Mahkamah Konstitusi Jelas-Jelas Melanggar Konstitusi

Burhanuddin Zein,S.H.,M.H/ Penulis
Burhanuddin Zein,S.H.,M.H/ Penulis

Dalam menangani perkara permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu soal syarat batas usia capres dan cawapres, menurut saya dari optik Hukum Tata Negara (HTN), Mahkamah Konstitusi ( MK ) Republik Indonesia, telah melanggar Konstitusi Negara yaitu UUD NRI 1945 (hasil NRI amandeman) dan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. 

Sebagai Akademisi/Dosen HTN, menurut saya jelas dan nyata Mahkamah Konstitusi telah bertindak di luar kewenangan dan atau tanpa kewenangan.

Terlihat jelas dengan putusan ini, MK telah memposisikan diri sebagai lembaga legislatif, karena telah membuat norma, yakni menambah rumusan "pernah atau sedang menjadi kepala daerah".

Bila kita pahami Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, tugas Mahkamah Konstitusi sebagaimana juga kewenangan Mahkamah Konstitusi, antara lain menguji UU terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilu.

Kewenangan itu pula yang kemudian diadopsi oleh UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, yaitu pada BAB III Kekuasaan Mahkamah Konstitusi, Bagian Pertama yang mengatur Wewenang MK, yang tercantum dalam   Pasal 10 (1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk : 

  1. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  3. memutus pembubaran partai politik; dan
  4. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Seharusnya MK hanya boleh menyatakan bahwa pengaturan usia minimum capres cawapres minimal 40 tahun bertentangan dengan UUD 45, tidak boleh membuat norma baru. Selanjutnya, penambahan “ pernah atau sedang menjabat kepala daerah “  tidak berdasarkan argumen ilmiah yang membenarkannya.

Pada Sidang tanggal 16 Oktober 2023 itu, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengenai batas usia capres dan cawapres diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.

Mahkamah berkesimpulan bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Oleh sebab itu, Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD Negara RI Tahun 1945.

Sehingga Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi, berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

Selanjutnya menurut saya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat dan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden hanya bisa diterapkan bila Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) direvisi.

Untuk itu maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) selaku penyelenggara pemilu tidak bisa melakukan perubahan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) berkaitan dengan materi muatan "pernah atau sedang menjadi kepala daerah" sebelum UU Pemilu direvisi terlebih dahulu. Sehingga sangat tidak mungkin atau tidak cukup waktu, untuk putusan ini bisa langsung berlaku atau digunakan  untuk kepentingan pendaftaran capres dan cawapres, karena masih harus ditindaklanjuti dengan proses legislasi di DPR RI dan perubahan Peraturan Kkomisi Pemilihan Umum (PKPU).  

Kembali pada penjelasan saya di atas, terkait kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) sama sekali tidak memiliki fungsi legislasi sehingga apa yang diputuskan tidak otomatis menjadi hukum, meski bersifat final dan mengikat (final and binding).

Saya menilai Mahkamah Konstitusi telah melakukan tindakan tanpa kewenangan dan telah memposisikan diri sebagai legislatif dalam memutus perkara uji materi UU Pemilu terkait syarat dan batas usia capres dan cawapres.

Sesungguhnya Mahkamah Konstitusi hanya berhak menyatakan apakah suatu undang-undang bertentangan dengan konstitusi atau tidak.

Penulis adalah : Burhanuddin Zein, Dosen HTN Senior FH Unmus Merauke, Provinsi Papua Selatan