Terduga Anggota Separatis Jadi Komisioner Bawaslu, Akademisi: Pejabat Publik Harus Clean and Clear 

Dr. Ihsan Hamid Dosen UIN Mataram/ist
Dr. Ihsan Hamid Dosen UIN Mataram/ist

Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Nusa Tenggara Barat, Ihsan Hamid ikut menyoroti terduga kelompok separatis menjadi komisioner Bawaslu di Papua 


"Komisioner Bawaslu sebagai pejabat publik apalagi menjadi penyelenggara pemilu, siapapun dia harus clear dan clean dari berbagai kasus yang bertentangan dengan hukum, termasuk unsur yang berbau separatis," kata Ihsan dikutip Selasa (29/8).

Bagi Ihsan, prinsip dasar sebagai pejabat publik harus memiliki kesetiaan pada negara.

"Pejabat publik wajib tunduk, taat dan berikrar setia dengan NKRI. Jika ada pejabat penyelenggara pemilu yang terindikasi berafiliasi dengan OPM maka wajib diproses hukum, dengan sidang etik bahkan perlu dipidanakan sebagai efek jera,” kata Ihsan.

Ihsan melanjutkan, perbuatan GT sudah merupakan perbuatan extraordinary dengan perbuatan makar.

"Perbuatan GT merupakan kasus extraordinary karena sudah bagian dari makar, ini melanggar Pasal 106 KUHP, ancamannya berupa pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun," kata Ihsan.

Ihsan berpendapat sebaiknya Bawaslu RI melakukan langkah-langkah nyata. Apalagi alat bukti dan barang bukti GT selaku Komisioner Bawaslu Kabupaten Puncak sangat jelas bahwa yang bersangkutan terafiliasi kelompok separatis.

Diketahui, masyarakat sempat melaporkan GT kepada Bawaslu Papua Tengah karena diduga terafiliasi dengan kelompok separatis. Laporan dikirimkan saat seleksi calon anggota Bawaslu kabupaten/kota berlangsung, 4 Agustus 2023.

Sayangnya, perjalanan GT menjadi komisioner mulus. Ini sesuai Pengumuman Bawaslu RI Nomor 2571.1/KP.01/K1/08/2023. Ia bahkan telah dilantik, 19 Agustus 2023.

"Semestinya Bawaslu RI jadikan laporan masyarakat sebagai deteksi dini, apakah berkordinasi dengan aparat intelijen dan kepolisian setempat untuk croscek informasi masyarakat tersebut, jangan dibiarkan hingga jadi polemik publik, itu namanya Bawaslu RI lemah kordinasi antar lembaganya," kata Ihsan.

Ihsan mengingatkan kasus GT dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa.

"Kasus GT dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa, sebab Pemilu 2024 secara serentak sangat rawan konflik horisontal, terlebih wilayah Papua termasuk zona rawan dan miliki tragedi kelam pada pilkada 2011 yang menewaskan 55 orang," kata Ihsan.

Harap Ihsan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit turun tangan dalam mendalami kasus GT.

"Kasus GT ini jangan dianggap sepele, Kapolri Jenderal Sigit harus turun tangan instruksikan jajarannya dalami kasus GT, apakah lolosnya GT merupakan kelalaian atau bertendensi separatis dari awal. Sehingga akan terungkap siapa yang bertanggungjawab, baik yang merekomendasikan GT, hingga ia dilantik," demikian Ihksan.