Pro dan Kontra Pemekaran Wilayah Daerah Otonomi Baru di Tanah Papua

Advokat Gabriel Ndawi Ndickend, SH, MH. Foto: Rmol Jateng
Advokat Gabriel Ndawi Ndickend, SH, MH. Foto: Rmol Jateng

Perbedaan Pendapat dalam menyikapi suatu persoalan, sudah pasti ada Pro dan Kontra, namun untuk Menyatukan persepsi antara Pro dan Kontra tersebut, dibutuhkan suatu Alasan Logis dan Ilmiah yang melahirkan suatu Opini yang Tidak Terbantahkan Kebenarannya, yang merupakan Dasar yang dapat dipergunakan sebagai Solusi bagi Penyelesaian Suatu Persoalan.

Mengamati dan Mencermati Aksi Demonstrasi Pro dan Kontra Pemekaran Wilayah Daerah Otonomi Baru (DOB) DI Tanah Papua, yang dilakukan oleh Kelompok-Kelompok Masyarakat dan Kelompok-Kelompok Mahasiswa yang dilakukan di beberapa wilayah di Tanah Papua dan di luar Tanah Papua, bahwa ada dua alasan Utama seseorang Mendukung Pemekaran Wilayah Daerah Otonomi Baru (DOB) di Tanah Papua. Alasan yang pertama adalah Alasan Umum, yaitu Alasan yang dilihat dari Sudut Pandang  Masyarakat Papua secara Umum yaitu  dari Oknum-Oknum Kaum Migran Musiman, Oknum-Oknum Kaum Migran Seumur Hidup Turun Temurun, dan Oknum-Oknum Orang yang berasal dari Garis Keturunan Ibu/Mama Papua, dan juga sebagian Kecil Orang Asli Papua. Kelompok Masyarakat ini Hanya melihat Dampak dan Manfaat Pemekaran Wilayah Daerah Otonomi Baru secara Umum, seperti Tujuan Pemekaran Wilayah yang tercantum di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 Tentang Persyaratan Pembentukan Dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah,Bab II Tujuan, Pasal 2 Pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan Daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melalui :

  1. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat;
  2. Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi;
  3. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah;
  4. Percepatan pengelolaan potensi daerah;

Peningkatan keamanan dan ketertiban; Peningkatan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah. Namun Kelompok Masyarakat ini Tidak melihat Alasan Pemekaran Wilayah dari sudut pandang Masyarakat Papua secara Khusus yaitu Orang Asli Papua (OAP).

Alasan Kedua adalah Alasan Khusus, yaitu Alasan yang  dilihat dari  Sudut Pandang Masyarakat Papua secara Khusus, yaitu Masyarakat Orang Asli Papua. Kelompok Masyarakat ini Tidak Hanya melihat Dampak dan Manfaat Pemekaran Wilayah Daerah Otonomi Baru secara Umum saja tetapi juga dari Sudut Pandang Masyarakat Papua Secara Khusus, yaitu Masyarakat Orang Asli Papua, sesuai dengan Tujuan Otonomi Khusus Papua yaitu antara lain “Meningkatkan Taraf Hidup; Kemakmuran dan Kesejahteraan Masyarakat; Mewujudkan Keadilan Penerimaan Hasil Alam; Penegakan Hak Asasi Manusia serta penerapan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik” dan makna  Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua yaitu “ Kewenangan Khusus yang Diakui dan Diberikan kepada Provinsi Papua untuk Mengatur dan Mengurus Kepentingan Masyarakat setempat menurut Prakarsa Sendiri berdasarkan Aspirasi dan Hak-Hak Dasar Masyarakat Papua”.yang Memprioritaskan Kekhususan dari Otonomi Khusus yang diberikan oleh Negara kepada Orang Asli Papua, berupa Regulasi yang Memproteksi Hak-Hak Dasar, Hak-Hak Khusus, dan Hak-Hak Istimewa (Privilege) yang sudah Semestinya dan Seharusnya Dijamin dan Dimuat di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua beserta Perubahannya.

