Kenapa Persipura Degradasi ??? Manajemen Klub Harus Memberikan Pertanggungjawaban Secara Profesional Kepada Publik Persipura.

Ardon Etus Nauw
Ardon Etus Nauw

Hari ini semua pecinta Persipura pada bingung, marah, kesal, dan bertanya-tanya, kenapa Persipura bisa terdegdradasi dari Liga 1 Indonesia ke Liga 2 Indonesia. Apakah ada permainan dari PSSI dan PT. Liga Indonesia Baru (LIB) ? Apakah ada permainan dari Manajemen Persipura ? Apakah karena hasil "main mata" antara pertandingan Persib Bandung kontra Barito Putera ? Atau apakah karena kesalahan klub dalam memanfaatkan seluruh peluang pertandingan yang dilakoni sepanjang pergelaran BRI Liga 1 Indonesia musim 2021-2022 ? Persoalan inilah yang perlu di kaji secara baik agar di temukan solusi yang tepat dan konprehensif untuk menjawab persoalan yang ada, agar tidak membias dan menimbulkan multi tafsir bagi semua pihak.


Padahal klub Persipura yang sebagaimana diketahui dikelola oleh PT. Persipura Papua semenjak tahun 2012 ini, merupakan salah satu klub sepakbola profesional terbesar di Papua dan Indonesia, yang mendapatkan dukungan sponsorship dari beberapa Perusahaan Besar di Papua seperti PT. Freeport Indonesia dan PT. Bank Papua, dengan jumlah dukungan dana yang cukup fantastis. Yang diperkirakan sejak tahun 2012 hingga saat ini, sebesar 85.8 Miliar rupiah. Masing-masing, PT. Freeport Indonesia sebesar 65.8 Miliar rupiah sejak 2012 hingga 2019 dan 2020, dan Bank Papua sebesar 20 Miliar rupiah untuk tahun 2019 dan 2020. (Sumber:https://jubi.co.id/pt-persipura-papua-dan-klub-persipura/amp/) 

Dukungan sponsor ini diberikan karena pihak sponsor melihat kemajuan prestasi klub Persipura yang terus mengalami perkembangan positif dari tahun ke tahun di Liga 1 Indonesia, Liga AFC Cup, dan Liga Champions Asia, maupun adanya permintaan dan dukungan penuh orang Papua karena pengaruh positifnya terhadap kebanggaan besar bagi harga diri orang Papua.

Sejarah Degradasi Persipura tahun ini adalah sejarah terbesar bagi semua pecinta sepakbola Indonesia maupun pecinta Persipura sendiri. Mengapa tidak ? Sebab hal tersebut tidak pernah di duga oleh para pecinta Persipura dalam kondisi Persipura Jayapura yang dalam padangan umum di lihat masih stabil dan masih berjaya di Liga 1 Indonesia saat ini.

Namun apa boleh di kata, Persipura hari ini telah Degradasi, sehingga dalam kondisi apa pun semua pihak sudah harus menerima hasil tersebut dengan lapang dada. Namun satu hal yang masih menyisahkan tanda tanya besar ialah, kenapa dan siapa yang harus bertanggung jawab terkait hasil ini ? Serta bagaimana cara terbaik untuk menyelamatkan Persipura dari situasi dan kondisi yang sudah terjadi saat ini ?

Untuk itu perlu dilihat faktor-faktor kemungkinan utama yang berperan penting dalam mempengaruhi kondisi prestasi Persipura saat ini seperti, pertama: faktor kondisi kesesuaian lisensi klub Persipura terhadap lisensi terbaru PSSI dalam standar Lisensi AFC dan FIFA (standart terbaru 2021). Kedua: faktor hasil pertandingan Persipura sepanjang gelar BRI Liga 1 Indonesia musim 2021-2022. Ketiga: faktor finansial dan kebijakan klub Persipura terhadap kemampuan belanja dan pengelolaan klub selama gelar BRI Liga 1 Indonesia musim 2021-2022 serta dampaknya terhadap kemungkinan klub menghadapi musim liga berikutnya.

Persoalan Pertama: Faktor Kondisi Persipura di Liga 1 (Liga Profesional) Indonesia dalam Standart Lisensi PSSI, AFC dan FIFA.

