Meraih Kejayaan Maritim Dengan Peningkatan Kualitas Pendidikan Vokasi Kelautan

Dr. Agung Kwartama,S.E,M.M.,M.H/ Dosen Kemaritiman
Dr. Agung Kwartama,S.E,M.M.,M.H/ Dosen Kemaritiman

Sejak dicanangkan awal pemerintahan Presiden Joko Widodo, bahwa negara Indonesia diharapkan  mempunyai peran penting dalam perdagangan internasional sehingga program Poros Maritim Dunia menjadi skala prioritas dalam pembangunan ekonomi, dimana wilayah Indonesia berada dua benua, dua samudera dan sebagai garis khatulistiwa yang sangat menunjang dalam perekonomian dan perdagangan internasional.

Bangsa Indonesia bisa berbangga karena berdasarkan data International Labour Organization (ILO), salah satu negara pencetak lulusan pelaut terbanyak di dunia sehingga perannya sangat penting dalam operasional pelayaran dunia. Hal tersebut tentu sesuai dengan pepatah 'Nenek Moyangku Seorang Pelaut' yang sudah lama dikenal oleh orang Indonesia."Informasi sektor perikanan Indonesia supplier perikanan nomor 1 di dunia berdasarkan informasi dari ILO," ujar Basilio Dias Araujo, Ketua Tim Nasional Perlindungan Awak Kapal Perikanan dan Asisten Deputi Keamanan dan Ketahanan Maritim, Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, dalam acara webinar Yayasan Plan Indonesia, Kamis (30/7/2020).

 Bangsa Indonesia menempati urutan ketiga, sebagai negara penyumbang anak buah kapal (ABK) terbanyak di dunia setelah China di urutan pertama dan Filipina di urutan kedua. Risiko yang mengintai rantai pasokan global dapat meningkat karena dunia akan menghadapi kekurangan pelaut kapal dagang dan kapal kargo dalam lima tahun ke depan, jika tidak diambil tindakan segera untuk meningkatkan jumlah pelaut, kata sebuah laporan, Rabu (28/07/2021) seperti dilansir The Straits Times.

Industri pelayaran saat ini kekurangan pelaut akibat pandemi Covid-19. Situasi itu akan semakin membuat runyam proyeksi pasokan pelaut beberapa tahun ke depan, kata penelitian yang diterbitkan asosiasi perdagangan Bimco dan International Chamber of Shipping (ICS).Virus Corona varian Delta menghantam hebat banyak negara di Asia sehingga membuat banyak negara menutup akses darat bagi para pelaut.

Studi yang dirilis oleh Bimco dan ICS memperkirakan, saat ini ada 1,89 juta pelaut mengoperasikan lebih dari 74.000 kapal di armada niaga global.The Seafarers Workforce Report atau Laporan Tenaga Kerja Pelaut, yang terakhir diterbitkan pada tahun 2015 menerbitkan proyeksi pertumbuhan pelayaran dagang, yang menyebut sektor ini akan membutuhkan 89.510 pelaut tambahan tahun 2026.

Indonesia tercatat sebagai salah satu anggota dan masuk anggota dewan International Maritime Organization (IMO). Salah satu penyuplai pelaut terbesar ketiga di dunia setelah China dan Filipina. Indonesia juga termasuk penyuplai pelaut officer atau perwira nomor empat di dunia. Sementara untuk pelaut rating (awak kapal selain nakhoda dan perwira), Indonesia berada di urutan ketiga dunia.Di sektor perikanan, Indonesia juga tercatat sebagai penyuplai pekerja perikanan terbesar di dunia, baik yang bekerja di laut bebas maupun yang bekerja di negara setempat sebagai pelaut residen. Basilio menambahkan Pemerintah Indonesia juga membidik potensi penerimaan negara menyusul tingginya kebutuhan jumlah pelaut perikanan di sejumlah kawasan. Dari data Kementerian Perhubungan ada 1,2 juta orang pelaut kita bekerja di kapal niaga atau kapal perikanan luar negeri," kata Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Basilio Dias Araujo dalam Konferensi Pers Virtual terkait Isu Perlindungan Pelaut, Jakarta, Rabu (17/2/2021).

Basilio menuturkan, potensi penerimaan negara bagi pelaut dengan upah yang diterima para pekerja migran indonesia (PMI) mulai dari USD 500 atau sekitar Rp 7 juta (kurs rupiah= Rp 14.000). Rata-rata gaji pelaut Indonesia di kapal asing untuk perwira sebesar USD 1.500 atau Rp 21 juta per bulan. Sedangkan rating sebesar USD 500 atau Rp 7 juta per bulan. Bila diambil rata-rata gaji pelaut Indonesia sebesar USD 750 atau Rp 10,5 juta untuk 1,2 juta pelaut, maka potensi penerimaan negara dari pelaut Indonesia selama satu tahun mencapai Rp 151,2 triliun. Hal ini yang perlu terus digalakkan untuk perwira, rating bisa mengisi kapal – kapal dari luar negeri serta mampu meningkatkan jumlah pelaut di masa akan datang.

Melihat potensi diatas sangat terbuka buat para lulusan pendidikan vokasi kelautan agar bisa berkarir diluar negeri serta membawa devisa buat negara. Dimana saat ini perguruan tinggi negeri dan swasta terus berupaya untuk mencetak para lulusan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan pangsa pasar dunia. Hal ini mengurangi penumpukan lulusan kepelautan di dalam negeri yang tidak mempunyai kompetensi untuk bersaing di luar negeri disebabkan ketertinggalan teknologi, Bahasa asing dan mental yang masih kurang.

Diharapkan pemerintah melalui Dirjen Dikti, Departemen Perhubungan untuk terus memberikan kemudahan dalam pengelolaan perguruan tinggi kepelautan, training secara regular, informasi dalam lowongan luar negeri, perlindungan hukum dan lain-lainya agar masyarakat atau lulusan vokasi kelautan dapat bekerja dengan tenang, aman serta terus mengembangkan diri untuk peran aktif dalam meningkatkan kemampuan mengisi jabatan – jabatan diatas kapal, kepelabuhan, administrasi pelabuhan dan lain- lain demi kemajuan maritim Indonesia di masa depan.

Penulis adalah Dr. Agung Kwartama,S.E,M.M.,M.H/ yang merupakan seorang Dosen Kemaritiman