Perlu diketahui bahwa walaupun Telah mengalami dua kali Perubahan, namun Undang-Undang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua masih Jauh dari Harapan dan Ekspektasi Orang Asli Papua, masih Jauh dari kata “Baik”, bahwa Isi Undang-Undang Otonomi Khusus tersebut (Bab, Pasal, dan Ayat), belum sepenuhnya mengakomodir Kepentingan Orang Asli Papua, yang memberikan  Kekhususan dan Keistimewaan, serta Wewenang seluas-luasnya dalam Bingkai NKRI tentunya, kepada Orang Asli Papua yang merupakan Dasar-Dasar Hukum yang Memproteksi Hak-Hak Dasar, Hak-Hak Khusus, dan Hak-Hak Istimewa (Privilege) yang dianugerahkan oleh Tuhan sejak Awal Tuhan Menciptakan Alam Semesta ini dan Menempatkan Orang Asli Papua di Tanah yang dipilih Tuhan Sendiri, yaitu Tanah Papua, sebagai Orang Asli (Indigenous peoples), Tuan Tanah, Bukan Migran, Padahal pada salah satu poin Penting Pertimbangan Presiden dalam Undang-Undang Otonomi Khusus tersebut, yaitu pada Huruf (a) Menyatakan “Bahwa dalam rangka Melindungi dan Menjunjung Harkat dan Martabat, Memberi Afirmasi, dan Melindungi Hak Dasar Orang Asli Papua, baik dalam bidang Ekonomi, Politik, maupun Sosial-Budaya, Perlu Diberi Kepastian Hukum”. Pertimbangan Presiden tersebut Amat Sangat Nyaman di Telinga Orang Asli Papua dan Nyaris Sempurna, namun para Penyusun/Perancang Undang-Undang Tersebut Tidak Mengindahkan dan Mengabaikan Pertimbangan Presiden yang sangat Baik tersebut. Perlu diingat bahwa ada beberapa hal mendasar yang harus diperhatikan oleh Penyusun/Perancang  Undang-Undang pada saat Menyusun suatu Undang-Undang, antara lain, Landasan Filosofis, Landasan Sosiologis, dan Landasan Yuridis, serta Asas Kepastian Hukum. Menurut saya, bahwa pada saat menyusun dan merancang Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua beserta Perubahannya, para Penyusun/Perancang Undang-Undang tersebut Tidak Memperhatikan, Tidak Mengingat, dan Tidak Menimbang Landasan Filosofis, Landasan Sosiologis, dan Landasan Yuridis, serta Asas Kepastian Hukum secara seksama, Baik dan Benar, sehingga Menimbulkan “Kekacauan” karena Tidak mengakomodir Kepentingan Orang Asli Papua sehingga Tidak sesuai dengan Makna dan Tujuan Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

Perlu diketahui bahwa sampai dengan Saat ini, di Tanah Papua Masih Terjadi Eksploitasi Tanah dan Manusia Papua, yang dilakukan oleh oknum-oknum Elite Politik Pusat dan oknum-oknum Elite Politik Daerah, Institusi-Institusi tertentu, dan oknum-oknum Penguasa, yang Dzalim, Rakus, dan Serakah, dengan Tipu Muslihat, Rayuan Gombal dan Mulut Manis, merendahkan hakikat Kebenaran, Merendahkan Harkat dan Martabat Manusia,  yang dibungkus dengan Bingkai Kebaikan Semu, yang Mengatasnamakan Negara, Institusi, Kelompok Masyarakat, dan Mengatasnamakan Kemanusiaan dengan Alasan Kepentingan Negara, Kepentingan Masyarakat, dan sebagainya, yang Katanya demi Kemaslahatan Bersama dan Kemanusiaan. Oleh karena itu Saya Menghimbau kepada Yang Terkasih Saudara-Saudaraku Orang Asli Papua (OAP), agar berhati-hati untuk Menerima informasi apa saja, dari Sumber manapun, Jangan sampai Langsung Ditelan Mentah- Mentah, bahwa semua Informasi yang Dilihat dan Didengar harus Dicerna dan Diteliti terlebih dahulu Kebenarannya, Keabsahannya, Keuntungan dan Kerugiannya, barulah setelah itu boleh mengambil Keputusan yang Benar, Jangan Mudah Dirayu, Jangan Mudah Dihasut. Hati-Hati Menilai suatu “Kebaikan”, karena suatu “Kebaikan” Belum Tentu merupakan suatu”Kebenaran”, tetapi sebaliknya suatu “Kebenaran” sudah Pasti Menciptakan Kebaikan yang Benar, di Dunia dan di Akhirat.bahwa “Si Jahat” selalu Siap Mengelabui Manusia dengan Tipu Muslihatnya, Mengemas suatu “Kejahatan” dengan “Bingkai Kebaikan”. Ibarat seekor Ikan yang Terpedaya oleh Tipu Muslihat seorang Manusia yang mengemas sebuah Umpan yang Menarik Perhatian sang Ikan,(baik Umpan Asli maupun Umpan Palsu), oleh karena Ikan Tidak Memiliki Akal Budi dan hanya memiliki Naluri saja, maka sang Ikan akan terpesona dengan melihat”Kebaikan” Umpan, dan sang ikan tidak akan meneliti dan menganalisa Kebaikan, Keburukan, Keuntungan dan Kerugian yang ada pada “Kebaikan” Umpan tersebut, maka dengan hanya menggunakan Nalurinya saja sang ikan akan langsung Menyambar dan Menelan Umpan dengan Lahapnya. Akhir ceritanya pasti saudara-saudari sudah mengetahuinya bagaimana Nasib sang Ikan tersebut. Sang Ikan Tidak Mengetahui bahwa “Di dalam Umpan yang Baik Terdapat Mata Kail yang Jahat”, Semoga Kita Tidak Bernasib seperti sang Ikan. Saudara-Saudariku, Jangan biarkan Dirimu Terpedaya, Jangan sampai Dirimu Dimanfaatkan, Jangan Biarkan Dirimu Diperalat untuk mencapai Tujuan Pribadi atau Pihak-Pihak Tertentu yang Belum Tentu dengan Tulus dan Ikhlas Membantu/Menolongmu, tetapi Mungkin saja Menjerumuskanmu saat ini atau di Kemudian Hari nanti. Jangan Rendahkan Harkat dan Martabatmu dengan Menukar Masa Depan Generasi Penerus Bangsa Papua dengan Sebungkus Pinang, dengan Selempang Tembakau atau Sebungkus Rokok, dan dengan Hanya Sebungkus Nasi saja. Amankan Bangsa Papua, Pulihkan Bumi Animha.

