Natalius Pigai: Kasus Mutilasi Warga Sipil Papua Atas Perintah Pangkostrad atau Inisiatif Pelaku?

Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai/Repro
Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai/Repro

Kasus dugaan pembunuhan terhadap warga sipil disertai mutilasi dan perampokan yang melibatkan anggota TNI Angkatan Darat (AD) di Mimika, Papua menjadi sorotan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai.


Pigai merasa heran dengan aksi biadab oknum yang antara lain melibatkan militer tersebut hingga begitu bengis menghabisi empat korban orang Papua yang belakangan diketahui ada mahasiswa hingga seorang pelajar.

“Bahwa korban itu; kepala desa yang menggunakan (lambang) Garuda, calon karyawan konorer Pemda, mahasiswa Universitas 17 Agustus (Untag) Semarang yang kebetulan baru pulang karena tidak ada biaya, anak yang baru selesai SD atau masih remaja,” kata Pigai dalam diskusi di kanal YouTube Hersubeno Point dikutip Sabtu (3/9).

“Pertanyaannya kok militer bisa melakukan mutilasi?” imbuh Pigai menyesalkan.

Aktivis asal Papua ini juga mempertanyakan ihwal adanya perintah atasan terhadap enam orang oknum prajurit TNI AD yang telah menjadi tersangka kasus mutilasi warga Papua ini.

Pasalnya, terduga pelaku terdiri atas TNI AD satu orang berpangkat mayor, satu orang berpangkat kapten, satu orang praka, dan tiga orang berpangkat pratu. Semuanya dari kesatuan Brigif 20/IJK/3 Kostrad.

“Oleh karena itulah apakah mayor yang memimpin mutilasi ini berdasarkan perintah dari atasan? Maka perintah dari atasan berarti ya Komandan Brigif, di atas Komandan Brigif ya Komandan Operasi Militer yang ada di Papua. Kemudian, kalau di atas Komandan Operasi Militer andaikan tidak diberitahukan kepada Kodam atau Pangdam maka mungkin Operasi Militer di pusat yaitu Kostrad,” tegasnya. Dilansir dari kantor berita RMOL.id 

“Apakah ini perintah dari Pangkostrad ataukah memang tanpa perintah atau perbuatan yang inisiatif diambil khusus oleh si kapten mayor itu tanpa sepengetahuan tanpa perintah,” imbuhnya menegaskan.

Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, mengatakan sampai saat ini anggota TNI AD yang diduga terlibat dalam pembunuhan disertai mutilasi serta perampokan bertambah menjadi 8 orang. Kedua oknum lain dari TNI AD itu diduga ikut menerima uang rampasan Rp 250 juta milik para korban.

"Dari hasil pendalaman yang dilakukan, ada dua orang lagi yang kami periksa. Keduanya ikut menikmati uang hasil tindak pidana itu," kata Andika di Mimika, Rabu malam (31/8).