SANKSI ekonomi yang diberikan oleh Barat kepada Rusia telah menyebabkan inflasi global yang cukup berat. Dan diikuti oleh negara-negara G7 yang juga memberikan Sanksi terhadap Rusia. Pertanyaannya bagaimana Sanksi ekonomi itu terhadap ekonomi Rusia?
- Permudah Pengiriman Logistik Pemilu 2024, KPU Gandeng PT Pos Indonesia
- Usung Anies Baswedan sebagai Bakal Capres 2024, Nasdem Berpotensi Jadi Partai Pemenang Pemilu
- DPP GM KOSGORO Periode 2022-2027 Resmi Dilantik, Ini Target Ketua Umum di Tahun Pertama
Baca Juga
Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Bloomberg memperkirakan PDB Rusia mengalami penyusutan 12 persem. Sementara menteri keuangan Rusia menyatakan bahwa penyusutan PDB yang dialami Rusia sekitar 8 persen.
Menurut Kepala Ekonom dari grup Moscow mengatakan bahwa sanksi ekonomi yang diberikan oleh negara-negara barat terhadap Rusia yang meliputi embargo minyak, setop impor gas dari Rusia dan perginya perusahaan-perusahaan asing dari Rusia sebenarnya merugikan negara-negara Barat sendiri.
Hal ini sangat beralasan karena yang terjadi saat Barat memberhentikan impor gas dari Rusia membuat harga gas di Uni Eropa menjadi naik. Ini terjadi karena sebelumnya Rusia menjadi pemasok sekitar 30 persen gas ke Uni Eropa.
Terutama terkait dengan minyak bumi, Rusia menjadi pemasok sekitar 25-35 persen minyak dunia sehingga saat minyak dari Rusia hilang di pasaran membuat harga minyak dunia menjadi naik. Hal ini menyebabkan negara-negara di seluruh dunia terutama negara-negara net importir minyak mengalami kenaikan harga yang signifikan.
Konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina ini membawa inflasi yang cukup terasa di Indonesia. BBM naik secara signifikan mulai dari pertamax, dan pertalite menyusul kemudian.
Hal ini tentu menimbulkan dampak berantai kenaikan harga berbagai komoditas. Inflasi ini menjadi tantangan bagi ekonomi Indonesia kedepan. Dan Inflasi ini meningkatkan resiko terjadinya kontraksi ekonomi.
Dari hal tersebut maka harapan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 5,3 persen itu akan sulit tercapai. Kemungkinan besar dengan kondisi seperti ini Indonesia berpeluang mengalami pertumbuhan ekonomi hanya dikisaran 4,5 persen dengan asumsi harga minyak di atas 100 dolar.
Jika Sanksi ekonomi terhadap Rusia lebih ketat lagi hinga harga minyak mentah mencapai 200 dolar per barel maka dipastikan banyak negara-negara yang kolap. Di angka ini APBN sudah tidak bisa membendungnya dengan subsidi.
Jika negara tidak siap menghadapi dampak inflasi ini maka dikhawatirkan akan terjadi social unrest seperti yang terjadi di Srilanka.
Yang bisa dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah melakukan Smart Priority APBN. Mengalokasikan APBN untuk infrastruktur, termasuk IKN itu bukan prioritas.
Smart Priority yang dimaksud adalah bagaimana negara menyiapkan dana untuk perlindungan sosial secara memadai. Negara menghitung berapa jumlah orang miskin yang akan meningkat dari inflasi ini. Peningkatan jumlah orang miskin ini harus di atasi dengan perlindungan sosial.
Manakala dana yang seharusnya untuk masyarakat malah disalurkan untuk infrastruktur maka ini adalah letak kesalahannya karena angka kemiskinan akan semakin meningkat.
Dari hal tersebut tentunya Pemerintah harus siap dengan tantangan ekonomi kedepan. Jika tidak maka Indonesia terancam krisis sosial yang berlanjut kepada krisis politik/kepemimpinan.
- Deklarasi Ikatan Alumni Ansor untuk Kepentingan Politik Praktis, PW GP Ansor Papua Menolak dan Mengecam
- Jelang Putusan MK Sengketa Pilkada Boven Digoel, Ratusan TNI-POLRI Diterjungkan Untuk Mengamankan
- Organisasi Kepemudaan di Provinsi Papua Sepakati Menjaga Kondusifitas Jelang Pemilu 2024