Fraksi Demokrat menyetujui pembahasan tingkat I rancangan undang undang (RUU) pembentukan Papua. Namun demikian, Demokrat memberikan enam catatan kritis terhadap pemerintah dan juga parlemen.
- Kristian Gebze dan Pragoyo Jalani Wawancara Dengan Partai PPP
- Sidang Pleno Musda KNPI Boven Digoel Dimulai, Karateker Muis: Pimpinan Sidang Harus Netral
- Tiga Anggota MRP Papua Selatan Tolak Hasil Pleno Terkait Keterangan Keaslian Orang Papua
Baca Juga
Hal itu disampaikan anggota Komisi II DPR RI Rezka Oktoberia saat rapat pembahasan tingkat I RUU Papua, bersama dengan pemerintah. Pihaknya mengingatkan pemerintah agar dalam pembentukan tiga provinsi baru di Papua tidak mengedepankan kepentingan oligarki.
"FPD kembali mengingatkan bahwa pemekaran di wilayah Papua tidak boleh dilandaskan pada kepentingan oligarki politik dan bisnis yang sifatnya hanya demi keuntungan sesaat,” tegas Rezka dalam rapat.
Catatan kritis Fraksi Demokrat yang pertama terkait pemekaran wilayah di Papua. Fraksi Partai Demokrat menegaskan, pihaknya sangat concern dan menuntut secara penuh agar pelaksanaan pemekaran agar dilakukan dengan berdasarkan aspek-aspek dan pasal-pasal yang tercantum dalam UU 2/2021 Otsus Papua.
"Serta seperti aspek politik, adminsitratif, birokrasi, hukum, kesatuan sosial-budaya, kesiapan SDM, fasilitas umum, kemampuan ekonomi, perkembangan masa yang akan datang, dan aspirasi masyarakat Papua," ujarnya. di lansir dari Kantor Berita RMOL.id
Yang kedua, lanjut Rezka, Fraksi Partai Demokrat meminta adanya jaminan bagi hak-hak orang asli Papua melalui penguatan dan kejelasan definisi. Selain itu, pengaturan tentang prioritas utama orang asli Papua untuk ikut serta dan memiliki wewenang dalam berbagai bidang pembangunan di tiga daerah otonomi baru.
Kemudian yang ketiga, Fraksi Partai Demokrat mengingatkan pemerintah bahwa pemekaran di Papua harus memasukkan dan menanamkan karakteristik lokal ke dalam sistem pemerintahan daerah di provinsi-provinsi yang ada di Papua.
"Misalnya dengan pendekatan antropologis dengan melakukan program ketahanan pangan hingga pemberdayaan masyarakat sesuai mata pencaharian,” ujarnya.
"Selain itu, pendekatan keamanan yang humanis, pembangunan dan kesejahteraan dari kita semua untuk rakyat Papua menjadi hal yang wajib dan tidak dapat ditawar,” imbuhnya.
Keempat, kata Rezka, Fraksi Partai Demokrat mendesak pemerintah memastikan batas dan cakupan wilayah, termasuk jumlah kabupaten kota secara tepat dan melihat kondisi terkini dari wilayah tersebut dan dengan mendengarkan masukan serta aspirasi dari setiap masyarakat adat
"Sehingga pengelolaan kawasan dan perbatasan dapat dilakukan semaksimal mungkin dalam rangka mendorong kedaulatan dan eskalasi pembangunan setiap provinsi di Papua dalam dekapan NKRI," katanya.
Yang kelima, jelas Rezka, mengingatkan kepada pemerintah terkait pentingnya grand design dalam proses pemekaran daerah. Bagi Demokrat, pemerintah harus mensyaratkan kepada pemerintah segera menyusun grand design atau aturan turunannya paling lambat dua tahun sejak undang-undang ini disahkan.
“Keenam, terkait pendanaan, FPD berpandangan pemerintah benar-benar perlu memeprhatikan dan mempertimbangkan kondisi fiskal dan kemampuan APBN. Jangan sampai negara semakin terbebani dengan defisit anggaran,” tutupnya
- DPR RI Sahkan RUU Pemekaran Papua Jadi UU
- Ketua Komisi II: Pemekaran Provinsi di Papua Buka Peluang Revisi UU Pemilu dan Penambahan Anggaran
- Pemekaran Tiga Provinsi di Papua, Ini Harapan Menkeu Sri Mulyani