelanggaran etik terhadap 5 anggota KPU Papua Barat Daya,” ujar Syukur Mandar di kantor Bawaslu Papua Barat Daya, Rabu, 24 September 2024.
Ia menganggap KPU PBD sebagai lembaga penyelenggara pemilu tidak dalam kedudukannya sebagai penyelenggara yang netral.
KPU PBD kalau netral, Lanjut Syukur Mandar tegaskan KPU PBD harus melaksanakan perintah Undang - undang sebagaimana yang diatur dalam ketentuan pasal 12 UU 21 Tahun 2001 dan Pasal 20 ayat 1 (a) tentang Majelis Rakyat Papua.
Hasil pleno KPU PBD pada 22 September 2023 kemarin, Kata dia, seharusnya mendahuluinya, karena setiap pasangan calon itu harus memenuhi persyaratan pencalonan dan persyaratan calon
Pakar hukum tata negara itu mengatakan persyaratan pencalonan itu kalau di perhatikan di dalam PKPU diatur dalam pasal 104, PKPU nomor 8 itu diatur dalam pasal 104. Persyaratan pencalonan itu menyangkut dengan dukungan partai politik dan partai politik mendaftarkan kepada KPU.
“ Tapi terkait dengan persyaratan calonsatu di antara peserta calon itu adalah orang asli papua. Di mana hal itu menjadi kewenangan mutlak dari MRP untuk menetapkan dalam bentuk pertimbangan dan persetujuan, KPU sudah mendapatkan pertimbangan dan persetujuan dari MRP,” jelasnya.
MRPBD tanggal 30 Agustus 2024 lalu telah memutuskan dari lima pasangan calon yang di usulkan MRPBD satu calon tidak memenuhi syarat sebagai orang asli Papua.
“ Ada lima pasangan calon yang diusulkan MPRBF dan empat dinyatakan memenuhi syarat orang asli Papua dan satu tidak penuhi syarat yaitu calon gubernur atas nama Abdul Faris Umlati dan pasangannya itu dinyatakan oleh MRPBD tidak memenuhi syarat orang asli papua,” ujarnya
Hasil putusan atau rekomdasi dari MRPBD itu, Kata Syukur Mandar, berdasarkan hasil verifikasi administrasi dan faktual yang melibatkan sejumlah tokoh adat dari asal calon dan akademisi sehingga yang bersangkutan dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai orang asli papua.
Atas dasar dugaan pelanggaran tersebut, MRPBD menempuh upaya hukum, pertama laporkan ke Bawaslu untuk mendapatkan penyelesaian kepastian terkait dengan pelanggaran administrasi dan pelanggaran tahapan, Yang kedua ia akan menempuh gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura.
“ Bila putusan Bawaslu tidak menggugurkan atau memberi rekomendasi kepada KPU untuk mencabut Putusan nomor 78 itu maka kita akan menempuh hukum dengan menggugat pada Pengadilan Tata Usaha Negara di Jayapura,” ujarnya.
Ia mengkritisi surat dinas yang di keluarkan oleh KPU RI Nomor :1718/PL.02.2-SD/05/2024 perihal pelaksanaan tahapan pencalonan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur pada daerah khusus Papua.
Dalam surat itu, Kata Syukur Mandar, memuat 11 item, pada poin 7 dan 10 menjadi landasan KPU PBD seman juklis untuk meloloskan calon yang dinyatakan oleh MRPBD bukan orang asli Papua.
“ Lihat surat KPU nomor 1718 yang dikirim itu memuat 11 item pada poin 7 dan poin 10. Bisa lihat surat edaran itu menjadi semacam juknis yang dipakai panduan oleh KPU Papua Barat daya untuk meloloskan calon yang dinyatakan tidak lolos oleh MRP,” ungkapnya.
Ia menggagap surat dinas dari KPU RI itu adalah surat kaleng, karena itu dia meminta KPU RI mencabut surat nomor 1718 karena merusak sistem pelaksanaan Pilkada di Papua.
“ Saya menganggapnya itu surat kaleng, karena itu pernyataan saya di depan seluruh media saya minta kepada KPU RI segera mencabut surat 1718 karena menurut saya dengan menggunakan kewenangannya KPU RI telah menyelewengkan dan membuat, merusak sistem pelaksanaan Pilkada di Papua secara khusus,” ujarnya.
Selain itu, KPU PBD menjadikan surat nomor 1718 sebagai panduan untuk melakukan verifikasi pendalaman dengan mencari pengakuan suku adat tertentu yang memberikan pengakuan pada pasangan calon yang dinyatakan tidak lolos oleh MRPBD
“ Karena itu surat itu kami memandang KPU RI juga terlibat dalam skenario besar meloloskan pasangan ini melalui surat 1718,” kata dia.
Karena itu, Ia juga akan melaporkan komisioner KPU RI ke Bawaslu RI Terkait dengan pelanggaran etik dan Perbuatan melawan hukum dalam kaitannya yang mengeluarkan surat itu, dan juga akan melaporkan lima komisioner KPU Papua Barat Daya ke DKPP dan komisioner KPU RI ke DKPP terkait dengan pelangaran etik yang di lakukan.
Ia mengakui MRPBD sudah berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia (Menkopulhukam RI) agar seluruh tahapan khususnya di Papua Barat Daya di tinju dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku termasuk penerapan Undang Undang Otsus nomor 2 tahun 2021
“ MRP sudah berkoordinasi dengan menkopulhukam tadi malam saya mendampingi dan beberapa menteri dalam waktu dekat mereka di terima,” kata dia.