Disisi lain, bagaimana dengan Sumber Daya Manusia? Bahwa untuk mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam Menyambut  Pemekaran Wilayah suatu Daerah Otonomi Baru (DOB), untuk Mengisi posisi-posisi strategis dalam suatu Pemerintahan, harus melalui dua jenis seleksi yang berbeda, untuk masing-masing memperoleh dua jenis Jabatan yang berbeda pula, yaitu Jabatan Politik dan Jabatan Karir. Jabatan Politik adalah Jabatan yang dihasilkan oleh proses Politik yaitu hasil sebuah Pemilihan Umum (PEMILU), Pemilihan Umum Kepala Daerah (PEMILUKADA), dan Pemilihan Umum Legislatif (PILEG), seperti Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota, dan juga Anggota dan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang sering juga disebut sebagai Pejabat Publik. Sedangkan Jabatan Karier adalah Kedudukan/Jabatan dalam Organisasi Pemerintahan yang diisi oleh Pegawai Karir atau Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu para Birokrat yang secara Normatif melaksanakan Kebijakan Pembuat Kebijakan oleh Pejabat Publik yang berasal dari Politisi (Jabatan Politik), yang dihasilkan dari seleksi Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Bahwa untuk Jenis Jabatan Karir atau Jabatan Struktural, Kami Orang Asli Papua (OAP) Tidak Bisa Berharap Banyak untuk Mendapat Kekhususan berupa Hak Istimewa (Privilege), namun yang bisa diharapkan adalah Prioritas Kuota bagi Orang Asli Papua dalam Seleksi Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Kemudahan-Kemudahan dalam Kenaikan Pangkat/Golongan. Untuk mencapai puncak karier dengan menduduki posisi tertinggi dalam Jabatan Karir atau Jabatan Struktural ini, seseorang harus meniti karir secara bertahap dan teratur, mulai dari posisi terendah  PNS Golongan I, PNS Golongan II, PNS Golongan III (Eselon IV), PNS Golongan IV (Eselon III),  sampai posisi tertinggi PNS Golongan IV (Eselon II),yaitu Sekretaris Daerah (SEKDA), Jabatan Struktural ini Tidak Bisa Dikarbit, butuh Waktu antara 20 sampai 25 Tahun untuk mencapai Puncak Tertinggi Karir yaitu Posisi Sekretaris Daerah (SEKDA). Berbeda dengan Jabatan Politik yang merupakan Jabatan yang dihasilkan oleh proses Politik yaitu hasil sebuah Pemilihan Umum (PEMILU), Pemilihan Umum Kepala Daerah (PEMILUKADA), dan Pemilihan Umum Legislatif (PILEG), seperti Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota, dan juga Anggota dan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang sering juga disebut sebagai Pejabat Publik. Untuk  Jenis Jabatan Politik ini, Kami Orang Asli Papua memiliki Hak Penuh untuk Menjabatnya, Berdasarkan Hak-Hak Dasar dan Hak-Hak Khusus, serta Hak-Hak Istimewa (Privilege), yang Diakui, dan Dihormati oleh Negara,dalam Undang-Undang Dasar 1945, dan Kekhususan yang Diberikan oleh Otonomi Khusus Bagi Tanah Papua, yang sangat disayangkan Belum Terakomodir dengan Benar di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, sebagai Dasar Hukum yang Memproteksi Hak-Hak Dasar, Hak-Hak Khusus, dan Hak-Hak Istimewa Orang Asli Papua.

