Kuasa Hukum Tujuh Pelaku Pengeroyokan Di Pantai WTC, Punya Bukti dan Saksi Kleinnya Bukan Pelaku Pengeroyokan

Arfan Poretoka, Kuasa Hukum ketujuh Pelaku terduga pengeroyokan di Pantai WTC Waisai, Raja Ampat
Arfan Poretoka, Kuasa Hukum ketujuh Pelaku terduga pengeroyokan di Pantai WTC Waisai, Raja Ampat

Kuasa Hukum ketujuh terduga pelaku pengeroyokan di pantai Waisai Torang Cinta (WTC) Waisai, Raja Ampat pada Sabtu, 9 September 2022 lalu membantah insiden yanv menewaskan HR merupakan pembunuhan berencana


Adapun ketujuh tersangka tersebut adalah DAY, YW, MD, SYK, YVK, HCNW, dan EK 

Menurut Kuasa Hukum ketujuh Pelaku, Arfan Poretoka mengatakan ia mempunyai bukti dan saksi kalau ketujuh kliennya bukan pelaku pengeroyokan di depan pintu gerbang pantai WTC. 

Pembunuhan berencana itu, lanjut Arfan Poretoka tidak bisa dilihat dari satu sisi dari kasus perkelahian di WTC karena ini tidak ada perencanaa sama sekali 

Kejadian Ini di tempat acara (HUT Demokrat), jadi  orang berkelahi, jadi tidak ada pembunuhan berencana. Kalau pembunuhan berencana itu nanti dilihat di pasal 338 dan pasal 340 itu jelas disana

“ Toh sampai hari ini polisi masih bingung menerapkan pasal kerena pelaku utamanya belum di tangkap dan tujuh orang ini juga belum final mereka adalah pelaku. Karena kita masih ada upaya hukum untuk membebaskan mereka karena kita punya saksi semua,” kata Arfan Poretoka,  Rabu 13 Oktober 2022

Arfan Poretoka bantah stament pengacara keluarga  korban yang mengatakan ini pembunuhan berencana ia pikir tidak, tidak ada orang yang merencanakan soal ini. 

“ Ini kan massa yang melakukan itu bukan masa yang dari ketujuh (pelaku) ini, karena yang tujuh ini sejauh ini mereka belum mengatakan mereka adalah pelakunya,” kata dia 

“ Jadi saya pikir kalau di katakan pembunuhan berencana. Korban yang di keroyok tidak ada keterlibatan satupun yang tujuh ini,” tambah Arfan 

Menurut pengacara korban, Lanjut Arfan, ia katakan  sekitar 20 orang lebih yang melakukan penganiayaan, kalau 20 orang  lebih sedangkan yang di tangkap cuma  7 orang  yang merencanakan itu siapa. 

“ kalau dia bicara begitu berarti harus cari siapa tahu yang merencanakan itu,” katanya 

Ia menilai penerapan pembunuhan perencanaan sangat keliru, karena sampai saat ini pihak kepolisian belum menentukan pasal yang di jerat ketujuh pelaku ini. 

“ Saya pikir keliru itu nanti harus di pelajari lagi pasalnya, sampai hari ini polisi belum bisa konsisten untuk penentuan pasal sampai hari ini  belum apakah pasal  170 pasal 351 di jo ke pasal 55 sampai sekarang masih belum,” kata dia 

Kronologi kejadiannya, Arfan mengatakan tempat kejadian perkara (TKP) itu ada dua tempat, TKP pertama di patung ikan lumba-lumba lokasi terjadinya perkelahian antar korban dengan  dua pelaku berinisial MD dan YW kemudian di amankan pihak Kepolisian. 

Korban yang telah di amankan pihak keamanan kemudian pulang kerumah dengan membawah gergaji dan menyerang secara brutal di jalan sehingga korban di keroyok massa di TKP lainnya yang pada saat itu tempat tersebut dalam kondisi gelap  

makanya ketika polisi atau penyidik yang menjadikan dia satu rangkaian ia pikir tidak  bisa karena locus dan tempus delictinya berbeda, waktu dan tempatnya sudah berbeda maka ia  pikir tidak ada alasan polisi menetapkan mereka sebagai tersangka.

