Dugaan kriminalisasi! Polres Boven Digoel dipraperadilankan atas penahanan janggal pegawai BPKAD

Boven Digoel, 12 Maret 2025 – Polres Boven Digoel resmi dipraperadilankan oleh kuasa hukum C, staf Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Boven Digoel, yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan manipulasi Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD).


Gugatan ini diajukan dengan dalih bahwa penahanan C tidak sah dan merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang oleh aparat kepolisian.

Kasus ini bermula pada awal Januari 2025, ketika C menemukan kejanggalan dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) Dinas PUPR. Dalam sistem anggaran daerah, tiba-tiba muncul tujuh proyek pembangunan untuk Polres Boven Digoel yang tidak pernah dibahas dalam Musrenbang, RKPD, maupun dalam RAPBD 2025. Temuan ini segera dilaporkan kepada Kepala BPKAD Warinto Gultom, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).

Untuk menindaklanjuti temuan tersebut, TAPD menggelar rapat evaluasi pada 15 Januari 2025 yang kemudian menyepakati penghapusan lima dari tujuh proyek yang tidak melalui perencanaan resmi. Keputusan ini dituangkan dalam berita acara rapat resmi yang ditandatangani oleh TAPD dan DPRK. Namun, ketika perubahan anggaran ini harus segera diinput ke dalam sistem SIPD, pihak Dinas PUPR menolak mengubah data, dengan alasan mendapat instruksi dari Kepala Dinas PUPR untuk tidak melakukan perubahan sebelum ia kembali dari perjalanan dinas.

Karena batas waktu penguncian sistem semakin dekat, TAPD tetap menginstruksikan agar perubahan dilakukan sesuai hasil rapat. Namun, karena pihak Dinas PUPR tetap menolak, C menggunakan akses Super Admin untuk menginput data sesuai berita acara rapat, guna memastikan bahwa APBD dapat disahkan tepat waktu. Justru langkah ini menyelamatkan anggaran daerah dari proyek-proyek yang tidak jelas perencanaannya dan mengalihkannya untuk kepentingan pelayanan publik di Kabupaten Boven Digoel. Dana yang awalnya dialokasikan untuk proyek-proyek siluman akhirnya digunakan untuk perbaikan infrastruktur sekolah, pembangunan jalan, dan penguatan sektor pelayanan masyarakat yang lebih mendesak.

Namun, hanya beberapa minggu setelah perubahan ini dilakukan, pada 3 Februari 2025, Polres Boven Digoel secara tiba-tiba menggeledah kantor BPKAD, menyita laptop pribadi C, dan meminta keterangannya terkait perubahan anggaran. Dua hari kemudian, pada 5 Februari 2025, C langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, dengan tuduhan manipulasi sistem keuangan daerah.

Keputusan Polres Boven Digoel ini langsung menuai kritik, karena banyak pihak menilai bahwa C hanya menjalankan tugasnya berdasarkan hasil keputusan rapat resmi. Tidak ada laporan resmi tentang peretasan akun SIPD, tetapi C langsung ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu, Warinto Gultom yang merupakan atasan langsung C tidak mengakui telah memerintahkan perubahan, sehingga seolah-olah C bertindak sendiri tanpa dasar hukum yang jelas.

Kuasa hukum C, Jeremias Martinus Patty, S.H., M.H., menegaskan bahwa penahanan kliennya merupakan bentuk kriminalisasi terhadap seorang pegawai yang hanya menjalankan tugas sesuai prosedur hukum yang sah. Menurutnya, aparat kepolisian telah bertindak secara serampangan tanpa memperhitungkan bahwa perubahan anggaran yang dilakukan oleh C sepenuhnya berdasarkan keputusan TAPD dan DPRK.

“Klien kami tidak bertindak sendiri. Semua yang dilakukan sudah sesuai dengan hasil rapat resmi, yang bahkan telah dituangkan dalam berita acara. Namun, anehnya, yang pertama kali menyisipkan proyek-proyek ilegal ke dalam sistem anggaran justru tidak tersentuh hukum. Ini menunjukkan adanya dugaan kriminalisasi yang tidak bisa kami biarkan,” tegas Jeremias dalam keterangannya.

Lebih lanjut, Jeremias juga mempertanyakan mengapa penyelidikan hanya menyasar staf pelaksana seperti C, sementara pihak yang pertama kali mengusulkan proyek siluman tersebut hingga kini masih bebas tanpa pemeriksaan lebih lanjut.

“Alih-alih merugikan negara, klien kami justru menyelamatkan uang daerah yang seharusnya diperuntukkan bagi pelayanan publik. Jika bukan karena tindakan C, anggaran ini bisa saja menguap ke proyek yang tidak jelas manfaatnya bagi masyarakat. Tetapi ironisnya, orang yang melindungi kepentingan publik justru dijadikan tersangka,” tambah Jeremias.

Saat ini, sidang praperadilan masih berlangsung di Pengadilan Negeri Merauke. Jika gugatan ini diterima, maka penahanan C bisa dibatalkan dan penyelidikan harus dilakukan ulang. Namun, jika gugatan ini ditolak, maka C terancam menghadapi proses hukum yang lebih panjang, meskipun ia hanya bertindak berdasarkan arahan pimpinan dan keputusan rapat resmi.

Kasus ini semakin mempertegas bahwa pengelolaan APBD di Kabupaten Boven Digoel masih memiliki celah yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Publik kini mempertanyakan apakah Polres Boven Digoel benar-benar bertindak atas dasar keadilan, atau justru terlibat dalam upaya kriminalisasi terhadap birokrat yang menjalankan tugasnya sesuai prosedur?

Sidang praperadilan ini akan menjadi pertaruhan besar bagi Polres Boven Digoel. Jika mereka terbukti telah melakukan kesalahan prosedur, maka kasus ini bisa menjadi preseden buruk bagi citra penegakan hukum di wilayah tersebut. Sementara itu, publik masih menunggu apakah pengadilan akan memberikan putusan yang benar-benar mencerminkan keadilan, atau justru membiarkan dugaan kriminalisasi terhadap pegawai negeri tetap berlangsung.