Gubernur Papua Barat Belum Perlu Bayar Gugatan Ganti Rugi Rp. 150 Milyar Ke Rico Sia

Perkara wanprestasi antara Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan dan Anggota DPR RI, Rico Sia sebesar Rp 150 Milyar, menurut Pengacara senior Papua Barat, Haris Nurlette mengatakan ganti rugi wanprestasi tersebut belum perlu dibayarkan oleh Pemerintah Provinsi.


Menurut Haris Nurlette, pemerintah provinsi dapat melakukan upaya hukum lainnya, karena kasus tersebut ini merupakan perkara perdata murni dan bukan perkara korupsi ataupun tindak pidana. 

Kata Haris Nurlette pemerintah daerah dan DPR Papua Barat juga bisa memberikan perlawanan terkait putusan perdamaian atau melakukan upaya hukum lainnya untuk membatalkan putusan di Pengadilan Negeri Sorong nomor 69/PDT.G/2019/PN Sorong tanggal 30 Oktober 2019. 

Koordinator Wilayah (Korwil) Perhimpuan Advokat Indonesia (Peradi) Papua dan Papua Barat mengatakan ada dua hal yang perlu digaris bawahi terkait dengan pedamaian tersebut. 

Apakah, lanjut Haris Nurlette, menyangkut barang dan jasa atau terhadap kerugian immateriil. Namun, yang diketahui, perkara tersebut bukan merupakan pengadaan barang dan jasa tetapi merupakan kerugian im materiil, meskipun alasannya adalah pengadaan barang dan jasa.

Persoalnnya gubernur tidak berdiri sendiri, Kata Haris Nurlette, Gubernu dalam konteks berbadan hukum banyak sekali keterlibatan aparatur internal di sekitar gubernur bahkan DPR. “ Kerena DPR yang akan memberikan pertimbangan di dalam sidangnya terkait kemampuan pembayaran terhadap objek dimaksud,” kata Haris Nurlette, Selasa 25 Mei 2021

Perihal utang Immateriil, kata Haris Nurlette, Pemprov harus mediasi kepada Irjen Depdagri dan ditindak lanjuti langsung ke Kementerian Keuangan. 

Sehingga, lanjut Haris Nurlette dari Kementerian Keuangan akan membuat pemaparan dan hasilnya akan disurati ke Pemerintah Provinsi termasuk DPR Provinsi, dan DPR Provinsi harus melakukan sidang terhadap utang di maksud menjadi utang daerah dan perlu dilakukan pembayaran baik secara kontan atau sesuai dengan kemampuan daerah baik secara langsung, bertahap atau bisa saja menolak.

“Jadi, tidak harga mati dan tidak harus dibayarkan tetapi masih ada langkah–langkah lain yang seharusnya bisa dipakai,” kata Haris Nurlette 

Tetapi jika perihal utang pengadaan barang dan jasa, kata Haris Nurlette, maka ada tahap-tahap yang harus dilakukan dengan membentuk tim kecil dari inspektur atau pihak terkait lainnya untuk turun dan melihat nilai dari objek tersebut, sepantasnya berapa. Selanjutnya, hal tersebut dibicarakan dengan BPK dan BPKP. 

“ Setelah itu, baru menanggapi penawaran terhadap pihak lawan atau pihak yang merasa dirugikan,” kata Haris Nurlette

Dengan adanya perkara tersebut, Haris Nurlette berharap ada edukasi terhadap pemerintah daerah dalam hal ini gubernur, agar lebih bijak melihat hal tersebut. Dia juga menyayangkan bahwa kasus perdamaian tersebut terkesan terlalu terburu-buru.

Kejaksaan Negeri Sorong dan Kejaksaan Tinggi Papua Barat harus melihat apakah ada indikasi korupsi atau tidak. Haris menceritakan, berdasarkan pengalamannya selama mendampingi Pemerintah Kota Sorong yang selalu diperiksa di Depdagri terkait hal-hal yang menyangkut kepentingan daerah atau penggunaan uang negara.

Berdasarkan pengalamannya, kata Haris Nurlette untuk penyelamatan terhadap uang negara senilai Rp. 52 Millyar saat menagani kasus di Sorong Selatan. Dia menaruh kecurigaan terkait sengketa perkara pekerjaan tidak sesuai dengan perjanjian dan kontrak dan menyurat ke Pengadilan Tinggi agar Hakim turun mengecek apakah ada jalan atau tidak, ternyata tidak ada jalan dan itu disaksikan semua pihak

“ Artinya, dalam proses perkara ini terlalu cepat melakukan perdamaian. Padahal masih ada hal-hal yang disangkakan atau dibantahkan,” kata Haris Nurlette.