Praperadilan Kasus Septic Tank, Pengacara Datangkan Dua Saksi Ahli

Tim kuasa hukum Muhammad Nur Umlati perkara dugaan korupsi pembangunan tangki Septic Tank pada dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Raja Ampat, dalam sidang lanjutan praperadilan dengan agenda pemeriksaan bukti mengajukan sembilan alat bukti surat dan menghadirkan dua orang saksi ahli, kemarin 25 Februari 2021.


Ahli yang dihadirkan, yaitu Dosen Fakultas Hukum UKI Jakarta, Mompang Panggabean dan Dadang Swanda, dosen pada IPDN Bandung. 

Sidang yang dipimpin hakim Vabianes Stuart Wattimena. Setelah melakukan pemeriksaan terhadap bukti surat yang diajukan tim kuasa hukum pemohon praperadilan, hakim tunggal melanjutkan persidangan dengan agenda mendengar keterangan ahli.

Menurut ahli dari IPDN, Dadang Swanda menjelaskan, keberadaan UU Nomor 15 Tahun 2004 dalam rangka penindakan hukum. Namun, diisi lain memberikan waktu 60 hari atau dua minggu. Jadi, semuanya jangan serba pidana. Lebih baik mengedepankan pengembalian kerugian negara. Apabila hal itu tidak dilakukan, barulah penegak hukum bisa masuk. 

Lebih lanjut ahli administrasi ini mengatakan, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4, yang berhak melakukan perhitungan kerugian negara adalah BPK, bukan BPKP.

“ Pertanyaannya, apakah penegak hukum dapat menindak, tanpa melibatkan BPK, jawabannya tidak bisa, sebab itu merupakan kewenangan BPK. Kita punya kewenangan masing-masing. Nggak bisa penegak hukum menetapkan kerugian negara,” kata Dadang Swanda

Selama di BPK, dia sering memberikan advice. Saat menjabat sebagai Kepala Pengaduan di Kemendagri. Kalau ada Kepala Daerah yang diperiksa harus mendapat izin dari Presidan. 

“ Saya sering berkoordinasi dengan Bareskrim terkait pemeriksaan yang melibatkan Kepala Daerah," kata dia 

Dalam perkembangannya, lanjut Dadang Swanda ada kesepakatan mengenai audit, harus mengedepankan audit. Nantinya, hasil pemeriksaan diajukan ke TP TGR, hasilnya akan dibahas di Majelis Tema. Kemudian Pemda bentuk tim penyelesaian keungan negara. Kalau terjadi kerugian keuangan negara dia diminta kembalikan uang sesuai sumber. Waktu pengembaliannya  paling lama 2 tahun. 

“ Jika dalam tempo dua tahun yang bersangkutan tidak selesaikan berati harus ekspos. Metodenya, BPKP bisa melakukan perhitungan kerugian negara," kata dia 

Saat ditanya hakim praperadilan, apakah hasil audit dari BPK bisa menjadi dasar untuk menetapkan tersangka atau audit bukti surat, Sidang menjawab kalau berdasarkan surat edaran dari MA, instansi yang berwewenang adalah BPK.

Audit bisa dilakukan oleh BPKP, akan tetapi tidak bisa dipakai sebagai bukti dalam penyidikan terkait kerugian negara. Hasil audit BPKP lebih tepat ditujukan kepada bupati dalam rangka perbaikan. Sebab hasil audit BPKP hanya bersifat internal.

Sementara ahli hukum pidana dari UKI Jakarta, Mompang Panggabean menyatakan, pengembalian kerugian negara tidak menghapuskan pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU Pemberantasan Tipikor. 

Hanya saja belakangan ini dikeluarkannya Perma terkait pedoman pemidanaan bagi pelaku korupsi. Dengan adanya Perma tersebut, saya melihat adanya ambisi untuk menjebloskan semakin banyak orang yang merugikan keuangan negara ke dalam Lembaga Pemasyarakatan," terangnya. 

Mompang mengaku, biasanya JPU maupun jaksa KPK mendesak agar hakim yakin bahwa benar telah terjadi kerugian keuangan negara. Dengan demikian, Pasal 4 UU Pemberantasan Tipikor terpenuhi. 

Perlu adanya harmonisasi antara UU Administrasi dengan UU Tipikor, agar tidak selalu berakhir pada pemidanaan. 

Kemudian, pernyataan pakar hukum pidana seperti Romli Admasasmita mengatakan apa ingin dicapai dengan memidanakan orang sebanyak-banyaknya. Apakah JPU maupun jaksa KPK mampu mengembalikan aset para tersangka. 

Terkait dengan hal itu, seharusnya yang paling utama dilakukan adalah pengembalian aset bukan pemidanaan," ungkap Mompang.

Sidang praperadilan yang tidak dihadiri pihak termohon, Kejaksaan Tinggi Papua Barat ini masih akan dilanjutkan, Jumat (26/02/2021), dengan agenda kesimpulan, yang kemudian dilanjutkan dengan putusan.