Penambahan Dana Otsus, Peran Politik OAP dan DOB Sebagai Langkah Strategis UU Otsus

Burhan Zein/ Akademisi/ Intelektual Marind
Burhan Zein/ Akademisi/ Intelektual Marind

Dari perspektif Hukum Tata Negara ketika satu UU telah ditetapkan oleh pembentuk UU, yang mana dalam Negara Republik Indonesia kewenangan membentuk UU ada pada Lembaga Legislatif dalam hal ini DPR RI dan kemudian disahkan oleh Presiden Republik Indonesia sebagai Kepala Negara ditandai dengan pengundangan di dalam staatblaad atau Lembaran Negara, maka UU tersebut dinyatakan berlaku dan atau efektif berlaku terhitung tanggal diundangkannya ini berdasarkan asas fiksi hukum, bahkan tidak hanya sampai di situ, asas fiksi hukum lebih lanjut menegaskan bahwa ketika satu UU telah diundangkan maka setiap warga Negara dianggap tahu dan tunduk serta patuh terhadap UU tersebut. Namun ketika ada Warga Negara yang merasa hak konstitusionalnya dilanggar dan dirugikan oleh UU yang diterbitkan maka pihak tersebut dapat menggugat ke Mahkamah Konstitusi, ini pun sangat bergantung pada keabsahan legal standing dari penggugat.  

Begitupun asas fiksi hukum berlaku terhadap UU Nomor. 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua UU Nomor. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Kelahiran UU Nomor. 2 Tahun 2021 ini harus dipahami sebagai satu dinamika kehidupan ketatanegaraan. Bagi orang  yang pernah mempelajari Hukum Tata Negara pasti akan memahami dinamika dalam ketatanegaraan, dan ini sangat berkaitan erat dengan politik pemerintahan.

Sebagai akademisi yang telah 20 tahun mengasuh mata kuliah hukum dan konsentrasi hukum tata Negara, saya menilai UU Otsus yang baru disahkan ini telah menjawab beberapa persoalan yang kurang lebih selama 20 tahun pemberlakukan Otsus masih sangat lemah. Perubahan materi UU antara lain terkait Penambahan dana otsus,  skema pencairan dan pengelolaan dana otsus, pembentukan Badan Khusus Percepatan Pembangunan Papua, pembentukan DPRK dengan menambah anggota jalur pengangkatan, dan pengajuan aspirasi pemekaran atau pembentukan DOB.

Saya berharap pasal-pasal hasil revisi maupun pasal penambahan dalam UU baru ini tidak lagi menjadi pasal pajangan tanpa implementasi. Saya punya pengalaman pada tahun 2017 lalu, yang mana saya ikut memperjuangan Pengangkatan Anggota DPRD Provinsi Papua dari OAP berdasarkan wilayah adat sebagaimana diatur dalam pasal 6 UU Otsus Nomor 21 Tahun 2001, yang mana baru tahun ke 17 pemberlakukan Otsus baru teralisasi pengangkatan 14 Kursi berbasis wilayah adat.

Saya sangat berharap dalam jangka waktu 90 hari kedepan Peraturan Pemerintah sebagai aturan pelaksana UU ini dapat segera terbit guna mengimplementasi lebih lanjut pasal-pasal strategis ini.

Sebagai anak marind tentunya harapan yang lebih dari saya adalah percepatan pengangkatan Anggota DPRK dan percepatan Pembentukan Provinsi Baru di wilayah selatan tanah papua ini.

Dari perspektif  Hukum Tata Negara dengan adanya penambahan pada pasal 6 sangat memberikan peran aktif kepada OAP dalam bidang politik yaitu duduk sebagai anggota pada DPR Kabupaten dan  Kota, saya berharap dengan Peraturan Pemerintah yang terbit setelah 90 hari ini, sudah dapat dilakukan proses seleksi dan pengangkatan anggota DPRK.

Dalam proses rekrutmen Calon Anggota DPRK ini Pemerintah Kabupaten dan Kota melalui Kesekretariatan Daerah Cq. Bagian Hukum bertanggung jawab dalam memberikan arahan sekaligus bantuan konsultasi hukum kepada Lembaga Adat dan Ketua-Ketua Adat baik berdasarkan golongan adat, wilayah atau kampung adat.

Saya contohkan, khusus untuk Kabupaten Merauke, wewenang memilih atau menentukan Calon Anggota DPRK dapat diserahkan kepada Ketua Empat Golongan Imoh, Sozom, Mayo dan Ezam, dengan tetap mempertimbangkan keterwakilan wilayah-wilayah yang ada. Tentunya ini dapat dilakukan dalam Musyawarah Adat atau Gelar Tikar Adat Marind, persis seperti apa yang pernah saya dan Tim LMA lakukan tanggal 3 Juli 2019 di halaman Kantor Bupati Merauke, ketika mengusulkan atau mencetus gagasan penambahan kursi DPRD Kabupaten dan Kota bagi OAP kepada Presiden RI.

Ketika saya mengkonsepkan Kursi DPRD Kabupaten dan Kota jalur pengangkatan sebagai Salah satu tuntutan Masyarakat Adat Marind 3 Juli 2019, saya telah ikut berjuang merealisasikan 14 kursi otsus jalur pengangkatan di DPRP (Papua No. 1 News Portal I Jubi, tanggal 17 Agustus 2017 Judul : Keanggotan DPRP Wakil Adat menentukan keberhasilan Otsus, Oleh. Burhanuddin, S.H., M.H.).  Dan sesungguhnya materi Kursi Otsus Bagi OAP Jalur Pengangkatan Berbasis Wilayah Adat ini adalah Materi yang saya kaji dan teliti dan saya presentasi dalam Ujian Kualifikasi Doktor pada Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya Kota Malang Jawa Timur.

Terkait dengan implementasi pasal 76 tentang aspirasi pemekaran atau pembentukan DOB, setelah terbit Peraturan Pemerintah diharapkan pembentukan Provinsi segera terwujud.

Saya berharap UU ini lebih mensejahterakan masyarakat Papua, khususnya masyarakat orang asli Papua, menurut saya UU ini memberikan perubahan yang besar menuju kebangkitan dan kemandirian serta mensejahterakan OAP dalam Kerangka NKRI.

Terkait pemekaran DOB dalam hal ini Ibu Kota Provinsi Papua Selatan saya menilai Kabupaten Merauke sudah lebih siap menjadi Ibu Kota Provinsi. Keberadaan Korem dan Lantamal yang dipimpin seorang Jenderal Bintang Satu serta seorang Rektor yang memimpin Universitas Negeri sudah membuktikan bahwa Merauke sudah siap dan layak sebagai Ibu Kota Propinsi, selain infrastruktur vital lainnya Bandara, Pelabuhan Laut dan lain-lain sebagainya.

Sebagai anak adat marind mayo keturunan Auwabalik, saya menaruh harapan besar kepada Bupati Merauke Romanus Mbaraka sebagai Bupati Kabupaten Induk untuk percepatan pembentukan Provinsi baru ini, tentunya ini bersama-sama dengan Bupati Asmat, Boven Digoel dan Mappi. Akhir dari uraian ini saya mengajak kita semua berdoa Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan kesehatan dan kekuatan kepada Para Pimpinan Daerah kita di selatan papua ini, dan juga para pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam perjuangan pembentukan Provinsi Papua Selatan ini. AMIN.

Burhan Zein: Penulis adalah Intelektual Marind yang saat ini bekerja sebagai Dosen Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Musamus Merauke.