PT. BJA Duga Ada Oknum Mafia Tanah Pada Penutupan Akses Jalan Perusahaan

Kuasa Hukum PT. Bagus Jaya Abadi, Albert Fransstio menunjuk jalan ke perusahaan yang di tutup oleh PT. Salawati Motor
Kuasa Hukum PT. Bagus Jaya Abadi, Albert Fransstio menunjuk jalan ke perusahaan yang di tutup oleh PT. Salawati Motor

PT. Bagus Jaya Abadi (BJA) menduga ada oknum mafia tanah yang bermain dalam permasalahan penutupan akses jalan menuju perusahaannya.


Akses jalan yang sering dilintasi untuk menuju PT. Bagus Jaya Abadi, Selain perusahaan jalan tersebut sering dilintasi masyarakat setempat. 

Menurut Kuasa Hukum PT. Bagus Jaya Abadi,  Albert Fransstio mengatakan laporan polisi dugaan pemalangan jalan menuju ke PT. BJA di Kelurahan Suprau, Distrik Sorong Barat, Kota Sorong telah ditindaklanjuti oleh pihak Polresta Sorong Kota.

PT. BJA dan PT. Salawati Motor telah di mediasi oleh Polresta Sorong Kota dengan dihadiri oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Sorong terkait akses jalan masuk ke perusahaan PT. BJA yang di klaim milik PT. Salawati Motor.

“ Hasil mediasi tersebut telah dihasilkan bahwa pada hari itu tanggal 8 Juni 2023 untuk dilakukan pengembalian batas pada Sore harinya sehingga kami didampingi pihak kepolisian sebagai pengamanan datang ke lokasi dan dihadiri juga oleh juru ukur dari pihak BPN,” ujar Albert Fransstio, Selasa, 13 Juni 2023.

Akan tetapi, Lanjut Albert Fransstio, pengembalian batas yang dilakukan oleh Juru Ukur tidak sesuai berdasarkan hasil mediasi tersebut.

“ Kami sangat kecewa sekali. Kenapa,  karena dulu di ukur mengambil titik koordinat pada posisi titik jalan yang ada pada saat itu bukan pengembalian batas tanah titik-titik koordinat sebagaimana sertifikat SHM milik PT salawati sehingga dari hasil tersebut kami keberatan kemudian dilanjutkan pada tanggal 12 Juni 2023 lalu,” katanya. 

Ia keberatan karena berdasarkan hasil pengamatan citra satelit dari BPN telah terjadi perubahan setelah di bandingkan dengan hasil dari website bhumi.atrbpn.go.id bahwa objek yang menjadi sengketa itu ada SHM yang bentuknya segitiga milik PT. Salawati Motor.

Foto hasil citra satelit dari laman website bhumi.atrbpn.go.id milik Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI

Menurutnya, SHM dengan nomor 00023 bentuk segitiga. Diantara segitiga itu ada space jalan tetapi di dalam citra satelit yang dikeluarkan oleh BPN Kota Sorong itu tergabung.

“ Nah dengan demikian atas hal itu kami meminta dilakukan pengembalian batas ulang pada tanggal 12 Juni 2023 kemarin,” katanya

Inilah yang membuat pihaknya sangat kecewa, karena juru ukur hanya mengambil tiga titik. Dan titik itu  bagian belakang tanah milik PT Salawati yang berbatasan dengan jalan.

“ Kami menduga ada pelebaran tanah yang tidak sesuai yang semestinya, " kata Albert.

Untuk itu, Albert berharap kepada BPN Kanwil Provinsi Papua Barat untuk mengambil alih proses pengukuran pengembalian batas ini.

“ Kami sangat kecewa dan tidak sesuai dengan sebagaimana mestinya oleh sebab itu kami berharap kepada Kanwil BPN Provinsi Papua Barat untuk mengambil alih pengembalian batas ini,” ujar dia

Albert menduga dalam sengketa tersebut ada oknum mafia tanah karena di lihat dari laman website bhumi.bpn.go.id jelas-jelas ada space jalan diantara tanah berbentuk segitiga milik PT. Salawati Motor.

“ Kami menduga ada oknum mafia tanah yang bermain di sini,” ungkap Albert.

Jadi karena menurutnya tidak objektif sehingga ia berharap Kanwil BPN Papua Barat untuk mengambil alih  hal-hal ini untuk mengembalikan pengembalian batas sebagaimana mestinya dan objektif.

Albert tetap menduga telah terjadi aktivitas pemalangan jalan yang menuju dermaga milik PT BJA dan akses jalan masyarakat setempat.

Pemalangan yang dilakukan oleh PT Salawati tidak mencerminkan fungsi sosial tanah sesuai Undang - Undang RI Nomor 5 Tahun 1950 tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria Pasal 6.

Dimana pada pasal tersebut menyebutkan  bahwa seseorang yang memiliki hak milik atas tanah itu harus melaksanakan fungsi sosial, karena itu aktivitas PT BJA menjadi terkendala.

Albert juga mengungkap PT. BJA diminta harus membayar sewa tarif jalan per hari sebesar Rp 1 Juta. Setelah enam hari, mereka kembali melakukan pemalangan ulang, dan meminta kenaikan tarif sewa jalan sebesar Rp 3 Juta per hari.

Albert menambahkan di perusahan itu juga  mempekerjakan tenaga kerja yang cukup banyak dan ada beberapa masyarakat yang lalu-lalang melalui jalan itu.

“ Jadi jalan tersebut fungsi sosialnya, bukan hanya diperuntukkan untuk bisnis orang tertentu, tetapi untuk  masyarakat juga yang tinggal di sekitar situ,” kata Albert.