Oleh karena itu berdasarkan paparan Masalah diatas, maka saya Advokat Gabriel Ndawi Ndickend, S.H., M.H. sebagai Praktisi Hukum dan sebagai Putra Daerah Orang Asli Papua Selatan, Secara Pribadi dan Mewakili Orang Asli Papua secara Umum dan Orang Asli Papua Selatan Khususnya Yang Sepikir dan Sehati dengan saya, Menyatakan beberapa Hal yang Sangat Penting, Mendesak (Urgen) dan merupakan Prioritas untuk dilakukan demi Kepentingan “Bangsa” Papua saat ini dan Generasi Penerus “Bangsa” Papua ke Depan dalam Kalimat-Kalimat Kunci (Key Sentences) berikut ini  :

  1. Bahwa pada dasarnya Kami Mendukung Pemekaran Wilayah Papua Selatan, Namun Tidak dalam Waktu Dekat ini, karena adanya beberapa Alasan yang Sangat Penting, Mendasar dan Mendesak (Urgent), Kami Meminta Dengan Hormat Kepada Presiden Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia untuk Menunda Pemekaran Wilayah Provinsi Papua Selatan, yang direncanakan dalam waktu dekat akan Disahkan sebagai Provinsi Papua Selatan (Menunda untuk Waktu yang Tidak Ditentukan, sampai Adanya Revisi Total Undang-Undang Otonomi Khusus), dan Memprioritaskan Revisi Total Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua beserta Perubahannya yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Mengapa demikian? Alasannya adalah bahwa jika dalam waktu dekat Papua Selatan Dimekarkan dan Disahkan sebagai Provinsi Papua Selatan, maka Makna Otonomi Khusus Papua Tidak akan berarti apa-apa, dan Tujuan Otonomi Khusus Papua Tidak akan Terwujud  dan sangat Tidak Menguntungkan bahkan sangat Merugikan Masyarakat Orang Asli Papua, karena tidak didukung oleh Regulasi yang Baik dan Memadai. Bahwa Regulasi yang mengatur Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua tersebut, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua bererta Perubahannya, masih Jauh dari Harapan dan Ekspektasi Orang Asli Papua, masih Jauh dari kata “Baik”. Bahwa Isi Undang-Undang Otonomi Khusus tersebut (Bab, Pasal, dan Ayat), belum sepenuhnya mengakomodir Kepentingan Orang Asli Papua, bahkan Tidak menjamin  keKhususan dan keistimewaan, serta Tidak memberikan Wewenang seluas-luasnya untuk Mengatur dan Memimpin Dirinya Sendiri dalam Bingkai NKRI tentunya, dan bahwa Undang-Undang tersebut Tidak memuat Dasar-Dasar Hukum yang Memproteksi Hak-Hak Dasar, Hak-Hak Khusus, dan Hak-Hak Istimewa (Privilege)  bagi Orang Asli Papua, yang dianugerahkan oleh Tuhan. Dan jika Regulasi tersebut Tidak Mengatur Kekhususan dan Keistimewaan bagi Masyarakat Orang Asli Papua, ini sama saja artinya Tidak Ada Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, dan Tidak ada Bedanya dengan Provinsi Lain yang Umum di Indonesia, oleh karena itu Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua ini dapat disebut sebagai “ Otonomi Khusus Bodong”. Bahwa selama 20 Tahun terakhir, Kami Orang Asli Papua merasa Tidak Diperlakukan Khusus, Spesial dan Istimewa karena adanya Otonomi Khusus Bagi Provinsi  Papua, Kami Merasa Tidak ada Bedanya dengan Provinsi Lain di Indonesia, padahal Provinsi Kami adalah Provinsi yang diberi Otonomi Khusus, yang seharusnya Diperlakukan “Khusus dan Istimewa”.
  2. Meminta Dengan Hormat Kepada Presiden Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia untuk Menjamin “Kekhususan” Bagi Masyarakat Orang Asli Papua, seperti apa yang dimaksud dalam “Otonomi Khusus” Bagi Provinsi Papua, dengan Mencantumkan dasar-dasar Hukum yang Menjamin Kekhususan Bagi Masyarakat Orang Asli Papua, di dalam Pasal-Pasal Undang-Undang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua tersebut, antara lain yang Terpenting dan Terutama adalah Pasal yang Mengatur Tentang “Definisi Orang Asli Papua”. Bahwa dengan Adanya Definisi Orang Asli Papua yang Benar, akan Membedakan Orang Asli Papua dengan Orang Lain yang Bukan Orang Asli Papua, sehingga Tidak Semua orang bisa Menikmati Otonomi Khusus Papua yang Memang dikhususkan Hanya Bagi Orang Asli Papua. Definisi Orang Asli Papua ini Harus diletakkan di Tempat Tertinggi dan Terutama, yaitu pada Pasal 2 setelah Pasal 1 yang memuat Tentang Ketentuan Umum, dan Pasal ini Harus Berdiri Sendiri secara Independen dan Tidak Tergabung dengan Hal-Hal Lain. Oleh karena itu, Konsep Definisi Orang Asli Papua yang Benar, yang saya susun sesuai dengan eksistensi, Aspirasi dan Keinginan Orang Asli Papua adalah sebagai berikut: “ Orang Asli Papua adalah orang yang berkulit hitam, dan berambut keriting, dan juga orang yang tidak berkulit hitam dan tidak berambut keriting, tetapi berasal dari garis keturunan Ayah/Bapak (Patriarki), bermarga asli Papua, berasal dari suku-suku asli di Papua , dan merupakan pemilik hak ulayat Tanah adat di Tanah Papua, berasal dari  Rumpun Ras Melanesia (Papua Melanosoid), yang dibuktikan dengan HasiL Tes DNA”. Definisi Orang Asli Papua ini Tidak Ada Celah Hukumnya yang bisa dipakai oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki Niat Jahat (Mens Rea) dan memiliki Kepentingan dan Tujuan Tertentu, untuk “ Mem – Papua – kan” orang Non Papua (orang Bukan Orang Asli Papua)menjadi Orang Asli Papua, seperti orang yang berasal dari Garis Keturunan Ibu/Mama Papua, orang yang Bukan merupakan Orang Asli Papua yang Dianugerahi Marga Asli Papua oleh Masyarakat Adat Papua, dan Kaum “Migran Seumur Hidup Turun-Temurun”.Definisi Orang Asli Papua ini Sangat Bertolak Belakang dengan Definisi Orang Asli Papua yang tercantum dalam Pasal 1 Angka 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun Tahun 2021 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, yang berbunyi, “Orang Asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri atas suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai Orang Asli Papua oleh Masyarakat Adat Papua”. Definisi Orang Asli Papua ini Definisi yang Salah, dan Definisi ini juga membuka Pintu Selebar-lebarnya bagi Orang Non Papua untuk menjadi Orang Asli Papua, dan merupakan Dasar Hukum untuk “Mem - Papua - kan” Orang Non Papua menjadi Orang Asli Papua, dan Menjamin serta Membuka Peluang sebesar-besarnya kepada para Elite Politik Daerah dan para Politisi Daerah serta orang perorangan Non Papua (Bukan Orang Asli Papua) untuk Menjadi Pejabat (Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, serta Pimpinan DPR) untuk Memimpin Papua.

