DKPP Wajib Berhentikan Sementara Seluruh Komisioner KPU RI Demi Terciptanya Pemilu Yang Jujur


Dosen Senior HTN Universitas Musamus di Merauke Menanggapi Polemik yang terjadi antara Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu ) RI, dengan Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) RI, yang telah diadukan oleh Bawaslu kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ( DKPP ) RI, saya selaku Dosen Senior Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Musamus di Merauke, meminta kepada DKPP untuk mempertimbangkan dengan serius dan sungguh-sungguh isi Pengaduan, yang meliputi duduk permasalahan dan fundamentum petendi ( alasan atau dalil pengaduan ), yang menjadi dasar tuntutan atau permintaan Bawaslu, untuk DKPP memberhentikan sementara seluruh Komisioner KPU RI.   

Sebagaimana telah kita ketahui, media CNN Indonesia (senin, 4/9)b, telah merlis berita, bahwa Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), meminta kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk memberhentikan sementara Ketua dan seluruh Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. 

Hal ini disampaikan Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja saat mengajukan permohonan dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) di Ruang Sidang DKPP di Jakarta senin 4 September 2023.

Bila saya cermati ada dua permasalah yang diadukan oleh Bawaslu, yaitu : Pertama terkait pembatasan akses data dan dokumen pada Sistem Informasi Pencalonan (Silon) serta pembatasan pengawasan melekat pada Bawaslu berkaitan dengan jumlah personel dan durasi pengawasan. Kedua, para teradu/KPU didalilkan telah melaksanakan tahapan di luar program dan jadwal tahapan Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu, PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu, serta PKPU Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPR Provinsi, dan DPR Kabupaten/Kota.

Menurut saya, sikap Komisiner KPU RI sebagaimana didalilkan oleh Bawaslu dalam Pengaduannya, sudah pasti menghambat dan bahkan menghalangi Bawaslu dalam melakukan Tugas dan Funsi (tusi) sebagai sebagai Lembaga Pengawasan Pemilu. 

Mengapa saya katakan, karena sikap atau tindakan KPU RI ini jelas-jelas telah bertanangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang mana UU tersebut telah memberkan sejumlah kewenangan kepada Bawaslu.

Sehingga Bawaslu bertanggungjawab penuh dalam mengawasi setiap tahapan penyeenggaraan pemilu, mulai dari perencanaan, mengawasi pemutakhliran data pemiliharaan data pemilih secar berkelanjutan yang dilakukan oleh KPU, menerima pengaduan, menangani kasus pelanggaran administratif pemilu serta pelanggaran pidana pemilu berdasarkan tingkatan sesuai peraturan perundang-undangan.  

Menurut saya, Bawaslu sangat berkepentingan dan betanggungjawab dalam menciptakan pemlu yang benar-benar jujur dengan cara meminimalisir kesalahan, khususnya terkait data pemilih dan bakal calon sebagaimana yang dikelola oleh KPU dengan Sistem Informasi Pencalonan (Silon).

Terkait dengan data pada Silon, Bawaslu harus dapat memastikan kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan Bakal Calon serta kegandaan pencalonan Bakal Calon dalam proses Verifikasi Administrasi yang dilakukan oleh KPU, apakah sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau belum, nah kalau Bawalu di batasi mengakses Silon, maka menurut pandangan saya ini sangat berbahaya, dan wajarlah bila Bawaslu meminta kepada DKPP untuk menghentikan selurh Komisioner KPU RI. 

Sebagai Akademsi Hukum Tata Negara dan tentunya semua masyarakat pasti berharap kedua Lembaga Penyeleanggaran pemilu ini haruslah bersinergi dan harmons sesuai aturan dalam mewujudkan Pemilu 2024 nanti yang Bersih, Jujur dan Adil, sebaliknya masyarakat tidak menginginkan Pemilu nanti akan menyisahkan permasalahan kecurangan yang penuh rekayasa dan sebagainya yang hanya akan merugikan Bangsa dan Rakyat Indonesia 5 ( lima ) tahun kedepan.

Penulis bernama Burhanuddin Zein yang bekerja sebagai Dosen Senior HTN Universitas Musamus di Merauke