Profesor Kehormatan: Gerlar Terhormat atau Jalan Pintas Kepentingan?

Sampul/ Ist
Sampul/ Ist

Beberapa waktu lalu, dalam sebuah artikel yang mendapat perhatian luas, Sidharta, seorang dosen spesialis hukum bisnis dari Universitas Bina Nusantara, menggambarkan secara rinci isu yang berkaitan dengan pemberian gelar profesor dan profesor kehormatan di Indonesia.

Artikel ini memberikan pemahaman mendalam tentang ketidakjelasan dalam regulasi yang mengatur pemberian gelar ini dan dampaknya terhadap sistem pendidikan tinggi. Dalam analisis ini, kami akan mengkaji permasalahan ini dengan fokus pada pandangan ilmiah dan aspek hukum yang terkait, merujuk pada artikel yang telah disampaikan.

Ketidakjelasan dalam Regulasi

Gelar profesor, secara konvensional, dianggap sebagai prestasi akademik tertinggi dalam dunia pendidikan tinggi. Namun, masalah muncul ketika kita membahas Profesor Kehormatan. Artikel referensi menyoroti ketidakjelasan dalam regulasi yang ada yang menciptakan dilema apakah pemberian gelar ini kepada individu non-akademik atau dosen yang tidak lagi aktif sesuai dengan aturan yang berlaku.

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hanya dosen yang aktif di perguruan tinggi yang berhak mendapatkan gelar profesor. Namun, peraturan ini tidak memberikan panduan yang jelas mengenai penghargaan profesor kehormatan. Selain itu, perbedaan antara gelar profesor dan profesor kehormatan terkadang tampak kabur dalam regulasi.

Putusan Mahkamah Konstitusi

Penting untuk mencatat bahwa Mahkamah Konstitusi telah terlibat dalam isu "profesor-profesoran" ini melalui Putusan Nomor 20/PUU-XIX/2021. Putusan ini menimbulkan pertanyaan apakah profesor kehormatan harus memenuhi syarat yang sama dengan dosen pada umumnya, bagaimana prosesnya, dan apa yang sebenarnya menjadi jabatan guru besar. Putusan ini, meskipun penting, belum memberikan panduan yang memadai untuk meresolusi permasalahan ini.

Ketidaksesuaian dalam Pernyataan Pemerintah

Ketidaksesuaian dalam pernyataan pemerintah mengenai "profesor kehormatan" juga menimbulkan kebingungan. Meskipun pemerintah menyatakan "tidak dikenal profesor kehormatan" dalam regulasi yang ada, terdapat Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 38 Tahun 2021 yang mengatur pengangkatan Profesor Kehormatan di perguruan tinggi. Ketidaksesuaian ini menimbulkan pertanyaan tentang praktik pemberian gelar ini di masa lalu dan kriteria yang digunakan.

Perlu Klarifikasi Regulasi

Sebagai bagian dari pengembangan pendidikan tinggi yang lebih baik di Indonesia, penting untuk melakukan perubahan regulasi. Regulasi yang jelas adalah landasan yang kuat untuk sistem pendidikan tinggi yang unggul. Dalam hal ini, penting untuk mendengarkan suara-suara dari berbagai pihak, termasuk Majelis Dewan Guru Besar Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum, yang telah menyampaikan kekhawatiran mereka terhadap anomali dalam pemberian gelar ini.

Penghargaan gelar profesor dan profesor kehormatan seharusnya mencerminkan nilai-nilai keadilan, transparansi, dan integritas. Perubahan regulasi harus ditempuh dengan hati-hati dan semangat perbaikan sistem pendidikan tinggi.

Kesimpulan

Ketidakjelasan dalam regulasi yang mengatur pemberian gelar profesor dan profesor kehormatan di Indonesia telah menjadi isu yang memerlukan perhatian serius. Artikel referensi yang dijelaskan oleh Sidharta memberikan pandangan yang mendalam mengenai permasalahan ini. Sementara Putusan Mahkamah Konstitusi memberikan langkah positif, banyak pertanyaan masih terbuka.

Pemerintah perlu mengambil tindakan yang bijak untuk mengklarifikasi regulasi yang berkaitan dengan gelar profesor dan profesor kehormatan. Hal ini akan menjadi langkah penting dalam memastikan bahwa gelar-gelar tersebut tetap berharga dan relevan dalam perkembangan pendidikan tinggi di Indonesia. Dengan demikian, kita dapat membantu memperkuat sistem pendidikan tinggi kita dan menghasilkan lulusan yang lebih berkualitas.

Penulis adalah: Nasri Wijaya,S.H.,S.Sos.,M.H yang merupakan Dosen Hukum Tata Negara pada Universitas Musamus, Papua Selatan