Standart Liga Sepakbola Profesional Indonesia sebagaimana diketahui mengikuti standart Lisensi AFC atau AFC Club Licensing Cycle. Dimana merupakan suatu proses standardisasi dan verifikasi kualitas manajemen klub sepak bola profesional versi AFC. Ada lima kriteria penilaian menentukan apakah tim-tim layak atas status profesional.

Kelima aspek tersebut mencakup kriteria olahraga, infrastruktur, personel dan administrasi, legal, dan finansial. AFC Club Licensing juga berfungsi sebagai syarat klub untuk dapat berpartisipasi di kompetisi resmi AFC, seperti AFC Champions League dan AFC Cup.

Tujuan dari AFC Club Licensing Cycle ini adalah untuk menjaga kredibilitas dan integritas kompetisi kontinental dan kompetisi klub nasional. Selain itu, menyediakan tolak ukur pengembangan pemohon lisensi dalam kriteria olahraga, infrastruktur, personel dan administrasi, legal, dan finansial. 

Ada 50 poin acuan untuk penilaian, seperti yang tertera dalam AFC Club Licensing Regulations edisi 2021. Lima Aspek Penilaian AFC Club Licensing (50 poin):

Kriteria Olahraga: Memiliki: 1. Program Pengembangan Pemain, 2. Program Pembinaan Usia Muda, 3. Support Medis untuk Pemain yang dikontrak, 4. Pendaftaran pemain, 5. Program pendidikan sepakbola, 6. Perlindungan kesejahteraan anak, 7. Akademi Klub untuk Pemain Muda, 8. Kebijakan anti rasis, 9. Tim Wanita, 10. CSR, 11. Tim Akademi.

Kriteria Infrastruktur: Memiliki: 1. Stadion yang disetujui untuk Kompetisi AFC, 2. Sertifikasi Keamanan Stadion, 3. Rencana Evakuasi Stadion, 4. Fasilitas Latihan, 5. Fasilitas Pelatihan untuk pengembangan pemain, 6. Stadion – Sesuai Aturan Dasar FIFA.

Kriteria Personel dan Administrasi: Memiliki: 1. Sekretariat Klub, 2. General Manager (GM), 3. Finance Officer, 4. Safety Officer, 5. Media Officer, 6. Dokter Medis, 7. Fisioterapis, 8. Pelatih Kepala, 9. Asisten Pelatih, 10. Kepala Pengembangan Pemain muda, 11. Pelatih untuk Pemain Muda, 12. Organisasi Keselamatan Dan keamanan - Stewarding, 13. Hak, Tanggung Jawab Dan Tugas yang Jelas, 14. Petugas Pengganti dan Perizinan dalam Semusim, 15. Penasehat Hukum, 16. Direktur Teknis Klub, 17. Pelatih Kepala Kiper,18. Pelatih Fitness.

Kriteria Legal: Memiliki: 1. Membuat Pernyataan terkait Partisipasi dalam Kompetisi AFC, 2. Dokumen Legal, 3. Dokumen Kepemilikan dan Pengendalian Klub, 4. Struktur Grup Hukum dan Pihak Pengendali Tertinggi, 5. Kontrak Tertulis dengan Pemain Profesional, 6. Prosedur Disiplin dan Kode Perilaku untuk Pemain dan Pejabat.

Kriteria Finansial: Memiliki: 1. Laporan Keuangan Tahunan - Diaudit, 2. Laporan Keuangan Untuk Periode tertentu, 3. Tidak memiliki Hutang yang timbul dari Aktivitas Transfer, 4. Tidak memiliki Hutang/ Terlambat pembayaran kepada pemain dan Otoritas Sosial / Pajak, 5. Membuat Pernyataan tertulis, 6. Informasi Keuangan Masa Depan, 7. Anggaran Tahunan, 8. Kewajiban Memberitahu Peristiwa Selanjutnya, 9. Petugas untuk Update Informasi Keuangan Masa Depan. (Sumber:https://bolaskor.com/post/read/mengenal-lebih-jauh-lisensi-klub-profesional-afc)