 

Sebelum Mengakhiri Tulisan Saya ini, ada satu Pertanyaan Besar yang Harus dijawab oleh Semua Orang yaitu “Jika terjadi Pemekaran Provinsi, dan Papua Selatan Menjadi sebuah Provinsi yang Sah, maka Undang-Undang Apakah yang akan dipakai atau digunakan sebagai Regulasi untuk Mengatur Provinsi Papua Selatan tersebut?! Karena yang Jelas bahwa Provinsi Papua Selatan Tidak Bisa Menggunakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua”. Mengapa Demikian? Silahkan Dijawab sendiri.

Finally, as Key Words: ”Amankan Bumi Animha, Selamatkan Orang Asli Papua Selatan saat ini dan Generasi Penerus Bangsa Papua di masa yang akan Datang  dengan  Menunda Pemekaran Provinsi Papua Selatan untuk Waktu yang Tidak Ditentukan, dan Mengutamakan serta Memprioritaskan Revisi Total Undang-Undang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua yang Masih Kosong Melompong alias Bodong. Kalau Bukan Kita Siapa Lagi, Kalau Tidak Sekarang maka Percayalah bahwa Saat ini juga Anda Telah Membiarkan “Kesusahan, Kesukaran, dan Kekacauan” itu Terjadi Bagi Orang Asli Papua”. Ini Bukan Ramalan, tetapi Prediksi yang Logis dan Ilmiah”.