1 dari 3 Anak Indonesia Stunting, FPKB Usulkan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak

 Anggia Erma Rini bersama Luluk Nur Hamidah dan Nur Nadlifah saat mengulas argumentasi usulan RUU Ibu dan Anak/Repro
Anggia Erma Rini bersama Luluk Nur Hamidah dan Nur Nadlifah saat mengulas argumentasi usulan RUU Ibu dan Anak/Repro

Salah satu kunci menuju Indonesia Emas adalah dengan membuat payung hukum tentang Undang Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA).


Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Anggia Ermarini menjelaskan, secara filosofis, sosiologis, dan yuridis, RUU KIA menjadi jalan terbaik menuju cita-cita generasi emas dalam menyongsong bonus demografi.

Anggia menyampaikan bahwa RUU KIA pada dasarnya untuk menjamin terpenuhinya hak dan kebutuhan dasar ibu dan anak secara fisik, psikis, sosial, dan spiritual.

"Penyelenggaraan KIA merupakan upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat guna memenuhi kebutuhan dasar ibu dan anak," demikian Anggia saat menyampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Legislasi DPR RI dengan pengusul RUU KIA, Senin (17/01) di Ruang Rapat

Baleg DPR RI, Jakarta.

Di hadapan Baleg, Anggia menyampaikan pandangan itu bersama srikandi senayan PKB lainnya, yakni Luluk Nur

Hamidah dan Nur Nadlifah.

Menurut perempuan yang juga Ketum Pimpinan Pusat Fatayat NU ini, ada sejumlah hak dasar yang harus diperoleh seorang ibu. Beberapa hak itu adalah hak mendapatkan pelayanan kesehatan, jaminan kesehatan saat kehamilan, mendapat perlakuan dan

fasilitas khusus pada fasilitas, sarana, dan prasarana umum.

Dengan demikian, akan terbangun rasa aman dan nyaman serta perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi.

"Bagi ibu yang bekerja, ibu wajib mendapat waktu yang cukup untuk memerah ASI selama waktu kerja, cuti melahirkan paling sedikit enam bulan, serta tidak boleh diberhentikan dari pekerjaan dan tetap memperoleh gaji dari jamsos perusahaan maupun dana tanggung jawab sosial perusahaan," jelas

Anggia kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (18/1).

Anggia menjelaskan, PP Fatayat NU organisasi yang ia pimpin juga memiliki komitmen yang sama. Catatan Anggia, Fatayat NU selama ini telah memberi

perhatian terhadap isu kesejahteraan ibu dan anak.

"Landasannya sama dengan alasan pentingnya RUU ini, sebab kerja-kerja Fatayat terkait erat dengan edukasi kesehatan reproduksi, menurunkan stunting," ujar

Anggia.

Sementara itu, Luluk Nur Hamidah menegaskan bahwa Indonesia saat ini masih menghadapi keprihatinan yang mendalam.

"Satu dari tiga anak Indonesia masih mengalami stunting. Itu terjadi karena ada situasi sistemik yang dialami oleh ibu, terutama pada seribu hari

pertama kelahiran," demikian Luluk menekankan.

Dalam RDPU ini, masukan dari Baleg di antaranya penjelasan lebih lanjut mengenai terminologi kesejahteraan, penguatan tujuan. Selain itu juga disinggung terkait  keterkaitan Kemnaker, yakni terkait lamanya waktu cuti bagi

perempuan, hingga komunikasi dengan pihak terkait.

Anggia sendiri menyatakan sudah melakukan komunikasi intensif dengan banyak stakeholder. Beberapa pihak yang sudah diajak berkoordinasi diantaranya: Kementerian PPPA, Kemnaker, Kemenkes, BKKBN, para organisasi profesi seperti keperawatan, kebidanan, tenaga kerja.

"Kami sudah berdiskusi dengan mereka. Tentu belum sempurna. Kami mencatat dan menerima semua masukan, dan akan mendiskusikannya pada proses berikutnya," pungkas Anggia.