Berdasarkan standart AFC Club Licensing Cycle tersebut di atas maka, kondisi Lisensi Klub Persipura dapat diketahui sebagaimana dikutip dari laman https://jubi.co.id/pt-persipura-papua-dan-klub-persipura/amp/, yaitu:

Aspek Hukum/Legal: Pantauan jubi.co.id di lapangan pada Sabtu (6/3/2021) melintasi jalan Raya Abepura tepat di GOR Olahraga Waringin, Kotaraja. Terpampang tiga papan nama pertama tertulis Persipura, Persatuan Sepakbola Indonesia, papan kedua tertulis nama Dinas Olahraga Kota Jayapura, dan terakhir ada nama KONI Kota Jayapura.

Hal ini berbeda dengan tindakan perusahaan Persipura yang tertulis alamat perusahaan Persipura Papua di jalan Balai Kota Entrop. Namun yang jelas klub berjuluk Mutiara Hitam sudah memiliki aspek legalitas yaitu PT Persipura Papua.

Aspek Finansial: Finansial, klub berjuluk Mutiara Hitam selama mengikuti liga Indonesia maupun AFC Cup selalu mendapat sponsor dari pihak lain terutama Bank Papua dan PT Freeport Indonesia. Agaknya kedua perusahaan ini selalu menjadi sponsor utama PT Persipura Papua. Bahkan Ketua Umum Persipura mengungkapkan sudah mengajukan surat permintaan kerja sama kepada Presiden Direktur PT Freeport Indonesia dalam laga sepak bola Asia, AFC musim 2021.

Mantan Sekretaris Umum Persipura era sebelumnya, M Thamrin Sagala, dalam diskusi bertajuk Persipura Mutiara Hitam bersama Majalah Jubi beberapa waktu lalu menyebutkan selama kompetisi di Indonesia Super League (ISL) tim Mutiara Hitam selalu menekan defisit anggaran. Disebutkan pada musim 2010/2011 saat menjuarai ISL tim Persipura mengalami defisit anggaran sebesar Rp10 miliar, sementara musim 2011/2012 defisit berkurang menjadi Rp7 miliar.

Bagi Ketua Umum Persipura, prestasi yang ditorehkan tim berjuluk Mutiara Hitam ini membuat ada investor yang menarik menjadi sponsor Persipura, karena dinilai layak. Investor utama sampai saat ini jelas PT Bank Papua dan PT Persipura. Meski ada peluang sponsor lainnya seperti perusahaan jamu dari Jawa Tengah tetapi tak sebesar kedua sponsor tetap di atas.

Manajer Persipura kala itu, Rudy Maswi, pernah berujar bahwa untuk mengikuti musim kompetisi bisa mencapai Rp23 miliar per musim kompetisi saat itu. Tidak tahu musim 2021 sekarang ini sudah pasti melebihi dana sebelumnya.

Sebenarnya jika disimak sejak 2005 tim Mutiara HItam bisa membutuhkan dana sebesar Rp15 miliar sampai dengan Rp20 miliar. Namun sejak ISL 2008/2009 tim Mutiara Hitam sudah tidak lagi menggantungkan dirinya pada dana APBD Kota Jayapura. Mantan Ketua Umum Persipura Jayapura, MR Kambu, mengatakan bantuan PSSI dan sponsor lainnya berkisar antara 20 persen sehingga sisa 80 harus dicari sendiri.

Sekadar catatan, pada musim 2019-2020 lalu, sponsor utama Persipura dari PT Freeport dan PT Bank Papua dalam dua musim sekaligus. PT Bank Papua mengucurkan dana senilai Rp 20 miliar sedangkan PT Freeport Indonesia sebesar Rp15 miliar. Sejak 2012, perusahaan tambang tembaga, emas, dan perak tersebut total sudah mengeluarkan dana sebesar Rp65,8 miliar untuk Mutiara Hitam.

Aspek Infrastruktur: Persipura sendiri belum memiliki stadion yang memadai sebagai kandang atau markas tetapi memakai Stadion Mandala Jayapura. Namun dalam rangka persiapan PON Papua 2021 sehingga terganggu dalam kompetisi musim lalu sehingga bermarkas di Stadion Klabat Manado.