Ia menegaskan point terakhir MRP adalah lembaga yang di bentuk undang undang yang memiliki fungsi melaksanakan pemilu bukan cuma KPU dan Bawaslu khususnya di Papua.

“ Khusus di Papua MRP meniliki fungsi melaksanakan pemilu, Kenapa? karena MRP adalah lembaga yang memiliki kewenangan yang menentukan syarat calon. Apa syarat calon, pasal 12 Orang asli Papua itu masuk kategori persyaratan calon bukan persyaratan pencalonan. Karena itu MRP merupakan unsur kelembagaan yang di bentuk UU yang memiliki fungsi pelaksanaan pemilu,” kata dia.
KPU harus memperhatikan itu sebagai tahapan yang harus dipertimbangkan dan dilaksanakan karena itu putusan MRP mengikat final dan bunding.
Putusan MRP itu tidak bisa di uji, kecuali di gugat di pengadilan bagi calon yang bersangkutan kalau merasa keputusan MRP itu merugikan dia boleh menggugat putusan MRP, bukan KPU yang di manfaatkan untuk menjalankan putusan sendiri yang menguntungkan pihak tertentu.
“ Ini yang kita persoalkan dan ini yang kita laporkan dari semua upaya hukum akan kita lakukan. Di awali dari menyampaikan laporan ini kepada bawaslu,” kata dia.
KPU PBD juga mengabaikan PKPU dan berpegang surat edaran 1718, selalu mengunakan norma yang di atur dalam putusan MK Nomor 29 tahun 2011, kalau anda lihat surat itu juga memuat tentang surat putusan MK 29 Tahun 2011.
Putusan MK 29 tahun 2011 itu benar menterjemahkan tentang orang asli Papua dalam dua pendekatan dan itu di adopsi dalam pasal 1 ayat 20 dan ayat 22. Orang asli Papua dilihat dalam 2 pendekatan, keturunan ras melanesia yang berdasarkan biologis kemudian pengakuan, itu MK terjemahkan.
“ Tetapi MK tidak mendisfikualikasi MRP memberikan pertimbangan dan persetujuan, MK menguatkan posisi MRP,” ujarnya.
Semestinya pasangan calon yang tidak sah atau memenuhi syarat sebagia orang asli Papua, boleh menggunakan lembaga adat di bawah MRP itu untuk mengugat putusan MRP kalau dia merasa orang asli Papua.
“ Itu prosedur hukumnya dan KPU sebelum mandapatkan orang asli Papua sebagai syarat calon, KPU belum boleh menetapkan pasangan calon, Kenapa, yang terjadi di Papua Barat Daya putusan MRP belum keluar KPU sudah menjalankan pasal 107 ayat 2,pasangan calon yang mendaftar semua dia kasih surat pengantar untuk periksa kesehatan." kata dia.
Ia mempertanyakan setiap calon yang mendaftar sebagai calon Gubernur dan wakil Gubernur memenuhi persyaratan pencalonan dan memenuhi syarat pencalon, Apakah orang asli Papua itu persyaratan calon apa tidak? Persyaratan calon, maka dia terlebih dahulu mendapatkan itu,
“ Pertanyaan saya, apa orang bisa menyatakan dirinya orang Papua, Tidak bisa yang harus mengatakan dirinya orang asli Papua adalah lembaga yang berkewenangan pertama, Lembaga adat, yang kedua dalam konteks Pemilukada hanya MRP ini harus di catat,” kata dia.
Ia meyakini putusan 79 dan 78 apabila hukum di tegakan norma di berlakukan pasti dibatalkan oleh pengadilan.
“ Saya mau bilang begini, putusan 79 dan 78 itu kalau hukum di tegakan, norma di berlakukan pasti dibatalkan sama pengadilan, saya yakin dibatalkan,” kata Syukur Mandar.
Sementara itu ketua Bawaslu Papua Barat Daya, Farli Sampetoding Rego mengatakan laporan dari MRPBD tersebut, Bawaslu akan merujuk pada perbawaslu Nomor 8 Tahun 2020 untuk penaganan pelanggaran.
Untuk status laporannya, Kata Farli, nanti di lihat seperti pelanggaran yang di lakukan oleh terlapor. Karena pelangggan itu ada berapa macam, pertama, pelanggaran adminitrasi, kedua pelanggaran administrasi terstruktur, tersistimasif dan masif, terakhir, Pidana Pemilu.

Yang ketiga itu sengketa, sengketa antara peserta pemilu, sengketa antara peserta pemilihan dengan penyelenggara dalam hal ini keputusan KPU dan pidana pemilu.
“ Yang berikutnya bisa juga pelanggaran kode etik yang nanti kami teruskan ke dewan kehormatan penyelenggara Pemilu,” ujar Farli.
Setelah menerima laporan tersebut, kata Farli, Bawaslu mengkajiuntuk status laporan tersebut, untuk memutuskan pelanggaran, Farli merujuk pada pasal 1034 dan 1035 sejamjutnga pasal 180 di bagian-bagian tersebut ada administrasi dan sengketa dan pidana.
“ Nanti lihat disitu tentunya berdasarkan di pasal 23 undang undang 10 tahun 2014 tentang tupoksi dari Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya,” kata Farli
- Deputi BNPT Akui Potensi Pulau Terluar Fani Sangat Melimpah
- Isi Kuliah Umum Di Unmuh Sorong, LaNyalla Ulas 5 Semangat Hadapi Tantangan Zaman
- Maju Pilkada keerom. Kenius Kogoya: Kita berikan Pendidikan politik yang santun, Ini program Unggulannya