Pakar Hukum Internasional, Prof Hikmawanto Juwana, menyayangkan sikap Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), dalam hal ini perwakilan Indonesia di PBB, yang punya sikap berbeda dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam memandang konflik Rusia dengan Ukraina.
- Korwil III PP GMKI Antisipasi Penyebaran Hoax Jelang Pemilu 2024
- Hari Ini, Kepala Bappilu Partai Demokrat Andi Arief Masuk Agenda Pemeriksaan KPK
- Ini Lima Nama Anggota Bawaslu Periode 2022-2027 yang Ditetapkan Komisi II DPR
Baca Juga
Kemenlu RI dinilai cenderung menyalahkan Rusia sebagai negara agresor dengan menganeksasi Ukraina. Sementara Presiden Jokowi mengatakan, perang harus dihentikan tanpa menyalahkan Rusia dan Ukraina. Serta meminta konflik diselesaikan secara damai, dan tidak membahayakan pada keamanan dan perdamaian internasional.
"Jadi Indonesia harusnya menjadi fasilitator, yang bisa memberikan solusi bagi konflik ini. Kita harus fokus pada rakyat, karena rakyat tidak boleh menderita akibat perang di kedua negara," ucap Hikmawanto kepada wartawan, Kamis (3/3).
Hikmawanto mengingatkan agar Indonesia tidak melihat krisis Rusia dengan Ukraina sebagai konflik antara "pemerintah pusat" (PBB) dan "pemerintah daerah" (Rusia-Ukraina).
"Efektifitas terhadap PBB ini diragukan, dan perlu diingat bahwa PBB ini bukan pemerintahannya. Artinya, tidak seperti pemerintah pusat, kalau misalnya ada pemerintah daerah bersengketa, kemudian pemerintah pusat bisa turun. Mereka punya main street sendiri, itu yang harus kita pahami," papar Gurubesar Universitas Indonesia ini. Dikutip dari Kantor Berita RMOL.
"Yang berlaku akhirnya Hukum Rimba, siapa yang kuat sebagai justifikasi hukum internasional, bukan norma yang harus ditaati. Ini akan menjadi justifikasi setiap negara untuk mengambil tindakan,” demikian Hikmahanto.
- Calon Tunggal, Kenius Kogoya Lolos Verifikasi Calon Ketua KONI Papua
- Terpilih Aklamasi, Supriadi Laling Pimpin HIPMI kota Jayapura 3 Tahun Kedepan
- DPP GM KOSGORO Periode 2022-2027 Resmi Dilantik, Ini Target Ketua Umum di Tahun Pertama