Di Nilai Merugikan Masyarakat Adat, Perusahaan Sawit di Laporkan ke Polres Merauke

Masyarakat Adat dari  Distrik Muting, didampingi pengacaranya Rudi Horong,S.H
Masyarakat Adat dari Distrik Muting, didampingi pengacaranya Rudi Horong,S.H

Sejumlah masyarakat adat dari Marga Basik Basik, Ali Samkai, dan Didikai didampingi pengacaranya Johanes Irianto Rudi Horong,S.H mendatangi polres Merauke untuk membuat laporan polisi secara resmi atas dugaan tindak pidana Penipuan dan Penggelapan yang dilakukan oleh perusahaan PT. Agriprima Cipta Persada (ACP) kepada masyarakat dan Koperasi. Sabtu (12/11)


Kepada Reporter RMOL Papua, kuasa hukum dari para pelapor, Rudi Horong mengatakan bahwa masyarakat merasa telah di ambil hak-haknya oleh pihak perusahaan terkait dengan keuangan koperasi perihal penjualan buah sawit yang dilakukan di lahan plasma milik masyarakat nya yang terletak di Distrik Muting.

Selain itu klien nya juga merasa ditipu oleh pihak perusahaan karena terdapat pendapat perbedaan luasan wilayah antara Perjanjian Kerjasama dan luasan wilayah yang berada di Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU). Yang mana pada perjanjian kerjasama antara Perusahaan dan Koperasi dituliskan luasan wilayah plasma milik masyarakat adalah seluas 229 Ha, sementara pada Sertifikat HGU 257,4 Ha. Sehingga terdapat selisih luas lahan seluas 28,4 Ha antara Perjanjian Kerjasama dan Sertifikat HGU.

"Jadi dalam laporan kami kali ini kami melaporkan terkait dengan dugaan tindak pidana, karena dari koperasi dan juga dari Marga juga merasa bahwa selama ini dari perusahaan sudah melakukan penipuan dan juga penggelapan atas keuangan koperasi terkait dengan penjualan tandan buah segar, selain itu kami juga merasa ditipu oleh perusahaan, bahwa dalam Perjanjian Kerjasama yang ditandatangani itu memuat lahan plasma itu seluas 229 Ha, tetapi pada tahun 2021 kami mengetahui bahwa lahan plasma sesuai dengan yang ditentukan yaitu seluas 257,4 Ha." Ucapnya.

Selain itu Rudi Horong menilai bahwa selama ini pihak perusahaan dalam hal ini PT. ACP tidak transparan dalam mengelola lahan plasma milik masyarakat. Ketidak transparanan tersebut menurutnya mulai dari pemupukan dan, perawatan, pekerjaan jalan hingga penimbunan. Karena menurutnya selama proses tersebut dilakukan pihak koperasi sama sekali tidak pernah dilibatkan, sementara berdasarkan data yang diterimanya bahwa biaya pemeliharaan terkait dengan lahan sawit dan biaya operasional sangat besar dan selalu mengalami kenaikan setiap periode panen.

Sehingga ia mempertanyakan alasan kenaikan biaya perawatan dan biaya operasional yang selalu mengalami kenaikan setiap periode panen, bahkan tak tanggung-tanggung biaya perawatannya naik hingga dua kali lipat, padahal menurutnya lahan yang kelola merupakan lahan yang sama.

"Yang kami temui adalah uang biaya pemeliharaan terkait dengan lahan sawit dan biaya operasional lahan sawit itu cukup besar, bahkan dia setiap periode itu naik terus, kenapa kalau lahannya tetap sama, kenapa sampai dengan biaya iin naik terus setiap waktu, bahkan dua kali lipat, sekarang sudah mencapai 900 juta per September ini." Terangnya.

Lanjut disampai bahwa akibat dari kejadian ini masyarakat telah melakukan pemalangan secara total di kantor dan pabrik kelapa sawit milik PT. ACP di wilayah Muting pada tanggal 8 November 2022, yang mana pemalangan ini dilakukan berdasarkan surat kesepakatan bersama antara PT. ACP dan Marga yang memberikan ruang eksklusif kepada masyarakat untuk melakukan pemalangan apabila tidak ditemukan kesepakatan dalam penyelesaian permasalahan.

Menurut Rudi bahwa akibat dari kejadian ini, klien nya mengalami kerugian hingga puluhan miliar rupiah, sehingga ia meminta kepada pihak berwajib untuk dapat menindaklanjuti laporan tersebut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.