Benny Latumahina Desak Menlu RI Untuk Serius Tangani Kasus 13 Nelayan Merauke yang Ditahan di PNG

Ketua DPRD Kabupaten Merauke, Benny Latumahina

Sebanyak 13 orang Nelayan asal Indonesia saat ini sedang di tahan di Port Moresby Papua New Guinea, usai ditangkap oleh tentara PNG sejak tanggal 22 Agustus lalu. 


Para Nelayan yang merupakan warga Merauke tersebut adalah Kru Kapal Motor Nelayan Arsyila 77 dan Baraka Paris 21 yang oleh pihak otoritas PNG dituduh telah mencari ikan secara ilegal di negara tersebut. 

Dilansir dari suarapapua.com bahwa salah satu istri dari Nelayan KMN Aryala 77, asta nam Subhiyanti menyampaikan bahwa suaminya yang bernama Riki Heni Setiawan bersama 12 Nelayan lain berencana akan mengikuti persidangan pertama atas kasus mereka pada tanggal 26 September 2022. 

Padahal menurutnya 13 Nelayan tersebut dijadwalkan untuk mengikuti sidang perdana sejak tanggal 6 September lalu, namun karena belum mendapatkan kejelasan terkait pendampingan hukum dari pemerintah sehingga sidang ditunda pada tanggal 16 September mendatang. 

Bahkan dalam penyampaiannya Subhiyanti menyampaikan menyampaikan fakta yang terjadi bahwa suaminya beserta 12 Tahanan yang lain hanya diberi makan 1 kali sehari, dan diberikan untuk meminum air keran. 

“Tolong pa kita disini (PNG) didampingi kah, agar segera dibebaskan dan bisa kembali pulang ke Indonesia.” Ujar Subhiyanti menirukan ucapan suaminya. 

Menyikapi hal tersebut, Kepada RMOL Papua, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Merauke, Drs. Itr. Benyamin Izaac Rudolf Latumahina menyampaikan keprihatinannya terkait dengan permasalahan ini. Dirinya meminta kepada Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi serta Duta Besar RI yang berada di Negara PNG untuk menangani permasalahan ini dengan serius. 

Bahkan dirinya menyoroti tertundanya sidang terhadap 13 Warga Negara Indonesia di PNG sejak tanggal 6 September menjadi tanggal 26 September 2022 lantaran tidak adanya Kuasa Hukum yang disediakan kepada para tersangka.

“Menurut informasi yang kita dengar dari keluarga korban bahwa tanggal 6 September kemarin mereka sudah harus melakukan sidang, tetapi karena tidak ada pendampingan hukum bagi mereka sehingga sidang ini ditunda sampai dengan tanggal 26 September” Ujarnya. 

Dirinya menilai, jika dilihat secara kemanusiaan bahwa Pemerintah Republik Indonesia belum bena-benar menangani permasalahan tersebut secara serius, dan bahkan terkesan menyepelekan. Sehingga dirinya mewakili masyarakat Merauke dan seluruh warga Indonesia meminta kepada Pemerintah Indonesia agar memperhatikan permasalahan tersebut secara serius. 

“Lalu kemudian kita mendengar informasi lagi bahwa mereka cukup makan 1 hari 1 kali lalu meminum air keran, dan menurut kami air keran adalah air mentah, air yang tidak layak diminum, oleh sebab itu kita mohon ya supaya menteri luar negeri agar sedikit serius menangani hal ini” Tegasnya 

Meskipun mereka secara terbukti telah melakukan kesalahan, namun sebagai bagian dari warga negara Indonesia Benny Latumahina berpandangan bahwa sebagai warga negara Indonesia kita tetap berkewajiban untuk bisa mendampingi 13 orang nelayan yang ditangkap itu, sehingga bagaimana penyelesaian itu akhirnya dapat dilakukan secara hukum dengan seadil-adilnya susuai dengan pelanggaran yang mereka buat, namun dengan tetap memperhatikan hak haknya sebagai warga negara dan sebagai umat manusia.