Festival Pangan Lokal Papua: Saatnya Masyarakat Jadi Pemimpin, Bukan Penonton


Papua, dengan kekayaan alam dan budaya yang melimpah, menyimpan potensi besar dalam industri pariwisata. Salah satu aset terbesar yang belum sepenuhnya tergarap adalah festival pangan lokal berbasis sagu. Dari Festival Ulat Sagu di Kampung Yoboi hingga Festival Colo Sagu di Sentani, berbagai inisiatif telah bermunculan. Namun, ada satu pertanyaan besar: mengapa festival-festival ini belum memberikan dampak signifikan bagi masyarakat setempat?

Jawabannya sederhana—masyarakat masih menjadi penonton dalam acaranya sendiri.

Pemerintah Selalu Berperan sebagai Pemain Utama

Selama ini, festival pangan lokal di Papua banyak digagas oleh pemerintah, dengan masyarakat hanya berperan sebagai pelaksana. Akibatnya, meski anggaran terus digelontorkan, dampaknya belum terasa optimal. Data menunjukkan bahwa Papua memiliki 1,2 juta hektar hutan sagu, yang seharusnya bisa menjadi magnet wisata yang kuat. Namun, minimnya keterlibatan aktif masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan membuat festival-festival ini tidak berkelanjutan.

Ambil contoh Festival Ulat Sagu di Kampung Yoboi, Sentani. Berbeda dari festival lain yang cenderung digagas oleh pemerintah, festival ini justru lahir dari inisiatif masyarakat setempat. Hasilnya? Setiap tahun festival ini terus berkembang dan menarik lebih banyak wisatawan.

Haruskah Festival Pangan Lokal Papua Selalu Bergantung pada Pemerintah?

Jawabannya tidak. Jika ingin festival pangan lokal berkembang pesat, pendekatan harus diubah. Masyarakat harus menjadi pemimpin dalam merancang dan mengelola festival, sementara pemerintah cukup berperan sebagai fasilitator.

Kita bisa belajar dari daerah lain. Di Bali, festival berbasis budaya dikelola langsung oleh komunitas lokal dengan dukungan pemerintah hanya sebagai fasilitator. Hasilnya? Festival tersebut masuk dalam kalender wisata global dan memberikan manfaat ekonomi yang besar bagi masyarakat setempat.

Mengapa Papua tidak bisa seperti itu?

Solusi: Beri Masyarakat Kendali Penuh

Agar festival pangan lokal di Papua bisa menjadi ikon wisata yang berkelanjutan, langkah berikut perlu diambil:

  1. Masyarakat sebagai Inisiator dan Pengelola Utama

    Festival harus dimulai dari kebutuhan dan potensi yang diidentifikasi oleh masyarakat sendiri. Pemerintah hanya mendampingi dalam bentuk dukungan teknis dan regulasi.

  2. Perencanaan yang Matang dan Berkelanjutan

    Festival harus memiliki jadwal tetap setiap tahun, dengan branding yang jelas. Ini akan membantu festival masuk ke dalam pasar wisata global.

  3. Dukungan Infrastruktur dan Pelatihan SDM

    Pemerintah sebaiknya fokus pada penguatan kapasitas masyarakat, seperti pelatihan manajemen event, pemasaran digital, hingga pengelolaan wisata berbasis komunitas.

  4. Kolaborasi dengan Media dan Sektor Swasta

    Festival harus dipromosikan secara maksimal melalui media sosial, influencer, serta media massa nasional dan internasional. Kolaborasi dengan investor dan sponsor juga diperlukan agar festival dapat berkembang lebih besar.

  5. Evaluasi Bersama untuk Keberlanjutan

    Setiap festival harus dievaluasi secara transparan, melibatkan semua pihak, mulai dari masyarakat, pemerintah, hingga sektor swasta. Dengan demikian, festival bisa terus berkembang dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

Kesimpulan

Sudah saatnya masyarakat Papua tidak lagi hanya menjadi penonton dalam festivalnya sendiri. Dengan memberikan mereka kendali penuh dalam pengelolaan festival pangan lokal, kita tidak hanya melestarikan budaya dan tradisi, tetapi juga membuka peluang ekonomi yang lebih luas.

Pemerintah cukup berperan sebagai pendamping, bukan pengambil keputusan utama. Jika perubahan ini bisa dilakukan, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan festival pangan lokal Papua akan menjadi salah satu agenda wisata global yang dinantikan dunia.

Papua punya potensi besar—pertanyaannya, apakah kita siap untuk mengelolanya dengan cara yang lebih bijak?