Pantaskah Victor Yeimo Sebagai Pejuang HAM ?


Sosok Victor Yeimo sendiri sudah tidak asing lagi di kalangan aktivis dari mahasiswa yang pro-kemerdekaan Papua maupun di kalangan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), dikutip dari Wikipedia bahwa Victor Yeimo lahir di Jayapura, 25 Mei 1983 merupakan aktivis pro-kemerdekaan dan seorang Juru Bicara Internasional KNPB yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Ketua KNPB pusat pada tahun 2012-2018.

Lalu, apakah ia pantas mendapatkan penghargaan tersebut?

Nyatanya seorang Victor Yeimo tidak sepenuhnya seorang pribadi yang tegak lurus dengan Hak Asasi Manusia (HAM) yang selalu di gembor-gemborkan. Di Papua, Yeimo adalah seorang dengan banyak catatan kriminal, diketahui ia merupakan narapidana yang baru saja menghirup udara segar setelah kurang lebih 2 tahun mendekam di penjara. Kasus terakhir yang membuatnya dipenjara adalah dakwaan makar sekaligus aktor utama kerusuhan yang terjadi di beberapa daerah di Papua pada tahun 2019 silam. 

Setelah ditetapkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh pihak Kepolisian, Yeimo sempat melarikan diri dan menjadi buronan di Indonesia selama 2 tahun sampai pada pelariannya berakhir atas penangkapan dirinya yang dilakukan oleh Satgas Nemangkawi pada Mei 2021.

Adapun sederet catatan kriminal yang pernah dilakukan oleh Yeimo di Papua yaitu pertama Victor Yeimo melakukan tindak ujaran kebencian terhadap Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw yang menjabat saat itu, kedua bahwa disebut Victor Yeimo pernah membawa kabur anak di bawah umur di Sentani dan kasus ini belum diselesaikan secara hukum dan adat, ketiga Victor Yeimo disebut menjadi aktor utama di balik kasus kerusuhan di Papua pada tahun 2019 silam, keempat Victor Yeimo membawa kabur uang sebesar 300 juta yang diberikan oleh Pemprov Papua, kelima didapati beberapa bukti transfer uang sebanyak 1 miliar dari Pemprov Papua, keenam Victor Yeimo merencanakan dan menghasut masyarakat untuk melaksanakan aksi mogok sipil nasional secara terang-terangan di media sosial dan dari hasil pengakuan dirinya ada beberapa oknum pejabat di Papua yang selama ini memberikan dukungan kepadanya.

Rasisme Australia 

Isu kemerdekaan Papua sebetulnya bukan isu yang baru kita dengar. Terlebih lagi isu ini sudah diketahui juga oleh beberapa negara tetangga kita. Ada beberapa negara tetangga yang terkesan sedikit ikut campur dan berusaha melindungi beberapa aktivis pro-kemerdekaan ini, sebut saja contohnya adalah Negara Australia.

Tak hanya sekali dua kali media Australia berusaha ikut campur dalam propaganda media terkait isu di Papua, seolah-olah bahwa Australia mengisyaratkan dukungannya untuk kemerdekaan Papua. Namun, pada Oktober lalu muncul sebuah kontradiktif dimana pemberitaan tentang “Referendum Hak Masyarakat Asli Australia” tidak diakui oleh warga Australia (kulit putih) dan cenderung mengarah pada Rasisme kepada penduduk asli yaitu Suku Aborigin yang kita ketahui bersama.

Dari rilis beberapa sumber media menyatakan bahwa jumlah populasi orang dari Suku Aborigin hanya sekitar 3,2% dari total 26 juta penduduk Australia saat ini. Kenyataan yang sangat miris mengetahui keadaan orang-orang Suku Aborigin yang ternyata selama ini tidak memiliki hak suara dan terkesan dipinggirkan oleh konstitusi Negara Australia.

Lalu yang menjadi pernyataannya, bagaimana bisa sebuah konstitusi negara yang mengasingkan penduduk aslinya namun menganugrahi sebuah penghargaan kepada seorang Victor Yeimo yang dikenal sebagai aktivis penolak Rasisme.

Sangat diharapkan untuk para kaum intelektual Papua agar dapat lebih kritis lagi melihat bahwa sudah banyak negara besar lainnya yang ingin menguasai Papua apabila lepas dari Indonesia dengan cara menggunakan beberapa propaganda yang terkesan selalu mengintimidasi dan memecah persatuan Negara Indonesia terutama di Wilayah Papua. 

Kesimpulannya, aktor-aktor penggerak pro-kemerdekaan seperti Victor Yeimo hanyalah seorang aktivis yang ingin menggadaikan Papua pada kekuasaan demi kepentingan pribadi. Ancaman nyata yang akan terjadi apabila Papua tergadaikan adalah rakyat asli Papua akan selalu terbelakang dan terasingkan seperti orang dari Suku Aborigin. Negara-negara besar akan berusaha menguasai dan mengeksploitasi Papua di segala bidang.  Sebaliknya, Pemerintah Indonesia serius dalam membangun Papua demi kemajuan dan tercipta kedamaian dibawah naungan NKRI.