Penyebab Utama Suatu Kekerasan Sesama Warga Binaan Adalah Over Kapasitas, Pendekatan Individu Diperlukan

Mulyadi Alrianto Tajuddin, S.H,. M.H/ Dosen Hukum Pidana Universitas Musamus Merauke
Mulyadi Alrianto Tajuddin, S.H,. M.H/ Dosen Hukum Pidana Universitas Musamus Merauke

Pemasyarakatan merupakan bagian yang paling akhir dari sistem pemidanaan dalam tata atau sistem peradilan pidana. Sebagai sebuah tahapan pemidanaan yang terakhir, sudah semestinya dalam tingkat ini harus dapat bermacam harapan dan tujuan dari sistem peradilan pidana terpadu yang ditopang oleh pilar—pilar mulai dari lembaga Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan. Harapan dan tujuan tersebut dapat berupa aspek pembinaan dari penghuni lembaga pemasyarakatan.

Tindak pidana yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan perlu adanya penanganan yang jauh lebih baik, karena seakan tindak pidana yang dilakukan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan merupakan hal yang dianggap biasa terjadi, meskipun tujuan hukum pidana itu sendiri agar narapidana tidak lagi melakukan tindak pidana. 

Seperti adanya tindak pidana penganiayaan terjadi di Lapas Kelas IIb Merauke, dimana narapidana melakukan penganiayaan berupa pemukulan terhadap narapidana lain dengan menggunakan benda tajam sehingga memakan dua korban meninggal dunia

Penyebab utama suatu kekerasan sesama warga binaan pemasyarakatan adalah over kapasitas, Lapas Kelas IIb Merauke telah terjadi kekerasan antar napi. Hal ini bisa terjadi bisa disebabkan Lapas Kelas IIb Merauke over kapasitas atau kelebihan penghuni. Berdasarkan data yang diperoleh, Lapas Merauke saat ini menampung kurang lebih 325 napi. Terjadi over kapasitas lapas hanya 25 orang, karena kapasitas Lapas Merauke hanya 300 orang.

Misalkan satu ruangan yang harusnya maksimal memuat 3-4 warga binaan justru terpaksa dipergunakan untuk menampung 6 atau lebih warga binaan, hal ini sangat memprihatinkan jika dilihat melalui berbagai aspek. Jumlah yang berlebihan tersebut pasti memberikan dampak negatif bagi sistem pembinaan dalam suatu Lembaga Pemasyarakatan.

Beberapa faktor yang menyebabkan adanya kekerasan antar sesama warga binaan yaitu over kapasitas dan perbandingan jumlah petugas dan penghuni yang tinggi; kurangnya pemahaman terhadap nilai-nilai HAM; kecemburuan sosial antar warga binaan.

Kurang maksimalnya pengawasan oleh petugas pengamanan lapas akibat jumlah petugas pengamanan yang tidak ideal dengan jumlah penghuni lapas. Jumlah satu regu petugas pengamanan yakni berjumlah 8 orang harus mengawasi penghuni lapas yang berjumlah 325 orang. Hal ini memperlihatkan bahwa jumlah petugas pengamanan lapas tidak ideal dengan jumlah penghuni lapas. Sehingga dengan tidak maksimalnya pengawasan dapat mengakibatkan leluasanya terjadi penyelundupan barang-barang yang tidak diijinkan, biasanya penyelundupan ini dilakukan saat waktu kunjungan oleh keluarga, namun hal ini diantisipasi dengan dilaksanakannya pemeriksaan di gerbang dan sidak oleh pihak petugas pengamanan. Ketidak maksimalnya pengawasan petugas merupakan sebuah faktor kriminogenik yang dapat menimbulkan kejahatan di dalam lapas.

Kondisi jumlah warga binaan yang tidak ideal dengan luas kamar rentan menimbulkan konflik individu yang berujung pada perkelahian walau biasanya cepat terjadi perdamaian, hal ini tentu bukan merupakan hal yang baik apabila terus-menerus terjadi. Selain itu konflik yang terjadi juga akibat adanya kelompok-kelompok tertentu yang bermusuhan satu dan lainnya sebelum mereka menjadi warga binaan.

Upaya yang dilakukan untuk mencegah suatu tindakan yang tidak diinginkan. Dalam rangka menanggulangi terjadinya pelanggaran baik yang bersifat ringan sampai dengan berat maupun tergolong tindak pidana, pihak KPLP (Kepala Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan) Lapas Kelas IIb

Upaya yang harus dilakukan lebih melakukan pendekatan terhadap warga binaan di dalam hunian. Untuk mengetahui kondisi warga binaan yang terjadi di dalam blok dan kamar, penting dilakukannya pendekatan kepada masing-masing individu warga binaan sehingga petugas mendapatkan informasi mengenai kondisi warga binaan di masing-masing blok dan kamar selain itu juga untuk menjalin komunikasi yang baik antara petugas dengan warga binaan. Melakukan penggeledahan secara rutin tanpa sepengetahuan warga binaan. Untuk mengetahui ada maupun tidaknya barang-barang terlarang yang dimiliki oleh warga binaan dilaksanakanlah upaya penggeledahan pada masing-masing kamar secara rutin tanpa sepengetahuan dari warga binaan agar warga binaan tersebut tidak sempat untuk menyembunyikan barang-barang yang terlarang. Sering melakukan kontrol ke blok-blok warga binaan. Tindakan ini dilakukan dengan cara mendatangi masing-masing blok dalam kurun waktu tertentu untuk mengawasi kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh warga binaan.

Mulyadi Alrianto Tajuddin: Penulis Adalah Dosen Hukum Pidana Pada Fakultas Hukum Universitas Musamus Merauke