Pemanfaatan Mading untuk Implementasi Gerakan Literasi Sekolah di SD Al-Khodijah Merauke

Ketua PP GMKI, Jefri Gultom
Ketua PP GMKI, Jefri Gultom

Terpuruknya Indonesia dalam persaingan dunia dan kualitas sumber daya manusia di arena internasional seperti yang digambarkan oleh hasil penelitian tersebut. Hal di atas melatarbelakangi sebuah program bernama Gerakan Literasi Nasional (GLN) yang telah digaungkan dalam beberapa tahun terakhir. Tujuan umum GLN adalah untuk menumbuhkan budaya literasi dalam ekosistem pendidikan dari keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam konteks belajar sepanjang hayat sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup.

Dalam Buku Panduan GLN 2016 yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu dijelaskan bahwa salah satu ranah dari GLN adalah Gerakan Literasi Sekolah (GLS). GLS merupakan upaya menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajar yang warganya melek huruf sepanjang hidup melalui keterlibatan publik. Salah satu tujuan khusus adalah untuk mengembangkan budaya literasi di sekolah Langkah-langkah program yang diusulkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah sebagai berikut; 1) Baca 15 menit sebelum pelajaran dimulai; Membaca dengan suara keras, Membaca dalam hati, 2) Menata fasilitas dan lingkungan yang kaya melek huruf; Perpustakaan SD, Sudut Baca Kelas, Taman Baca, Klinik Kesehatan Sekolah, Kantin, dan Taman Sekolah, 3) Menciptakan lingkungan yang kaya teks, 4) Memilih bacaan buku di sekolah dasar, dan 5) Public Engagement. Sedangkan kegiatannya melalui 3 tahap, yaitu tahap pembiasaan, perkembangan dan pembelajaran. Tidak dapat dihindari, anak-anak membutuhkan metode pembelajaran yang menyenangkan dan kreatif untuk memperoleh pemahaman.

Terkait dengan pelaksanaan program GLN, SD Al-Khodijah Merauke tergugah untuk ikut mendukung program pemerintah melalui GLS. Awalnya, lantaran adanya kecemasan di antara pendidik tentang rendahnya kemampuan membaca siswa. Untuk itu pihak sekolah bekerjasama dengan tim peneliti yang mengelola GLS menerapkan program tersebut di sekolah. Tim peneliti telah mengusulkan beberapa program yang akan dibuat diterapkan, seperti membaca lima menit sebelum pelajaran, pengadaan sudut baca, dan majalah dinding. Sekolah mengelola program majalah dinding dengan menyebutnya dengan program JuMaDi yang mana singkatan dari Jumat Majalah Dinding. Singkatan itu sengaja dibuat dan digaungkan sekolah untuk membuat guru dan siswa bersemangat dengan program baru ini.

Bentuk program JuMaDi adalah Mading Tematik yaitu tema tulisan diubah setiap minggunya. Siswa diberikan stimulan dan tantangan untuk menulis sebanyak-banyaknya berbagai bentuk teks. Ini akan memberikan pengalaman tertentu bagi siswa untuk mempelajari materi baru setiap minggu. Tema akan mengarahkan pada fokus dan batas topik yang sesuai materi. Dalam hal ini manfaat dari bidang sastra adalah dapat memperluas pengalaman dan pengetahuan tentang sosial, budaya, ekonomi, agama, dan nilai-nilai dalam masyarakat. Artinya bahwa dengan menggunakan sastra sebagai stimulan dalam tulisan awal, siswa diberi kesempatan untuk memperoleh tidak hanya kemampuan menulis tetapi juga berpikir kritis dan kesadaran sosial dan lingkungan juga. Selain itu, masalah kesadaran budaya juga penting untuk menyaring anak dari pemahaman yang salah. JuMaDi difokuskan untuk siswa kelas tiga yang berarti mereka sebagai peserta wajib namun tidak menutup kesempatan bagi siswa kelas satu dan dua untuk memajang karya mereka di majalah dinding.

Pelaksanaan JuMaDi di sekolah diikuti oleh semua unsur sekolah tetapi tiga orang guru bertanggung jawab atas pengelolaan yang diinstruksikan oleh kepala sekolah. Itu tiga guru berada dalam tanggung jawab yang berbeda; 1) berkomunikasi dengan siswa termasuk menginformasikan tema, menerima karya siswa, dan memajang karya di Mading, 2) menilai karya siswa, memilihnya, dan menentukan sepuluh karya terbaik yang layak ditampilkan, 3) mencatat seluruh proses program dan melaporkannya setiap bulanan. Secara keseluruhan, ini menunjukkan bahwa manajemen yang baik akan menghasilkan hasil yang baik.

Prosedur JuMaDi di SD Al-Khodijah Merauke dikelola dengan baik oleh para guru dan ditanggapi dengan antusias oleh para siswa. Ini mempersiapkan siswa untuk menjadi disiplin dan pertunjukan mereka bahwa segala sesuatunya berjalan dengan baik sesuai urutan prosedural dan mengingatkan mereka akan pentingnya waktu pengelolaan. Menciptakan suasana kolaboratif dimaksudkan untuk mendorong semangat siswa untuk meningkatkan kemampuan literasi mereka. Menulis akan mengarah pada membaca, begitu pula sebaliknya. siswa tertarik dengan JuMaDi dan didorong untuk membaca kemudian menulis. Partisipasi siswa merupakan inti dari efektifitas pelaksanaan program ini. Semakin besar tingkat persentasenya, semakin efektif program tersebut.

Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah pemilihan topik oleh masing-masing siswa. Ketika mereka diminta untuk menulis Recount Text (menceritakan pengalaman), mereka cenderung menulis tentang topik ‘Pergi ke Suatu Tempat’ daripada ‘Kegiatan Melakukan Sesuatu’. Kemudian, menulis tentang Narrative Text (cerita dongeng) yang diceritakan kembali, siswa bebas memilih cerita naratif tersedia di perpustakaan, namun kemudian kebanyakan memilih ‘Kisah Para Nabi’ daripada kisah dongeng nusantara. Giliran menulis puisi, kebanyakan menulis tentang sosok seperti Ibu, Guru, dan Sahabat, dan hanya 1 yang menulis tentang Pantai. Kemudian pada Jumat selanjutnya, mereka diminta untuk menulis surat kepada para guru dan kebanyakan dari mereka menulis tentang ‘Ucapan Terimakasih kepada Guru’.

Dari hasil tersebut, patut digarisbawahi bahwa JuMaDi merupakan program yang baik untuk diterapkan sebagai salah satu program Gerakan Literasi Sekolah yang dapat menciptakan kolaborasi atmosfir yang dibutuhkan oleh generasi baru dalam menyongsong era persaingan global.