Meskipun di Jayapura saat ini ada tiga stadion bertaraf internasional dan nasional, mulai dari Stadion Batnabas Youwe Sentani, Stadion Lukas Enembe di Kampung Harapan, dan Stadion Mandala Jayapura, faktanya Persipura belum memiliki stadion latihan dan juga mess bagi pemain Persipura. Selama ini para pemain tinggal di hotel berbintang empat selama kompetisi.

Aspek Sumber Daya Manusia dan Administrasi: Persipura sudah memiliki susunan pengurus, baik dalam bentuk perusahaan maupun sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Umum. Ada pula panitia pelaksana kompetisi dan juga petugas media dari klub dalam setiap konferensi pers termasuk komunikasi hubungan.

Sporting atau Pembinaan Usia Dini

Klub berjuluk Mutiara Hitam ini belum memiliki klub usia dini atau sekolah sepak bola. Pasalnya, selama ini hampir sebagian besar pemain muda di Kota Jayapura merupakan produk SSB lokal di Papua maupun Jayapura. Sebut saja misalnya Todd Rivaldo Ferre merupakan pemain binaan SSB Immanuel di Sentani hingga terpilih ke Pertaminan School di Jakarta dan memperkuat Persipura U-19 hingga masuk ke Persipura.

Imanuel Wanggai dan Titus Bonay memulai karir di Persupura U-15 dsn selanjutnya ke Persipura senior. Begitu pula dengan Nelson Alom dan Patrick Womsiwor yang mengawali karir mereka di SSB Emsyik hingga ke Persipura U-19 dan Persipura senior.

Berbeda dengan Boaz, Ricardo, dan Ian Kabes yang mengawali karir mereka di PPLP Papua dan klub amatir di Papua hingga masuk ke Persipura.

Persoalan kedua: Faktor hasil pertandingan klub Persipura selama gelar BRI Liga 1 Indonesia musim 2021-2022 berlangsung.

Sebagaimana diketahui hasil pertandingan klub Persipura selama gelar BRI Liga 1 Indonesia musim 2021-2022 berlangsung, menunjukan grafik yang pasang surut. Beberapa faktor seperti, tekanan psikologis, tekanan biaya, keadaan kualitas sumber daya pemain, kondisi manajemen klub, pemecatan pemain, pergantian kepelatihan, serta pelanggaran dan sanksi klub yang sangat merugikan grafik keseimbangan klub Persipura selama mengikuti pertandingan.

Belum lagi terkait Keputusan PSSI dan PT. Liga Indonesia Baru (LIB) yang mewajibkan bagi seluruh klub kontestan peserta BRI Liga 1 Indonesia musim 2021-2022 untuk melangsungkan pertandingan yang dipusatkan di Pulau Dewata Bali karena alasan faktor Covid 19 ini, telah menyita berbagai sumber daya klub Persipura. Dimana Persipura harus menghadapi situasi Covid 19, pemindahan stadion, ketiadaan dukungan suporter, ketiadaan dukungan fasilitas dan pusat pelatihan yang memadai, serta pengeluaran biaya belanja klub yang besar.

Persipura harus mengawali awal musim dengan beberapa kali kekalahan berturut-turut, sehingga telah mempengaruhi  jumlah poin dan posisi peringkat Persipura di Papan Klasemen BRI Liga 1 Indonesia. Diantaranya, pada putaran pertama 2021, yaitu pada pekan ke 17 menempati posisi ke 16 Zona Degradasi dengan jumlah poin 13 berdasarkan statistik 3 kali menang, 4 kali seri, dan 10 kali kalah. Dengan hasil yang kurang bagus ini, akhirnya membuat manajemen harus memecat pelatih Jacksen Ferreira Tiago dari pelatih kepala dan menggantikanya dengan Angel Alfredo Vera sebagai pelatih kepala baru Persipura, untuk melatih Persipura pada paruh putaran kedua BRI Liga 1 Indonesia.

