DPR Papua Selatan Bentuk Tim Kajian Kursi Afirmasi OAP, Rekomendasi Akan Disampaikan ke Pemerintah Pusat

Ketua DPR Papua Selatan, Heribertus Silubun
Ketua DPR Papua Selatan, Heribertus Silubun

MERAUKE - DPR Papua Selatan membentuk tim kerja untuk mengkaji lebih lanjut proses seleksi kursi afirmasi bagi Orang Asli Papua (OAP). Tim ini memiliki dua tugas utama, yaitu menyusun rekomendasi yang akan disampaikan kepada Gubernur Papua Selatan dan Menteri Dalam Negeri serta mempelajari regulasi terkait guna memastikan seleksi berjalan sesuai dengan tujuan awal afirmasi.


Ketua DPR Papua Selatan, Heribertus Silubun, dalam wawancara pada Jumat, 7 Februari 2025, menyampaikan bahwa tim ini dibentuk sebagai respons terhadap berbagai masukan yang muncul dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), termasuk dari pihak yang terlibat dalam proses seleksi dan tokoh masyarakat. Menurutnya, tim kerja ini akan mengkaji hasil RDP dan menghasilkan rekomendasi resmi yang diajukan ke gubernur dan pemerintah pusat. Selain itu, DPR juga perlu mempelajari aturan yang berlaku karena sebagian besar anggotanya baru dilantik dan tidak mengikuti proses sejak awal.

Silubun menyoroti bahwa kursi afirmasi bagi OAP diberikan untuk memastikan keterwakilan masyarakat adat dalam DPR, bukan sekadar melalui seleksi layaknya penerimaan pegawai atau pejabat. Jika seleksi hanya berbasis tes administratif tanpa mempertimbangkan nilai adat, maka tujuan awal afirmasi dianggap tidak tercapai. Ia menegaskan bahwa kursi afirmasi ini hadir karena tuntutan minimnya keterwakilan OAP di DPR. Jika seleksi hanya dilakukan secara formal layaknya ujian untuk menjadi pejabat atau pegawai, maka esensi afirmasi bisa melenceng.

Lebih lanjut, ia menilai bahwa peran lembaga adat dalam proses seleksi harus lebih dari sekadar mengeluarkan surat keterangan. Lembaga adat perlu memiliki kewenangan yang lebih besar dalam menentukan calon yang akan menduduki kursi afirmasi. Jika lembaga adat hanya memberikan surat tanpa wewenang menentukan, maka proses afirmasi ini tidak mencapai esensinya. Oleh karena itu, DPR Papua Selatan akan mendorong agar lembaga adat memiliki peran lebih dalam menentukan wakil mereka di DPR.

Heribertus Silubun juga menyoroti pentingnya peraturan daerah (Perda) khusus yang mengatur afirmasi OAP sesuai dengan adat di Papua Selatan. Menurutnya, sistem adat di berbagai wilayah Papua tidak bisa disamaratakan. Ia mencontohkan bahwa di Jayapura terdapat sistem Ondoafi yang memberikan kekuasaan penuh kepada satu orang, sementara di Papua Selatan, adat memiliki golongan-golongan dengan wewenang masing-masing. Oleh karena itu, DPR Papua Selatan akan mendorong lahirnya Perda yang mengatur afirmasi berbasis adat lokal agar seleksi dapat berjalan sesuai dengan nilai-nilai budaya yang berlaku di masing-masing daerah.

Terkait dengan tahapan seleksi, Silubun mengonfirmasi bahwa hasil seleksi telah diserahkan oleh Panitia Seleksi (Pansel) kepada Gubernur Papua Selatan, namun Surat Keputusan (SK) penetapan masih dalam tahap penyusunan. Tim pansel memang sudah menyerahkan hasil seleksi kepada gubernur, tetapi SK-nya masih dalam proses penyusunan. Pansel juga membawa hasil ini ke Kementerian Dalam Negeri untuk dikonsultasikan lebih lanjut.

Ketika ditanya mengenai kemungkinan pemerintah pusat menerima rekomendasi DPR Papua Selatan, ia menyebut bahwa keputusan akhir tetap berada di tangan pemerintah pusat. Namun, DPR sebagai lembaga perwakilan masyarakat bertugas menyampaikan aspirasi dan memastikan afirmasi benar-benar memberikan keadilan bagi OAP. Ia berharap ada evaluasi dari pemerintah pusat agar seleksi ini benar-benar memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat di Papua Selatan, terutama dalam konteks afirmasi.

Dalam proses seleksi ini, muncul pula perdebatan terkait keterlibatan calon yang memiliki latar belakang partai politik. Menurut Heribertus, ruang afirmasi seharusnya diberikan kepada mereka yang benar-benar mewakili adat. Namun, jika seorang tokoh adat mendapat pengakuan dari masyarakatnya meskipun pernah terlibat dalam partai politik, hal itu tidak bisa sepenuhnya dibatasi.

Selain itu, ia juga menyoroti perlunya penguatan lembaga adat di Papua Selatan. Saat ini, ada berbagai versi lembaga adat yang menimbulkan perbedaan pandangan. Ia menilai bahwa jika lembaga adat hanya dibentuk atas dasar kepentingan pemerintah, maka hal tersebut perlu dikaji ulang. Jika berbicara adat, maka harus berbicara adat yang murni, bukan yang dibentuk karena kepentingan tertentu.

Dengan berbagai kajian yang akan dilakukan oleh tim kerja DPR Papua Selatan, diharapkan kebijakan afirmasi dapat berjalan sesuai dengan tujuan awalnya, yakni memberikan ruang representasi yang lebih besar bagi masyarakat adat dalam sistem pemerintahan.