Tuntut Hak Ulayat Masyarakat Adat Papua, Pergerakan Keadilan Masyarakat Papua Lakukan Unjuk Rasa di Kantor Kementerian PUPR

Forum Pergerakan Keadilan Masyarakat Papua saat menggelar unjuk rasa di Kantor Kementrian PUPR Jakarta. Rabu (13/10).
Forum Pergerakan Keadilan Masyarakat Papua saat menggelar unjuk rasa di Kantor Kementrian PUPR Jakarta. Rabu (13/10).

Forum Pergerakan keadilan Masyarakat Papua menggelar unjuk rasa di halaman Kantor Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Jakarta. Rabu (13/10).


Aksi unjuk rasa tersebut dilakukan dalam rangka meminta pembayaran ganti rugi atas tanah ulayat masyarakat suku Ireeuw/ Dominggus Ireeuw dan H. Rizal Muin yang berlokasi di Kelurahan Hamadi Distrik Jayapura Selatan, Provinsi Papua.

Dalam pers rilisnya Koordinator Aksi Solidaritas Penggerak Keadilan Masyarakat Papua, Bung Affandi. S menjelaskan bahwa pada prinsipnya masyarakat hukum adat di Indonesianya memiki latar belakang historis yang cukup panjang dengan berbagai macam lika liku perkembangannya. Sehingga masyarakat hukum adat merefleksikan adanya sebuah kecenderungan bahwa Indonesia memiliki keragaman budaya yang terintegrasi dalam tatanan kehidupan bernegara.

Menurutnya jaminan konstitusional terhadap eksistensi masyarakat Hukum Adat telah termaktub dalam pasal 18 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang mengamanatkan  sebagai berikut:

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang sepanjang masih hidup dan sesuai dengan peraturan perkembangan masyarakat dan prinsip perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”

Selain itu ia juga menjelaskan bahwa hak tradisional merupakan suatu hak yang menjadi skala prioritas dalam perlindungan hukum bagi masyarakat hukum adat di Indonesia khususnya pada bidang agraria.

Hal tersebut sangat jelas tertuang dalam pasal 3 UU nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang mengamanatkan sebagai berikut: 

“Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan pasal 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan lain yang lebih tinggi.”

Dijelaskan bahwa maksud dari regulasi tersebut adalah mencakupi aspek-aspek basis kebudayaan masyarakat setempat, termasuk didalamnya adalah terkait kedudukan lembaga adat yang akan masuk dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia serta adanya peradilan perdamaianan di lingkungan masyarakat hukum adat dengan fungsi menyelesaikan sengketa perdata dan pidana dalam lingkungan masyarakat hukum adat itu sendiri dengan batasan-batasan yang ditentukan.

Perwujudan jaminan hak adat atau hak ulayat di masa reformasi hingga sekarang, yaitu adanya revitalisasi UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi khusus bagi Provinsi Papua.

Sebagaimana diketahui masyarakat adat Papua sesuai dengan ketentuan Pasal 1 huruf (t) UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, bahwa secara turun temurun di dalam masyarakat adat “keondoafian Tbadic Rauw (IREEUW) telah dikenal hak ulayat masyarakat adat dan hak adat perorangan meliputi Hak Ulayat Tanah (HUT) yang wajib dilindungi oleh hukum sesuai dengan ketentuan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua BAB XI tentang Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat Pasal 43 ayat 1,2,3,5, dan 5 JO Perdasus Nomor 20 Tahun 2018 tentang hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan Warga Masyarakat Hukum Adat atas tanahnya. Sehingga permasalahan atas hak ulayat masyarakat Papua seringkali dilakukan dengan semena-mena dan tidak bertanggung jawab baik oleh pihak swasta, pengusaha bahkan juga pemerintah.

Oleh karena itu keberpihakan pemerintah untuk melindungi hak ulayat dan hak masyarakat adat di Indonesia merupakan hak konstitusional yang merupakan amanah UUD 1945. Dan berdasarkan data yang dimiliki oleh Forum Pergerakan Masyarakat Papua terkait dengan tuntutan pembayaran ganti rugi tanah ulayat laut atas proyek pembangunan jerambah beton Kampung Nelayan Hamadi, Kota Jayapura Papua, di Kementerian PUPR Dirjen Cipta Karya TA 2017.

Dengan pemegang hak atas tanah adat/ hak ulayat suku Ireeuw dengan luas 22.500M2 (Panjang 90 Meter dan Lebar 250 Meter) dimana seluas +11.825M2 terkena Proyek Pembangunan Jerambah Beton Kampung Nelayan Hamadi Kota Jayapura Papua.

Atas dasar pertimbangan di atas, para korban Ketidakadilan yang yang hadir dalam aksi tersebut menjabat kan 5 Point tuntutan kepada kementerian PUPR sebagai berikut:

  1. Mendesak Kementerian PUPR Dirjen (Cipta Karya) Menyelesaikan Pembayaran Ganti Rugi atas tanah ulayat Masyarakat adat Suku Ireeuw/Dominggus Ireeuw dan H. Rizal Muin di Kelurahan Hamadi Distrik Jayapura Selatan Provinsi Papua. Guna mengurangi isu dugaan pelanggaran HAM di Tanah Papua.
  2. Pak Menteri PUPR, "Jangan Asal Janji Dan Zalim"Kapan Tanah Ulayat Pesisir Suku Ireeuw Dan Kami Dibayar Sudah Terbangun Jerambah Kampung Nelayan Hamadi Kota Jayapura Sejak Tahun 2017.
  3. Pak Presiden Jokowi segera instruksikan Menteri PUPR untuk Mengakui, Menghargai dan Membayar Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Orang Asli Papua Suku Ireeuw Di Kota Jayapura.
  4. Mendesak Presiden Jokowi Untuk Mengevaluasi Kinerja Menteri PUPR dan Ditjen Cipta karya Yang Diduga Melakukan Praktek Mafia Tanah Lahan Masyarakat Suku Ireeuw Di Kota Jayapura Yang Dibangun Proyek Jembatan dan Merugikan Masyarakat Adat di Tanah Papua.
  5. Pak Presiden Jokowi dan Pak Kapolri Tangkap dan Adili Mafia Tanah Adat di Kementerian PUPR (Cipta karya) Tanah Ulayat Pesisir Milik Suku Ireeuw dan Perorangan Dirampas/Dirampok Sejak Tahun 2017 dan Belum Diganti Rugi Hingga Saat ini.