Grafik hasil pertandingan Persipura pada paruh putaran kedua BRI Liga 1 Indonesia pun, dilihat tidak mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Dimana hingga akhir pertandingan pekan ke 34, Persipura masih tetap bertahan di Posisi ke 16 Zona Dedradasi dengan jumlah Poin 36 berdasarkan statistik 10 kali menang, 9 kali seri, dan 15 kali mengalami kekalahan. Hasil yang akhirnya membawa Persipura degradasi dari Liga 1 ke Liga 2 Indonesia.

Statistik keseluruhan hasil pertandingan Persipura yang kurang baik ini tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor penting seperti kesalahan keputusan Manajemen Persipura yang memecat beberapa pemain senior dan profesional Persipura seperti Boas Salossa dan Tinus Pae pada awal musim, kebijakan transfer dan kontrak pemain berkualitas yang mampu mengisi slot yang ditinggalkan Boas Solossa dan Tinus Pae maupun mendukung produktivitas lini serang dan pertahanan Persipura.

Kemudian sanksi skorsing hak bertanding dari PSSI dan PT.LIB terhadap Todd Rivaldo Ferre, kondisi cedera pemain inti yang istirahat panjang, beberapa pemain yang dikarantina karena terindikasi positif Covid 19, hingga keputusan tunda jadwal bertanding oleh Manajemen Persipura ketika jadwal tanding antara Persipura Jayapura dan Madura United yang djadwalkan berlangsung di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar, Bali, pada 21 Februari 2022, sehingga berakibat Persipura ditetapkan kalah WO, dan mendapatkan sanksi pengurangan 3 point serta denda 250 juta. Sedangkan terkait faktor hasil pertandingan antara Barito Putera kontra Persib Bandung pada pekan terakhir ke 34 yang terindikasi mempengaruhi nasib degradasi Persipura, memiliki pengaruh kondisional semata terhadap seluruh persolan yang sudah dihadapi Persipura sepanjang musim.

Persoalan ketiga: Faktor Finansial, Defisit Anggaran, dan Kemampuan Belanja Klub Persipura.

Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa Klub Persipura yang dikelola oleh PT. Persipura Papua telah mendapatkan dukungan dana dari pihak sponsorship utama yaitu PT. Freeport Indonesia dan PT. Bank Papua. Dimana sejak tahun 2012, telah mendapatkan jumlah dukungan dana yang cukup besar kurang lebih 85.8 miliar rupiah. Dimana PT. Freeport Indonesia sejak 2012 - 2020 telah memberikan bantuan dana sebesar 65.8 Miliar rupiah, dan khusus tahun 2019 PT. Freeport Indonesia menandatangani kontrak sponsor untuk 2 tahun senilai 15 miliar rupiah, dengan pembagian 7.5 miliar rupiah untuk tahun 2019/musim kompetisi 2019 - 2020 dan 7.5 miliar rupiah untuk tahun 2020/musim kompetisi 2020 - 2021.

Sedangkan PT. Bank Papua pada tahun 2019 juga telah menandatangani kontrak sponsor dana sebesar 20 miliar rupiah untuk 2 tahun, dengan pembagian 10 miliar rupiah untuk tahun 2019/ musim 2019-2020 dan 10 miliar rupiah untuk  tahun 2020/ musim 2020 - 2021. Jumlah ini terhitung belum ditambah dari jumlah dana tambahan pihak sponsorship lainnya selain PT. Freeport Indonesia dan PT. Bank Papua.

Hanya saja untuk musim 2021-2022, manajemen Persipura belum merilis secara terbuka dan terinci berapa jumlah sponsor dan jumlah dana yang telah dikantongi oleh manajemen Persipura untuk membawa klub Persipura mengikuti BRI Liga 1 Indonesia musim 2021-2022. Misalnya bantuan dana dari PT. Freeport Indonesia dan PT. Bank Papua serta dukungan sponsorship lainnya kepada Persipura.

Persoalan tidak adanya keterbukaan keuangan oleh manajemen Persipura untuk musim 2021-2022 inilah yang menimbulkan tanda tanya besar bagi semua pihak, yang diantaranya, apakah Persipura degradasi karena faktor defisit keuangan klub ? Apakah kelemahan belanja transfer pemain pada putaran liga musim ini tidak dilakukan maksimal karena kemampuan keuangan belanja klub lemah ? Apakah Boas Solossa dan Yustinus Pae dilepas karena persoalan keuangan klub ? Beberapa persoalan terkait kondisi finansial klub Persipura ini juga memang penting untuk manajemen Persipura harus diberikan pertanggungjawaban secara baik dan terbuka kepada publik, guna meluruskan semua persoalan yang dialami Persipura saat ini, sehingga telah berdampak menjadi tanda tanya bagi publik Persipura saat ini.

