Di balik kilau mewah dompet kulit buaya yang sering menjadi simbol status, terselip kisah lain yang jarang terungkap: perjalanan panjang dan rumit sebelum produk itu sampai di tangan konsumen. Kisah itu kembali mencuat ketika petugas Karantina Pertanian Papua Selatan dan Avsec Bandara Mopah mengamankan puluhan dompet kulit buaya yang tidak dilengkapi dokumen karantina pada Selasa, 22 Januari 2024.
- Selasa Besok, DKPP Kembali Periksa Ketua dan Anggota KPU Mamberamo Raya
- Warga Furia Ditetapkan Tersangka Atas Kepemilikan Ganja Seberat 265,7 Gram
- Patuh ! Operasi Keselamatan Matoa 2021 Polres Merauke Siap Dilaksanakan
Baca Juga
Sore itu, rutinitas pemeriksaan barang di Bandara Mopah berubah menjadi sorotan. Mesin x-ray menunjukkan gambar mencurigakan: bentuk-bentuk kecil yang menyerupai dompet. Petugas pun segera bertindak. Dengan didampingi perwakilan Avsec, KP2 Udara, dan Satgas Kopasgat, paket tersebut dibuka. Yang ditemukan bukan sekadar dompet biasa, melainkan 87 buah kerajinan kulit buaya, terdiri dari 84 dompet berbagai ukuran, 1 tas, dan 2 ikat pinggang. Barang-barang itu dikemas rapi dalam 5 koli, siap dikirim ke Jayapura.
Cahyono, Kepala Karantina Pertanian Papua Selatan, menjelaskan bahwa barang-barang tersebut melanggar Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. "Pemilik tidak melengkapi sertifikat kesehatan dari tempat pengeluaran dan tidak melaporkan barang ini kepada petugas karantina," ujarnya. Padahal, menurut Cahyono, produk turunan hewan seperti kulit buaya boleh diperdagangkan asalkan memenuhi persyaratan, termasuk memiliki Sertifikat Kesehatan Ikan dan Produk Ikan (KI-2).
Namun, di balik aturan yang ketat, praktik ilegal masih sering terjadi. Kulit buaya, yang harganya bisa mencapai jutaan rupiah per lembar, menjadi incaran para pelaku bisnis nakal. Mereka memanfaatkan celah untuk mengedarkan produk tanpa dokumen resmi, menghindari biaya dan prosedur yang dianggap memberatkan. Padahal, selain melanggar hukum, praktik semacam ini juga berpotensi mengancam kelestarian buaya, satwa yang dilindungi undang-undang.
Barang-barang yang diamankan itu kini disimpan di Kantor Induk Karantina Pertanian Papua Selatan. Petugas sedang menelusuri asal-usulnya, termasuk memeriksa informasi yang tertera pada kemasan. "Kami akan mengusut tuntas siapa saja yang terlibat dalam kasus ini," tegas Cahyono.
Kasus ini bukan hanya tentang pelanggaran aturan karantina, tetapi juga tentang kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan alam. Buaya, sebagai predator puncak, memainkan peran penting dalam ekosistem. Eksploitasi berlebihan terhadap satwa ini dapat mengganggu rantai makanan dan merusak keanekaragaman hayati.
Di sisi lain, kasus ini juga menyoroti dilema ekonomi. Bagi sebagian masyarakat, kerajinan kulit buaya adalah sumber penghidupan. Namun, tanpa pengawasan yang ketat, praktik ilegal akan terus terjadi, merugikan negara dan merusak lingkungan.
Sebagai langkah preventif, Karantina Pertanian Papua Selatan mengimbau masyarakat dan pelaku usaha untuk selalu mematuhi peraturan yang berlaku. "Kami ingin memastikan bahwa setiap produk yang beredar aman, legal, dan tidak merugikan lingkungan," kata Cahyono.
Sementara itu, bagi para penikmat produk mewah, mungkin sudah saatnya bertanya: dari mana dompet kulit buaya itu berasal? Dan, apakah kemewahan itu sebanding dengan dampaknya terhadap alam? Kisah di balik puluhan dompet yang diamankan di Bandara Mopah ini mungkin bisa menjadi renungan.
- Natalius Pigai Tanggapi Status Tersangka Ambroncius Nababan, Ini Katanya
- Warning!! Polres Merauke Ingatkan Para Pembeli Hasil Curian Agar Segera Menyerahkan Pada Pihak Kepolisian
- 5 Kendaraan Hasil Curanmor Berhasil di Amankan Masyarakat Boleh Langsung Mengecek ke Polres Merauke