Ketujuh terduga pelaku yang kini mendekap di tahanan Polres Raja Ampat, Arfan ungkap mereka tidak berada di tempat kejadian, ketujuhnya sudah pulang ke rumah masing-masing namun di tetapkan sebagai tersangka 

“ Tidak disitu Tidak di TKP, mereka tidak  melakukan sama sekali, saya punya saksi semuanya rencananya di hadirkan pada sidang praperadilan nanti menghadirkan 10 saksi. Jadi rata-rata pelaku semua ini tidak berada di TKP,” kata dia 

Arfan mengatakan ketujuh kleinnya yang telah di tahan sesuai surat resmi dari kepolisian, penangkapannya dari tanggal 13 September 2022, untuk penahanannya 14 September 2022 tapi SPDPnya tanggal 12 September 2022. 

Arfan beberkan surat penangkapan diberikan kepada para pelaku saat mereka sudah di jebloskan dalam tahanan 

“ Di BAP langsung masuk, di BAP langsung masuk. Sampai hari ini sebagai penasehat hukum pelaku belum terima surat penetapan tersangka padahal itu wajib di berikan pada keluarga,” kata dia 

Untuk pasal yang disangkahkan ke para pelaku sesuai di SPDP di terapkan pasal 170 dan pasal 351 jo pasal 55. 

“ Itupun penyidik sampaikan kepada saya bahwa ini belum final pasalnya pasalnya masih ada perubahan artinya dari mereka sendiri masih ragu dalam penerapan pasalnya,” kata di 

Sebagai kuasa hukum para pelaku, Arfan katakan masalah ini ingin diselesaikan secara adat dan kekeluargaan. Ia beralasan untuk menjaga stabilitas di semua kalangan masyarakat di Kabupaten Raja Ampat. Ia juga katakan sempat beredar isu-isu yang tidak bagus sehingga ia berinisiatif meredam isu-isu yang menjuru ke SARA 

“ Saya  sampaikan bahwa ini bukan isu berkaitan dengan suku bukan,ini murni persoalan person tidak ada atas nama suku dan lain sebagainya. Jadi saya pikir untuk menjaga kondusifitas agar jangan sampai merambat kemana mana,” kata dia 

Karena pengaduan ini sudah sampai ke ranah adat jadi ia  sampaikan tetap ada penyelesaian secara adat gunanya untuk meringankan pelaku di pengadilan

Arfan mengatakan kepolisian sampai saat ini menjadikan dasar kematian korban itu berdasarkan hasil visum bukan hasil autopsi 

“ Yang di jadikan dasar itu hanya hasil visum buka autopsi, kalau visum kan cuma luka luar itu tidak bisa mengetahui penyebab orang meninggal, kesimpulan dari visum kan hanya melihat ada luka memar di kepala sini mungkin tidak ada di wajah nya bersih semuanya tidak ada bekas pukulan,” kata dia 

Misalkan cuma visum saja, Arfan tambahkan ia pikir tidak kuat tidak bisa membuktikan bahwa penyebab korban itu meninggal ini diakibatkan karena  pukulan dari ke ketujuh ini korban juga pada saat terjajd penganiaya di pantai WTC dalam kondisi mabuk berat 

awal itu  diselesaikan secara adat untuk menjaga stabilitas semuanya di kalangan masyarakat, karena sempat muncul isu-isu yang tidak bagus sehingga datang kesana juga meredam isu itu,  

saya sampaikan bahwa ini bukan isu berkaitan dengan suku bukan ini murni persoalan person tidak ada atas nama suku dan lain sebagainya. Jadi saya pikir untuk menjaga kondusifitaa agar jangan sampai merambat kemana mana tapi karena pengaduan ini sampai ke adat jadi saya sampai kan tetap ada penyelesaian secara ada guna nya untuk meringankan mereka di pengadilan kalaupun mereka sebagai pelakunya. 

Yang kepolisian dapatkan sampai hari ini menjadikan atau yang di jadikan dasar itu hanya hasil visum buka autopsi, kalau visum kan cuma luka luar itu tidak bisa mengetahui penyebab orang meninggal, kesimpulan dari visum kan hanya melihat ada luka memar di kepala sini mungkin tidak ada di wajah nya bersih semuanya tidak ada bekas pukulan 

Misalkan cuma visum saja saya pikir tidak kuat tidak bisa membuktikan bahwa penyebab korban itu meninggal ini diakibatkan karena  pukulan dari pada yang ketujuh di tahan ini korban itu pada saat terjaid penganiaya di pantai WTC mabuk berat.