### Manajemen Persipura Harus Memberikan Pertanggungjawaban secara Profesional kepada Publik Persipura.

Mengapa manajemen Persipura harus memberikan pertanggungjawaban publik ? Ya, memang wajib. Sebab dukungan sponsorship dari PT. Freeport Indonesia dan PT. Bank Papua merupakan dukungan langsung atas permintaan dan tuntutan masyarakat Papua pecinta Persipura. Untuk itu, masyarakat Papua perlu mendapatkan jawaban hasil evaluasi penggunaan anggaran serta pertanggungjawaban manajemen klub dalam mengurus Persipura. Dan hal ini juga penting untuk menjaga profesionalitas klub Persipura.

BRI Liga 1 Indonesia untuk musim 2021-2022 telah berakhir, dan Persipura Jayapura telah terdegradasi ke Liga 2 Indonesia untuk musim 2022-2023. Hasil akhir yang semestinya tidak diinginkan oleh para pecinta Persipura, pihak sponsorship, maupun pihak manajemen Persipura sendiri. Namun apa boleh di kata, semua sudah terjadi. 

Untuk itu semua pihak hari ini bertanya, kenapa Persipura terdegradasi ke Liga 2 Indonesia ? Dan siapakah yang harus bertanggung jawab ? Tentulah pihak yang paling bertanggung jawab untuk memberikan pertanggungjawaban ialah Manajemen Persipura.

Kenyataan saat ini setelah Persipura terdegradasi ke Liga 2 Indonesia, dan ketika mendapatkan sorotan dari Publik pecinta Persipura, maka pihak Manajemen Persipura seolah-seolah seperti dalam keadaan tertekan, berdiam diri, dan tidak mau terbuka untuk memberikan pertanggungjawaban secara profesional kepada publik Persipura. 

Padahal disaat situasi klub yang lagi dalam keadaan krisis begini, seharusnya Manajemen Persipura harus bersikap legowo dan bersedia untuk membuka ruang informasi maupun memberikan informasi terpenting, terkait kenapa Persipura terdegradasi, hal apa yang menjadi persoalan mendasar ? Kenapa produktivitas performa Persipura musim ini sangat menurun drastis ? 

Keterbukaan informasi dari manajemen Persipura inilah yang menjadi acuan mendasar untuk menjadi jawaban bagi pertanyaan dan pengetahuan publik Persipura saat ini. Sehingga hal tersebut dapat memberikan kepercayaan publik kepada manajemen Persipura, maupun juga dapat dicari solusi bersama guna memperbaiki kesalahan maupun kekurangan klub yang terjadi saat ini, guna mempersiapkan kekuatan Persipura untuk menghadapi Kompetisi Liga 2 Indonesia musim 2022 - 2023 mendatang.

Demikian tanggapan penulis terkait situasi dan polemik publik Persipura Papua, terkait persoalan terdegrdasi Persipura ke Liga 2 Indonesia, serta bagaimana sikap manajemen klub untuk mempertanggungjawabkan hal tersebut secara profesional kepada publik. 

Harapan penulis, semoga pihak Manajemen Persipura dapat membuka diri bersama semua pihak untuk membenahi semua kondisi Persipura saat ini. Akhir kata, "tak ada gading yang retak, tak ada malam yang tidak pernah siang, tak ada hujan yang tidak pernah panas, dan tak ada kesalahan yang tidak bisa diperbaiki." Percayalah, Persipura bisa memulai lagi dari awal dengan lebih baik. Percayalah, Persipura pasti kembali lagi bertakhta di Liga 1 Indonesia musim depan. 

Tetap Semangat Persipura ku.

Salam Sepakbola.

(Ardon Etus Nauw)

"Penulis adalah Pemerhati Persipura Jayapura