Kejari Sorong Tahan 3 Tersangka Dugaan Korupsi di Raja Ampat Senilai Rp.13 Milyar

Ketiga tersangka berinisial AA selaku PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) pada Dinas Kesehatan Kabupaten Raja Ampat, Direktur PT. ZMP  berinisial WS dan Pihak Pelaksana Kontrak Perencanaan dan Pengawasan inisial JL.
Ketiga tersangka berinisial AA selaku PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) pada Dinas Kesehatan Kabupaten Raja Ampat, Direktur PT. ZMP berinisial WS dan Pihak Pelaksana Kontrak Perencanaan dan Pengawasan inisial JL.

Kejaksaan Negeri Sorong menetapkan tiga pelaku korupsi Pembagunan baru Puskesmas Afirmasi dan Pembangunan Rumah Jabatan Tenaga Kesehatan di Kabare, Waigeo Utara, Raja Ampat, Kamis, 12 Desember 2024.


Pekerjaan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Raja Ampat tersebut bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Afirmasi Tahun Anggaran 2019 senilai Rp. 13 Milyar.

Adapun ketiga tersangka berinisial AA selaku PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) pada Dinas Kesehatan Kabupaten Raja Ampat, Direktur PT. ZMP  berinisial WS dan Pihak Pelaksana Kontrak Perencanaan dan Pengawasan inisial JL.

Penetapan ketiga tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka pertama Nomor : KEP-37/R.2.11/Fd.1/12/2024 Tanggal 12 Desember 2024 atas nama tersangka AA, kedua,Surat Penetapan Tersangka Nomor : KEP-38/R.2.11/Fd.1/12/2024 Tanggal 12 Desember 2024 atas nama tersangka WS, dan ketiga  Surat Penetapan Tersangka Nomor : KEP-39/R.2.11/Fd.1/12/2024 Tanggal 12 Desember 2024 atas nama tersangka JL.

Kepala Kejaksaan Negeri Sorong, Makrun menjelaskan peran dari masing-masing tersangka dalam korupsi tersebut. Untuk tersangka AA selaku PPK yang diberi wewenang untuk mengendalikan kontrak tetapi tidak melaksanakan kewajibannya dengan menunjuk tersangka WS selaku Direktur PT. ZMP yang mengerjakan Pembangunan Baru Puskesmas Afirmasi sekaligus mengerjakan Pembangunan Rumah Jabatan Nakes di Kabare dengan meminjam Perusahaan dari Direktur CV. CPP.

Selanjutnya, Kata Kejari, tersangka AA kemuian menunjuk tersangka JL yang merupakan pihak swasta menjadi Konsultan Perencana dan Pengawasan kegiatan Pembangunan Baru Puskesmas Afirmasi di Kabare.

“ AA menyuruh meminjam perusahaan Konsultan Perencanaan dan Pengawasan dari Direktur CV. ARK kemudian bersepakat dengan tersangka JL untuk membuat laporan Bulanan Fiktif untuk dilakukan penagihan termin, tetapi secara faktual belum ada pekerjaan apapun di lapangan,” kata Kejari.

Selain itu, Kata Kajari, AA juga tidak melibatkan Panitia Penilai Hasil Pekerjaan (PPHP) dalam memeriksa administrasi hasil pekerjaan dari identifikasi kebutuhan hingga serah terima pekerjaan.

Sebagai PPK, menurut Kejari, tersangka AA tidak menetapkan denda keterlambatan penyelesaian hasil pekerjaan kepada Penyedia sedangkan pekerjaan Pembangunan Baru Puskesmas Afirmasi dan Pembangunan Rumah Jabatan Nakes di Kabare telah melewati tahun anggaran 2019.

Dalam perkara ini Direktur PT. ZMP berinisial WA berperan sebagai penyedia yang mengerjakan Pembangunan Baru Puskesmas Afirmasi di Kabare ditunjuk oleh tersangka AA sekaligus mengerjakan Pembangunan Rumah Jabatan Nakes di Kabare kemudian meminjam Perusahaan dari Direktur CV. CPP dengan komitmen Fee sebesar 30 persen dari Keuntungan.

“ WS selaku Penyedia tidak memenuhi kewajibannya dengan tidak memenuhi kualifikasi barang sesuai dengan Kontrak sehingga terjadi kekurangan Volume dan kwalitas mutu pekerjaan Pembangunan Baru Puskesmas Afirmasi dan Pembangunan Rumah Jabatan Nakes,” kata dia.

Sedangkan Tersangka JL selalu Pelaksana Konsultan Pengawasan karena tidak memiliki perusahaan, JL meminjam perusahaan Konsultan Perencanaan sekaligus Pengawasan dari Direktur CV. ARK dengan kesepakatan bersama tersangka AA agar membuat laporan Bulanan I dan II secara Fiktif untuk dilakukan penagihan termin, tetapi secara faktual belum ada pekerjaan apapun di lapangan.

“ Tersangka JL mengabaikan tugas dan kewajibannya selaku Konsultan pengawas dengan tidak pernah turun langsung mengawasi proses pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Baru Puskesmas Afirmasi di Kabare,” ujarnya.

Akibat dari perbuatan para tersangka diindikasikan merugikan keuangan negara berdasarkan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Perwakilan BPKP Provinsi Papua Barat tanggal 10 Desember 2024, senilai Rp.2.353.956.553,70.

Ketiganya dijerat melanggar Primair Pasal 2 ayat (1), Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Usai dilakukan proses pemeriksaan ketiganya di lakukan penahanan selama 20 hari di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Sorong. 

“ Dengan pertimbangan didasari pada Alasan Subjektif berdasarkan Pasal 21 ayat (1) KUHAP yaitu tersangka dikawatirkan akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan mengulangi tindak pidana,” kata Kajari.

Kajari mengatakan penyidik tengah mendalami lagi keterlibatan pihak lainnya dalam proyek tersebut.

Ia menegaskan kemungkinan ada penambahan tersangka baru di perkara ini. Untuk itu ia mengharapkan peran masyarakat Raja Ampat untuk mengawal dan mendukung pihaknya dalam penaganan tindak pidana korupsi di kota bahari itu.

“ Sampai saat ini masih mendalami semua pihak terkait. Kami harapkan Peran serta masyarakat khususnya Masyarakat di Kabupaten Raja Ampat untuk terus mendukung dan mengawal penegakkan hukum demi kepastian Hukum, keadilan dan kemanfaatan di tanah ini,” kata Kajari.