Kantor DPRD Dipasangi Police Line, Pemuda Marind Kritik Keras Polres Merauke

Ketua Pemuda Marind, Fransiskus Ciwe/ Rmol Papua
Ketua Pemuda Marind, Fransiskus Ciwe/ Rmol Papua

Ketua Pemuda Marind, Fransiskus Ciwe menyampaikan kritiknya kepada Kepolisian Resor Merauke terkait pemasangan Garis Polisi di Kantor DPRD Kabupaten Merauke pasca sekelompok masyarakat adat melakukan unjuk rasa guna menuntut Hak Ulayat mereka yang tak kunjung terealisasi. Rabu (13/1)


Menurut Fransiskus Ciwe pemasangan Garis Polisi tersebut rawan melahirkan polemik dan perspektif ganda serta ketersinggungan dari kedua belah pihak, yakni masyarakat adat dan DPRD Kabupaten Merauke.

Dirinya berpandangan bahwa pemasangan Garis Polisi pada umumnya dilakukan untuk kejadian yang berhubungan dengan kasus kriminal, yang dalam sistem hukum Indonesia berada dalam lingkup hukum pidana.

Sementara yang dituntut oleh masyarakat adat di Kantor DPRD Kabupaten Merauke yaitu permasalahan Hak Ulayat, yang punya hubungan erat antara hak dan kewajiban, yang di mana kasus tersebut dalam sistem hukum Indonesia berada dalam lingkup hukum perdata. 

Fransiskus Ciwe berpandangan dengan dipasangnya Garis Polisi pasca masyarakat adat melakukan aksi unjuk rasa maka secara normatif dapat menggiring opini publik untuk kemudian berspekulasi bahwa telah terjadi kasus kriminalitas yang dilakukan oleh masyarakat adat yang notabennya telah melakukan aksi unjuk rasa di Kantor DPRD Merauke guna meminta hak-hak mereka yang belum mereka dapatkan.

Selain itu spekulasi lain juga bisa saja berkembang yaitu perihal norma tentang sakralnya Kantor DPRD Merauke yang merupakan representative rumah bagi seluruh warga masyarakat Merauke yang ditempati oleh para Wakil-wakil rakyat, yang kemudian tercoreng kehormatannya karena kantornya dipasangkan Garis Polisi yang selalu identik dengan kasus kriminal.

“Saya pikir pemasangan Garis Polisi ini juga membuat para anggota DPRD Kabupaten Merauke tersinggung karena yang kita ketahui bersama tindakan tersebut sangat berpotensi merendahkan martabat DPRD itu sendiri. Serta perspektif yang bisa saja terbangun di kalangan masyarakat umum yaitu mereka akan berpikir kalau saja masyarakat adat ini telah melakukan tindakan kriminal di Kantor DPRD Kabupaten Merauke, sehingga harus harus dipasangi garis polisi, padahal berdasarkan fakta yang ada, sama sekali tidak ada tindakan kriminal, masyarakat adat menyampaikan aspirasinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dan Police Line ini sangat berpotensi merugikan masyarakat adat, saya berpandangan Polisi telah melakukan suatu hal yang sangat tidak wajar.” Ujar Ciwe

Sebagai Tokoh Pemuda Marind, Ciwe meminta agar Kepolisian Resor Merauke dalam hal ini Kapolres Merauke, AKBP Untung Sangaji dapat segera memberikan penjelasan dan klarifikasi kepada masyarakat terkait pemasangan Garis Polisi di Kantor DPRD Merauke itu, serta dirinya berharap agar dalam melakukan segala tindakan sebaiknya Kapolres Merauke terlebih dahulu melakukan diskusi dan meminta pendapat dari para tokoh masyarakat yang ada di Kabupaten Merauke agar tidak terjadi misspersepsi yang sangat berpotensi melahirkan kegaduhan di kalangan masyarakat.

“Polisi harus lebih komunikatif dan persuasif kepada seluruh elemen yang ada di Kabupaten Merauke, baik itu dari unsur pemerintah daerah maupun juga dari unsur masyarakat umum maupun juga masyarakat adat, jangan sampai menimbulkan kesan yang seolah-olah polisi di Kabupaten Merauke bertindak sewenang-wenang, itu akan sangat berbahaya untuk hubungan kita secara jangka panjang, karena selama belasan tahun pasca kerusuhan tahun 2000, seluruh elemen yang ada Merauke baik TNI, Polri, Pemerintah, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan berbagai elemen disini secara bahu membahu membangun Merauke atas dasar unsur cinta kasih, saling percaya, dan komunikatif antar sesama, sampai Merauke bisa aman seperti ini.” Ungkapnya

Lanjut di katakan “Saya  mengkritik, dan meminta kepada AKPB Untung Sangaji bukan saja sebagai Kapolres tapi juga secara personal untuk dapat lebih mengerti dan mendalami dinamika bermasyarakat dan kantibmas di Kabupaten, sehingga semua yang telah dibangun oleh para pejabat Kapolres sebelumnya tidak rusak seketika, dan lantas membuat Polres Merauke tidak lagi mendapatkan kepercayaan dari sebagian besar masyarakat Merauke.” Tegasnya

Di akhir wawancara Ciwe sempat mengutip pernyataan dari salah satu penyair dan penulis asal Swiss, Rolf Dobelli yang mengatakan “Jika palu adalah satu-satunya alat yang kau miliki, maka semua permasalahan akan terlihat seperti paku”.

Menurutnya penggalan kalimat karya Dobelli itu sengaja dikutipnya untuk Kapolres Merauke AKBP Untung Sangadji, agar digunakan sebagai bahan renungan dalam melakukan pendekatan terhadap masyarakat Merauke, dan tidak melulu melihat dan melnyelesaikan permasalahan menggunakan perspektif hukum belaka. Tetapi juga dapat melihat sepetiap permasalahan dalam berbagai macam perspektif seperti perspektif historis dan sosial yang hanya bisa didapatkan dari hasil melakukan silaturahmi dan diskusi yang banyak dengan para tokoh masyarakat dan sesepuh yang ada di Kabupaten Merauke.

“Saya sengaja mengutip kalimat tersebut agar menjadi bahan renungan untuk Kapolres Merauke, agar kiranya dalam menyelesaikan permasalahan di tanah ini dapat melihat dalam berbagai macam perspektif, baik itu historis maupun sosial yang hanya bisa ia didapatkan dari hasil bersilaturahmi dan berdiskusi dengan para tokoh masyarakat dan sesepuh yang ada di Merauke, agar kedepan setiap langkah yang dilakukan oleh Kapolres tidak selalu dianggap berlebihan dikalangan masyarakat.” Pungkasnya